Hukum Mati Dalam Agama Islam
Written By Unknown on Minggu, 07 Agustus 2016 | 07.56
Bismillāhir rahmānir rahīm وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأَنفَ بِالأَنفِ وَالأُذُنَ بِالأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿٤)
Assalamualaikum Wr.Wb.
Saudaraku dimanapun berada, semoga kita semua senantiasa dalam keandaan sehat wal’fiat yang dirahamati Allah SWT, terutama Iman, Islam, dan taqwa semoga kita semua pada akhir hidup kita menjadi khusnul khotimah. Aminnnn YRA….
Tak lupa mari kita sampaikan selawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan makluk terbaik panutan umat yakni Nabi Muhammad SAW, para keluarga, para sahabat2 dan para umat dan termasuk kita semuga menjadikan umat bisa menjaga sunah-sunahnya sampai sepanjang masa untuk selalu patuh dan taat menjalankan segala dicontohkan hingga kita semua semoga mendapatkan safaat dari-NYA, amin…
Saudaraku Insya Allah dirahamati Allah, pada kesempatan ini perlu kita mengetahui secara pasti tentang bagaimana hukuman mati bagi manusia yang melanggar hokum positif di Indonesia dan juga hukum Islam sebagaimana dalam firman Allah SWT mengaturnya.
Hal tersebut perlu bagi kita sebagai umat Islam sehingga menyikapi fenomena tentang hukuman mati yang akhir-akhir ini semakin mengemukan diberbagai masyarakat Indonesia yang sebagian besar adalah umat Islam. Seperti sering kali kita dengar bahkan tersiar di berita-berita bahwa saudara kita yang menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di nagara Timur Tengah (Arab) dijatuhi hukuman mati dengan dipancung.
Juga belakangan ini, ramaikan dibicarakan berbagai kalangan masyarakat kita tentang hukuman mati bagi gembong narkoba yang sampai episode ke 3. Berbagai sumber di BBC menujukkan lembaga hak asasi manusia itu mencatat terdapat sedikitnya 1.634 orang yang dieksekusi pada 2015 atau 50% lebih banyak ketimbang setahun sebelumnya.
Dari jumlah itu, 89% di antaranya terjadi di Iran, Pakistan, dan Arab Saudi. Namun, hukuman mati tidak dimasukkan ke dalam perhitungan tersebut mengingat catatan resminya dirahasiakan.
Kendati begitu, Amnesty menyebut bahwa China tetap menjadi negara peringkat satu dalam urusan eksekusi hukuman mati. Diperkirakan ribuan orang dieksekusi di Cina dan ribuan lainnya mendapat vonis hukuman mati pada 2015. Eksekusi mati di Asia hidup kembali? Amnesty International minta Indonesia hentikan eksekusi, Pengakuan seorang algojo eksekusi mati Pakistan
Peringkat kedua ditempati Iran. Negara itu mengeksekusi setidaknya 977 orang pada 2015, sebagian besar berkaitan dengan kejahatan narkotika. Jumlah itu naik dari 743 orang pada 2014.
Di antara narapidana yang dihukum mati, empat di antara mereka berusia 18 tahun ketika melakukan kejahatan yang dituduhkan. Hal ini, menurut Amnesty International, melanggar hukum internasional.
Posisi selanjutnya diduduki Pakistan. Negara itu, sebagaimana disebutkan Amnesty International, menjalankan rangkaian pembunuhan yang dibenarkan negara begitu moratorium eksekusi terhadap warga sipil dicabut pada Desember 2014.
Setidaknya sebanyak 326 orang meninggal dunia di tiang gantungan di Pakistan, tahun lalu.
Di Arab Saudi, eksekusi meningkat hingga 76% pada 2015 dibandingkan dengan 2014. Sebagian besar hukuman mati dijalankan dengan cara pemancungan. Namun, ada pula yang dihukum mati dengan cara dihadapkan pada regu tembak. Tak jarang pula jenazah dipampang di hadapan publik.
Pada peringkat lima terdapat Amerika Serikat. Negara tersebut menghukum mati sebanyak 28 orang pada 2015.
Di luar lima besar dalam daftar negara-negara yang menjalankan hukuman mati, terdapat Indonesia pada peringkat sembilan. Pada 2015, Indonesia mengeksekusi 14 orang, semuanya terkait kejahatan narkotika.
Amnesty mencatat ada kenaikan hukuman mati secara signifikan di sejumlah negara, termasuk Mesir dan Somalia.
Sementara di negara kita baru ini, sempat menjadi perhatian semua kalangan atas eksekusi di Nusakambangan, sebab menjelang detik akhir eksekusi mati, Kejaksaan Agung telah mengisolasi 14 terpidana mati bahkan 14 peti jenazah juga telah disiapkan, artinya mereka tinggal menunggu waktu tiga hari kemudian untuk dijemput tim jaksa eksekutor ke lapangan tembak.
Namun akhirnya, di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan itu, Kejaksaan Agung baru mengeksekuasi mati yakni Freddy Budiman (warga Indonesia), Seck Osmani (warga Senegal), Humprey Eijeke (warga Nigeria) dan Michael Titus (warga Nigeria).
