Ibadah Haji Merupakan Tamu Allah, Jadilah Haji Mabrur
Written By Unknown on Senin, 28 Oktober 2013 | 03.56
Assalamualaikum Wr.Wb.
Bismillahirrahmanirrahim
Subhanallah, maha suci Allah SWT dengan segala penciptaan langit dan bumi tunduk taat kepaada-Nya. Tidak ada menandingi kesucian dan segala kehendak hanya milik-Nya.Jadi dengan segala kesucian, kekuasaan, kebesaran, maha pengasih, penyayang dan setiap kehendak-Nya merupakan curahan, rahmat, berkah serta karunia, terutama bagi orang-orang dipilih menjadi tamu untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah Al Mukaramah.
Maka bersykurlah bagi orang telah mendapatkan kehendak khusus menjadi undangan Allah SWT, jangan sampai disia-siakan menjadi tamu-Nya dengan menjalankan segala berbagai aturan dan persyaratan menjadi tamu menunaikan ibadah haji ke Makkah agar menjadi haji mabrur sepulang rumah Allah SWT tersebut.
Ibadah haji merupakan merupakan ibadah religi napak tilas dari para nabi, mulai dari nabi Adam AS, Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW segala syarat, rukun dan sunah.Harus benar-benar diperhatikan dengan seksama agar dalam menjalankan ibadah haji sesuai dengan yang disunahkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai nabi penyempurna dari nabi-nabi pendahulunya.
Pengalaman religi pada tahun ini, berbagai jamaah mengalami pengalaman spiriual yang sangat berarti bagi berbagai haji. Kendati musim haji 1434 H atau 2013 M sudah berakhir, kini para tamu Allah yang baru menyelesaikan ritual ibadah rukun kelima itu secara bersangsur-angsur segera kembali ke tanah air dengan segala pengharapan yaitu salah satunya memperoleh haji mabrur dan mampu meningkat kesalehan sosialnya.
Esensi ibadah haji memang wukuf di Arafah. Tidak melaksanakan wukuf di kawasan itu maka yang bersangkutan tidak sah ibadah hajinya. Ibadah ini tak bisa diwakilkan oleh siapa pun, sekalipun orang bersangkutan berkecukupan untuk membayar kepada orang lain. Saking pentingnya wukuf di Arafah bagi seseorang yang menunaikan ibadah itu, maka orang sakit pun disafariwukufkan.
Lebih menarik dari wukuf atau berdiam diri bagi calon Jemaah haji di Arafah pada waktu yang sudah ditentukan, yaitu 9 Zulhijah, adalah cerita para tamu Allah itu sekembalinya di Tanah Air. Bahkan ada di antara mereka bercerita hingga melebar pada saat pelaksanaan ritual lainnya; seperti ketika melaksanakan jumroh, berdoa di Jabal Rahmah dan saat ritual tawaf dan sai di Masjidil Haram.
Hal itu biasa setiap Jemaah kembali dari menunaikan ibadah haji. Mereka punya pengalaman spiritual masing-masing, kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Utara (Sumut) Abdul Rahim ketika berbincang-bincang seputar haji bersama Arif Nurrawi (Sekretaris Panitia Penyelenggara Ibadah Haji/PPIH Pusat), dan Kasi Haji Kemenag Sumut Hasful Huznain.
Cerita seorang ibu sakit-sakitan ketika di Tanah Air, tetapi saat berada di Arafah badannya terlihat segar dan kuat. Yang bersangkutan rajin melaksanakan zikir ketika wukuf, tetapi ada orang muda belia justru untuk melaksanakan wukuf saja harus ikut rombongan safari wukuf. Dia hanya berdiam diri sejenak di Arafah dengan mobil bersama Jemaah sakit lainnya.
Ini bukan cerita, tapi fakta. Ada seorang terlihat kekar, gagah dan ganteng. Tatkala naik taksi di Mekkah pria tersebut marah- marah kepada supir karena tak bisa mengantarkan ke kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta .
Beruntung supir setempat tahu lokasi kantor Daerah Kerja (Daker) Mekkah. Sang sopir lalu membawa penumpang yang minta diantar ke Halim tersebut ke kantor Daker tersebut. Selanjutnya meminta bantuan petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) untuk mengatasi penumpang yang tak henti-hentinya sepanjang jalan marah- marah karena supir tak tahu Halim.
Belakangan baru diketahui penumpang taksi yang juga calon Jemaah haji dari Jakarta itu sedang mengalami stres atau sakit jiwa. Sepintas dari sisi penampilan orang tersebut perlente, terpelajar dan sehat karena ketika diajak berdialog dengan petugas bisa "nyambung". Tapi, saat yang bersangkutan menyebut supir di Mekkah bodoh dan tak tahu dimana Halim, petugas PPIH berkesimpulan orang tersebut sedang sakit jiwa.