Eksekusi mati kali ini sering disebut eksekusi jilid III karena sudah ketiga kalinya dilakukan semasa pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
Jika pada jilid III, jumlah napi yang dieksekusi mati berjumlah empat orang, maka di jilid II (29 April 2015) berjumlah delapan orang dan jilid I (18 Januari 2015) sejumlah enam orang.
Menjelang eksekusi mati jilid II, terpidana mati Mary Jane Veloso (warga Filipina) lolos dari eksekusi di detik-detik akhir eksekusi mati dengan alasan masih ada proses hukum lain di negara asalnya, sedangkan di jilid III, sebanyak 10 terpidana mati lolos dari hadapan regu tembak.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Noor Rochmad belum menjelaskan alasan 10 orang ini lolos dari eksekusi mati.
"Melalui kajian yang komprehensif," kata Noor melalui pesan singkat dari berbagai wartawan, pada Jumat dinihari.
Sejumlah 10 terpidana mati termasuk Merry Utama yang dibawa dari Lapas Wanita Tangerang ke Nusakambangan dipastikan lolos dari eksekusi mati Jilid III karena para jaksa eksekutor telah meninggalkan Nusakambangan sekitar pukul 04.30 WIB.
A. Menghargai Kehidupan
Kembali pada pokok bahasan tentang hukuman mati, hal ini terkait dengan menghargai segala bentuk kehidupan di muka bumi; bukan hanya manusia, tetapi juga hewan dan tumbuh-tumbuhan. Karena itu manusia sebagai khalifah Allah, atau wakilnya dimuka bumi, mempunyai kewajiban untuk senantiasa menjaga, merawat seluruh kehidupan dimuka bumi, dan menghindarkan dari segala perbuatan zalim, yang dampaknya akan kembali kepada manusia itu sendiri; sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Al Anbiya ayat 107:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Juga dijelaskan pada surah Ar Rum ayat 41:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Guna menjamin kelangsungan kehidupan tersebut, Allah SWT menurunkan Al Quran dan juga Sunnah Rasullulah SAW bagi manusia, sebagaimana Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 164:
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Dimana di dalamnya terdapat hukum; baik perdata maupun hukum pidana, yang dimaksudkan guna menjamin kelangsungan hidup manusia, dari mulai kelahirannya sampai ia meninggal. Islam menghargai setiap nyawa manusia, tidak memperkenankan menyakiti, bahkan sampai menghilangkan nyawa kecuali atas sebab yang benar. Dalam Al Qur’an Surat Al An’aam ayat 151:
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. “Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).”
Dan juga sebagaimana di sabdakan oleh Rasulullah SAW, yaitu:
“Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bersaksi sesungguhnya aku Rasulullah, kecuali karena salah satu dari tiga: (1) jiwa dengan jiwa (qishash), (2) selingkuh, dan (3) keluar dari agama meninggalkan al-Jama’ah.” (HR. Bukhari, Muslim)
Dalam maqasid syaria’ah (tujuan daripada hukum Islam tersebut) ada 5 (lima) hal yang menjadi tujuan yaitu: terpeliharanya agama, jiwa, akal, keturunan atau kehormatan dan harta. Yang apabila ini tercapai, maka umat manusia dikatakan selamat di dunia dan akhirat.
B. Hudud, Qishash, dan Ta’zir dalam Hukum Pidana Islam
Sebelum masuk kepada inti daripada pembahasan, kita akan sedikit menyinggung tentang hudud atau had, qishash-diyat dan ta’zir dalam hukum pidana Islam. Membahas tentang kedudukan daripada masing-masing jarimah (tindak pidana), sangat penting bagi kita.
Sehingga dari sana dapat diketahui bagaimana nantinya kita dapat mendudukkan persoalan hukuman mati itu sendiri. Karena masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, yang tidak dapat begitu saja kita abaikan, baik dalam kerangka konsep maupun praktis. Hudud atau had dan juga qishash-diyat, merupakan jarimah yang dasar hukumnya maupun sanksinya telah diatur dalam Al Qur’an dan juga Sunnah Rasulullah SAW, dalam hal ini ada 8 (delapan); dimana 7 (tujuh) diantaranya masuk ke dalam kategori jarimah hudud, yaitu: jarimah zina, menuduh orang berbuat zina (qadzaf), perampokan (hirabah), pemberontakan (Al baghyu), keluar dari agama (riddah), minum minuman keras, dan pencurian.
Sedangkan yang termasuk dalam jarimah qishash-diyat, yaitu pembunuhan sengaja (qatl ‘amd), pembunuhan menyerupai sengaja (syibhul ‘amd), pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan sengaja, penganiayaan tidak disengaja. Sedangkan ta’zir ialah jarimah yang ditetapkan oleh penguasa, sedangkan Al Qur’an dan Sunnah memberikan pedoman, bahwa segala perbuatan yang mengganggu kemaslahatan orang banyak, haruslah diberikan sanksi contoh narkoba.
Sebagaimana dikatakan bahwa masing-masing memiliki karakteristik tersendiri; dimana dalam jarimah hudud atau had, terdapat hak Allah dan hak manusia ( individu). Yang berarti pengampunan dari individu, tidak serta merta menghapus pelaksanaan dari hukuman tersebut. Sedangkan pada qishash-diyat, yang merupakan hak individu, maka pengampunan dari individu, merupakan syarat bagi tidak dilaksanakannya hukuman tersebut.
Namun dalam beberapa hadist, hukuman bagi jarimah hudud atau had tidak dilaksanakan, manakala adanya keinginan dari pelaku jarimah untuk bertaubat dengan sungguh-sungguh, dengan tidak lagi mengerjakan hal tersebut (taubatan nasuha). Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kasus perajaman Ma’iz:
“Bahwa seorang yang bernama Ma’iz mengadu dan mengaku kepada Rasulullah bahwa ia telah melakukan perbuatan zina. Namun Rasul tidak menghiraukan pengaduannya dan memalingkan muka daripadanya, hingga ia mendatangi dan mengulangi lagi pengakuannya kepada Rasul sampai 4 (empat) kali, kemudian Rasul menyuruhnya untuk mencari 4 (empat) orang saksi, setelah membawa keempat orang saksinya, Rasul bertanya “apakah kamu sudah gila?” dijawab “tidak”. Kemudian Rasul bertanya lagi, “apakah kamu sudah menikah?” dijawab “ya”, “apakah kamu tahu apa itu zina?” ia menjawab “tahu ya Rasulullah”. “Kalau begitu bawalah orang ini dan rajamlah”.
Ketika hukuman mati dengan dilempari batu itu dilaksanakan, tiba-tiba Ma’iz merasa kesakitan dan melarikan diri, sebagian sahabat mengejar dan melempari lagi sampai ia meninggal, setelah itu mereka menghadap Rasul dan melaporkan kejadian tersebut, namun Rasul bersabda “mengapa tidak kalian biarkan saja Ma’iz lari, mungkin ia bertaubat dan Allah menerima taubatnya.” (HR. Muslim)
Dan juga dalam riwayat lainnya Rasulullah SAW bersabda:
“Hindarilah hudud dari kaum muslimin semampu kalian, jika ada jalan keluar, maka mudahkanlah jalannya. Sesungguhnya imam (pemimpin) yang salah pengampunannya lebih baik daripada imam yang salah dalam menjatuhkan sanksi.” (HR.Baihaqi)
C. Qishash
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa diharamkan bagi seorang muslim untuk menumpahkan darah muslim lainnya, kecuali oleh sebab yang benar, yaitu antara lain qishash. Qishash adalah pembalasan yang sama atas pembunuhan maupun penganiayaan yang dilakukan dengan sengaja. Dasarnya ialah Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 178-179 dan Surat Al Maa’idah ayat 45:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”
Bisa jadi kita menganggap qishash adalah pembalasan dendam yang dihalalkan, padahal sebenarnya tidak. Qishash justru merupakan “lembaga” dalam menyelesaikan perkara di dalam hukum pidana islam itu sendiri.
Karena sesuai karakteristik dari qishash yang merupakan hak individu, maka pemaafan atau pengampunan menjadi hal yang paling penting, sebab dengan adanya pengampunan, si pelaku tidak perlu untuk di hukum mati, yang kemudian di ganti dengan membayar diyat (denda pengganti) pada keluarga korban. Dengan adanya pengampunan juga, diharapkan dendam yang dapat berujung pada menumpahkan darah di antara sesama muslim dapat terselesaikan.
Dengan demikian jika kita melihat dalil-dalil yang ada, baik yang berkaitan dengan hudud maupun qishash, dimana si pelaku dikenakan hukuman mati, Islam berusaha agar hukuman mati tidak dilaksanakan. Kecuali dalam keadaan dimana si pelaku mengulangi perbuatan yang bersangkutan atau kasus yang luar biasa, misalkan kasus pembunuhan berantai, maka hukuman mati harus dilaksanakan guna menjamin kelangsungan kehidupan manusia, yang merupakan tujuan dari syari’ah itu sendiri.
Begitu pula dalam kasus perzinahan antara orang yang sudah menikah untuk kedua kalinya, dilakukan rajam guna menjamin keberlangsungan keturunan. Hal yang lainnya ialah tidak diberikan pengampunan dari keluarga korban, menjadikan qishash dilaksanakan. Maka dari dalam hal qishash, yang perlu diupayakan pertama kali ialah pengampunan dari kelurga korban, bila pengampunan terjadi maka selanjutnya ia dilakukan pembayaran diyat mughaladhah yang diberikan kepada korban secara tunai.
Demikian berbagai padangan di ambil dari berbagai sumber tentang hukuman mati qishash justru merupakan “lembaga” dalam menyelesaikan perkara di dalam hukum pidana islam itu sendiri. Dengan satu harapan bahwa kebenaran sejati adalah milik Allah SWT, semoga kita semua senantiasa mendapat perlindungaNYA, amin.
Waalaikum Salam Wr.Wb.
Semoga bermanfaat
Label:
Artikel
v
BalasHapus