Siapa yang mau membayangkan naik taksi dari Mekkah ke Halim. "Ngimpi, kali nih yeee," kata seorang petugas PPIH Arab Saudi sambil melempar tawa.
Ada lagi cerita calon Jemaah haji meninggal setelah mendaki bukit Jabal Nur. Katanya, kepala orang bersangkutan sebelum meninggal dipatuk burung gagak. Di Mekkah, khususnya di beberapa kawasan bukit batu, memamg banyak burung gagak hitam selain merpati.
Meninggalnya orang tersebut menjadi berita dari mulut ke mulut di antara sesama anggota Jemaah haji. Anggota Media Center Haji (MCH) yang tahu berita tersebut tak berani mengangkatnya, karena selain dari sisi substansi isi berita tak dapat dipertanggungjawabkan, juga tak jelas narasumbernya. Fakta bahwa korban luka di kepala memang ada terlihat. Tapi, itu tak dapat disimpulkan sebagai luka dan lantas meninggal karena dipatuk gagak hitam di bagian kepalanya.
Perangi Setan
Cerita ketika di Jamarat saat Jemaah melakukan jumroh pun banyak beredar. Ada Jemaah mempersonifikasikan bahwa tempat melontar di tugu ula, usta dan akobah sama artinya Jemaah melempari setan atau pun hantu yang berdiam di situ. Karena itu, tidak sedikit ada Jemaah emosional dan membawa batu besar-bukan kerikil sebagaimana diajarkan dalam pelajaran manasik haji seperti ketika Rasulullah berhaji- melempar ke arah ketiga tugu tadi. Tidak sedikit Jemaah melempar dengan batu besar, bahkan dengan botol kemasan secara emosional dengan harapan setan akan sirna atau kabur.
Karena tuntutan dalam melaksanakan jumroh tidak demikian, lantas ada pihak yang mempelesetkan bahwa orang yang melaksanakan jumroh seperti itu seperti setan melempar setan. Dengan kata lain, sesama setan saling melempar. Akibatnya, tidak sedikit pula orang yang melaksanakan jumroh terkena lemparan batu dari rekannya karena tidak fokus cara melontar dengan baik.
Akhir musim haji tahun ini jumlah Jemaah haji yang meninggal tergolong sedikit dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Tapi, ada anggota legislatif-yang tak mau disebut jatidirinya - minta perhatian pemerintah bahwa jumlah orang yang mengalami stres atau sakit jiwa saat melaksanakan ibadah haji harus bisa dikurangi. Data Jemaah yang mengalami sakit jiwa memang cenderung meningkat, tapi sayangnya Kementerian Kesehatan tak mau menyebut jumlahnya.
Menurut anggota legislatif itu, untuk mengurangi jumlah orang yang mengalami sakit jiwa bisa dilakukan jauh hari sebelum bertolak ke Tanah Suci Mekkah. Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) harus dapat diberdayakan secara maksimal. Pemeriksaan harus dilaksanakan secara rutin.
Menanggapi prihal orang terkena penyakit jiwa dan stres saat melaksanakan ibadah haji itu, Kakanwil Kementerian Agama Sumatera Utara (Kemenag Sumut) Abdul Rahim, mengakui bawah hal itu bukan perkara mudah untuk diatasi.
Ibadah haji merupakan puncak ibadah tertinggi dan sekaligus sebagai ungkapan peneguhan tawhid seseorang muslim kepada Allah SAW. Ibadah itu tak bisa dimaknai sekedar ritual kekuatan fisik, sehat jasmani dan rohani dan memiliki kemampuan finansial. Atau dengan sebutan lain cukup syarat terpenuhinya istitoah (berkemampuan dalam arti luas) tetapi juga ilmu dan jiwa didedikasikan untuk ibadah dan mengharapkan keridhoan Allah.
Jadi, ibadah haji memang unik. Dan dari ibadah itu pula lahir bisnis besar, penerbangan laris, biro perjalanan hidup, perusahaan katering maju pesat dan sejumlah hotel dengan fasilitas pendukung untuk ibadah dengan segala bentuk bisnis ikutan lainnya tumbuh pesat. Kerajaan Saudi pun tidak henti-hentinya sibuk berbenah dan memberi fasilitas agar Jemaah dari seluruh dunia memperoleh kenyamanan dalam beribadah. Salah satunya memperluas kompleks masjidil haram.
Terkait dengan cerita orang sakit pergi haji dan kemudian selama di tanah suci fisiknya sehat bugar, orang bugar malah berhaji harus ikut safari wukuf dan cerita lainnya, menurut Kakanwil Sumut, Abdul Rahim, sulit dapat dijelaskan dengan nalar.
Di Tanah Air saja ada cerita, ketika bulan purnama tiba, khususnya saat hari besar Islam, kadang bisa dijumpai seseorang berperilaku di luar batas normal. Penyakit gilanya kumat dan cenderung merusak benda-benada di sekitarnya. Tapi saat purnama hilang, yang bersangkutan kembali normal.
Cerita petugas kesehatan mendapati Jemaah sakit jiwa ketika sampai di Tanah Suci bukan hal baru. Terlebih cara penangannya pun bukan dengan pendekatan medis, seperti diberi obat penenang. Tapi justru cukup jemaahnya diperiksa seluruh badannya dan barang bawaannya diteliti. Setelah ada benda asing menyerupai jimat atau pusaka, benda tersebut diambil dan disimpan petugas. Selanjutnya benda yang dianggap keramat oleh pemiliknya itu dapat diambil ketika hendak kembali ke Tanah Air.
Anehnya bin ajaib, setelah benda tersebut dipisahkan dari sang pemilik, Jemaah bersangkutan bisa melaksanakan ritual dengan baik. Dia sehat seperti orang kebanyakan yang normal. Peristiwa itu bukan cerita bohong, tapi faktanya demikian. Apakah itu mitos, realitas, walluhu a`lam bishoaf. Hanya Allah yang tahu semua itu.
Sementara itu, kloter pertama jamaah haji Indonesia dari Jakarta mendarat di di bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (20/10) malam. Sebanyak 455 jamaah dan keluarganya yang menunggu saling berucap syukur telah kembali dengan selamat, sebagian jamaah melakukan sujud syukur, apalagi anggota kloter itu kembali lengkap dan tak satu pun yang tertinggal di Tanah Suci.
H Anas Fuad, ketua kloter 1 dari Jakarta Utara itu berulang-ulang mengucapkan syukur karena tidak ada satu pun jamaahnya yang dirawat padahal rata-rata usia jamaah mencapai 60 tahun.
"Alhamdulillah, Allah memberikan kekuatan kepada jamaah saya, kalau ada yang sakit flu memang wajar karena perbedaan iklim dan kondisi tubuh yang kurang fit," katanya, kepada wartawan.
Teringat kembali mereka dilepas Jokowi tanggal 10 September 2013 saat itu Oman Syahroni, salah satu jamaahnya berharap kloternya menjadi kloter percontohan baik segi bimbingan ibadah maupun rasa toleransi.
Allah telah mengabulkan doanya, kebersamaan telah tumbuh dalam kloter tersebut karena walaupun ada jamaah yang tidak masuk kelompok bimbingan haji akhirnya dirangkul bersama untuk melaksanakan ibadah.
"Ada anggota jamaah yang tidak masuk kelompok bimbingan haji, namun karena satu rombongan akhirnya mereka bisa ikut dibimbing," kata Anas Fuad.
Banyak kasus ditemukan sepanjang pelaksanaan ibadah haji 1434 hijriah yang membuat orang miris melihat arti persaudaraan muslim.
Ada jemaah yang beribadah tanpa bimbingan dari tim pembimbing mereka atau rekannya yang lain yang sebenarnya lebih paham soal ibadah sehingga mereka menganggap dengan mengecup hajar aswad di Ka`bah sudah dianggap telah selesai melaksanakan haji.
Ada juga jamaah yang kelelahan untuk tawaf dan diperkenankan ketua rombongannya untuk menyudahi dan bersiap membayar dam. Demikian juga masih banyak jamaah yang tidak tahu urutan manasik haji sehingga lupa untuk sa`i atau mencukur rambut.
Di sinilah pentingnya kebersamaan dalam rombongan yang biasanya beranggotakan 45 orang atau regu yang beranggotakan 10 -12 orang.
Ada rombongan yang selalu bersama-sama melaksanakan rukun haji, ada pula yang terpencar-pencar dalam regu-regu kecil, ada juga yang terpisah dari regunya.
Ada yang merasa minder untuk bergabung dengan yang lain padahal ia belum memahami benar manasik haji sehingga terjadilah banyak rukun haji yang terlupakan.
Ujian Toleransi
Selain kebersamaan soal ibadah, kebersamaan dan toleransi dalam satu kamar di pondokan juga menjadi salah satu ujian ibadah haji. Satu kamar dalam pondokan biasanya diisi empat sampai delapan orang tergantung luasan kamar dan disitulah muncul berbagai perbedaan kebiasaan.
Tanpa membuka hati untuk toleran dengan kebiasaan orang lain maka akan muncul stres yang bisa mengakibatkan gangguan jiwa.
Kabid Kesehatan Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) Arab Saudi Dr dr Fidiansjah SKJ menegaskan rasa toleransi harus disiapkan sebelum berangkat sehingga jika bertemu dengan kebiasaan yang lain yang dibawa jamaah satu kamar atau satu rombongannya.
"Mental harus siap untuk menerima perbedaan itu," katanya.
Ia menjelaskan, stres bisa muncul karena perbedaan kebiasaan dalam satu kamar, ada yang suka tidur dengan lampu terang atau yang lampu dimatikan, ada yang suka pendingin ruangan (AC) ada yang tidak kuat dingin, dan ada yang terbiasa tidur dengan mendengar suara dengkuran temannya, ada juga yang tidak tahan.
Rasa toleransi juga akan diuji saat rombongan bergerak sejak dilepas di kabupaten-kota dengan menggunakan bus sampai singgah di asrama haji lalu bergerak menaiki pesawat di embarkasi. Toleransi untuk menunggu jamaah usia lanjut yang bergerak lebih lamban dibanding jemaah yang lebih muda, serta tolerensi untuk mendahulukan orang tua agar tidak ikut berdesak-desakan.
Demikian juga di Tanah Suci, dengan berkumpulkan jamaah dari negara lain maka muncullah perilaku yang dianggap aneh bagi orang Timur seperti menerobos barisan shalat, melangkahi orang shalat, dan menyerobot antrean.
Mereka yang tidak lolos uji toleransi ini biasanya terkena stres bahkan ada yang mengalami gangguan jiwa.
Tercatat ada lima puluhan jemaah yang mengalami gangguan jiwa mulai dari stres ringan sampai gangguan berat seperti meracau dan berlari-lari tanpa kendali.
"Kalau skala stres ringan tidak diayomi oleh teman satu kamar atau satu rombongan maka bisa jadi makin parah. Jadi sikap jamaah satu kamar juga akan mempengaruhi tingkat stres yang sudah ada," kata Fidiansjah.
Amirul Haj Suryadharma Ali dalam sambutan wukuf di Arafah juga mengingatkan bahwa ibadah haji merupakan ibadah ujian untuk sikap toleransi dan kebersamaan sesama muslim karena di Tanah Suci akan berkumpul tiga juta lebih jamaah dari berbagai negara dengan keberagaman budaya.
Bagi jamaah Indonesia juga merupakan ujian toleransi antar sesama jamaah dari daerah lain yang berbeda budayanya.
"Semua harus dikembalikan kepada ketaqwaan masing-masing jamaah. Karena di hadapan Allah, yang dinilai hanyalah taqwanya bukan suku, bangsa, atau warna kulitnya," katanya.
Uji Kesabaran
Ujian kesabaran, menurut Amirul Hajj akan selalu dihadapi jamaah karena jumlah jamaah cukup besar sementara semua rukun haji juga harus dipenuhi semua jamaah. Jadi ada proses pengaturan baik selama ibadah di Masjidil Haram, Wukuf di Arafah, serta Mabit di Mina sambil melempar jumroh.
"Semua harus diatur agar jamaah tidak bergerak bersamaan, ini perlu disipilin dan kesabaran," katanya.
Kedisiplinan dan keteraturan pergerakan jamaah dari Arafah ke Musdalifah terus ke Mina dan melempar jumroh di Mina telah membuahkan hasil yang memuaskan.
Untuk pertama kali, waktu pergerakan dari Arafah ke Mina bisa selesai pukul 06.00 sehingga jamaah tidak berlama-lama di dalam bus. Dengan demikian jamaah mempunyai waktu istirahat yang cukup untuk melontar jumroh aqabah atau tawaf ifadah.
"Alhamdulillah pergerakan jamaah cukup lancar, sehingga pukul enam pagi semua jamaah sudah berada di Mina, tahun lalu jamaah baru sampai Mina jam sebelas siang," katanya.
Amirul Hajj juga memuji kesabaran yang ditunjukkan petugas haji untuk membantu melayani jamaah sehingga jumlah pengaduan tentang pelayanan yang buruk tahun ini semakin berkurang.
Amirul Hajj berharap ujian kesabaran dan rasa toleransi yang membuahkan rasa persaudaraan selama ibadah haji bisa ditularkan ke Tanah Air yang tidak lama lagi akan memasuki pemilu dan pilpres.
"Persaudaraan ini hendaknya ditularkan sampai ke Tanah Air sehingga tidak ada lagi konflik-konflik kekerasan yang muncul menjelang pemilihan legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014 mendantang," demikian himbauan itu disampaikan dari Amirul Hajj tersebut.
Waalaikum Salam Wr.Wb.
Semoga bermanfaat
Label:
Artikel
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !