TAUHID MERUPAKAN SYARAT DITERIMANYA AMAL
Amal shalih
apapun, baik itu shalat, shaum, zakat, haji, infaq, birrul
walidain (berbakti kepada orang tua) dan sebagainya tidak mungkin
diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan tidak ada pahalanya bila tidak
dilandasi dengan tauhid yang bersih dari syirik. “Siapa yang
melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedang dia itu
mukmin, maka Kami akan berikan kepadanya penghidupan yang baik serta
Kami akan memberikan kepadanya balasan dengan balasan yang lebih baik
dari apa yang telah mereka amalkan” (QS. An Nahl [16]: 97).
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala amal shalih
hanya bagi orang mukmin, sedang orang yang suka membuat tumbal, sesajen,
meminta kepada orang yang sudah mati atau mengusung falsafah sistem syirik
lainya, dia bukanlah orang mukmin, tetapi dia musyrik Sehingga shalat, shaum, zakat dan ibadah lainnya
yang dia lakukan tidaklah sah dan tidak ada pahalanya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedangkan dia mukmin, maka mereka masuk surga seraya mereka diberi rizqi di dalamnya tanpa perhitungan” (QS. Ghafir/Al Mukmin [40]: 40)
Di dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala masuk surga bagi orang yang beramal shalih dengan syarat bahwa dia mukmin dan tidak menyekutukan Allah Yang Maha Agung atas segala sesuatu. Allah Swt berfirman : “Dan siapa yang melakukan amal-amal shalih sedang dia itu mukmin, maka dia tidak takut dizhalimi dan tidak pula takut akan dikurangi” (QS. Thaha [20]: 112). Ini berbeda dengan orang musyrik dan kafir, dia tidak dapat apapun dari amal shalih yang dia kerjakan. Juga firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala : “Dan siapa yang melakukan amal shalih, sedang dia itu mukmin, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya dan sesungguhnya Kami tuliskan bagi dia apa yang dia lakukan” (QS. Al Anbiya [21]: 94). Semua ayat mengisyaratkan iman untuk diterimanya amal shalih. Jadi, kemanakah amalan-amalan yang mereka lakukan? Maka jawabannya ; hilang, sirna lagi sia-sia, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala : “Sungguh, bila kamu berbuat syirik maka hapuslah amalanmu, dan sungguh kamu tergolong orang-orang yang rugi” (QS. Az Zumar [39]: 65)
Amalan-amalan yang banyak itu hilang sia-sia dengan satu kali saja berbuat syirik, maka apa gerangan apabila orang tersebut terus-menerus berjalan di atas kemusyrikan, padahal ayat ini ancaman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mungkin berbuat syirik. Dan begitu juga para nabi semuanya diancam dengan ancaman yang sama. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Dan bila mereka berbuat syirik, maka lenyaplah dari mereka apa yang pernah mereka amalkan” (QS. Al An’am [6]: 88).
Ya, lenyap bagaikan debu yang disapu angin topan, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka (orang-orang musyrik/ kafir) adalah bagaikan debu yang diterpa oleh angin kencang di hari yang penuh badai” (QS. Ibrahim [14]: 18)
Dalam ayat ini Allah serupakan amalan orang-orang kafir dengan debu, dan kekafiran/kemusyrikan diserupakan dengan angin topan. Apa jadinya bila debu diterpa angin topan…? tentu lenyaplah debu itu.
Allah juga mengibaratkan amalan orang kafir itu dengan fatamorgana :
“Dan orang-orang kafir amalan mereka itu bagaikan fatamorgana di tanah lapang, yang dikira air oleh orang yang dahaga, sehingga tatkala dia mendatanginya ternyata dia tidak mendapatkan apa-apa, justeru dia mendapatkan (ketetapan) Allah disana kemudian Dia menyempurnakan penghisaban-Nya” (QS. An Nur [24]: 39)
Orang yang musyrik di saat dia melakukan shalat, zakat, shaum, dan sebagainya, mengira bahwa di sisi Allah pahalanya banyak, tapi ternyata saat dibangkitkan dia tidak mendapatkan apa-apa melainkan adzab!. Dalam ayat lain amalan-amalan mereka itu bagaikan debu yang bertaburan : “Dan Kami hadapkan apa yang telah mereka kerjakan berupa amalan, kemudian Kami jadikannya debu yang bertaburan” (QS. Al Furqan [25]: 23). Sungguh… sangatlah dia merugi sebagaimana dalam ayat lain : “Katakanlah, “Apakah kalian mau kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling rugi amalannya, yaitu orang-orang yang sia-sia amalannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka melakukan perbuatan baik?” (QS. Al Kahfi [18]: 103-104)
Ya, memang mereka rugi karena mereka lelah, capek, letih, berusaha keras, serta berjuang untuk amal kebaikan, tapi ternyata tidak mendapat apa-apa karena tidak bertauhid. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Dia beramal lagi lelah, dia masuk neraka yang sangat panas” (QS. Al Ghasyyiah [88]: 3-4).
Ini (tauhid) adalah syarat paling mendasar yang jarang diperhatikan oleh banyak orang. Masih ada dua syarat lagi yang berkaitan dengan satuan amalan, yaitu ikhlash dan mutaba’ah. Dan berikut ini adalah penjelasan ringkasnya:
1. Ikhlash
Orang yang melakukan amal shaleh akan tetapi tidak ikhlas, namun justeru dia ingin dilihat orang atau ingin didengar orang, maka amalan-amalan itu tidak diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya : “Siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia beramal shalih dan tidak menyekutukan sesuatupun dalam ibadah kepada Tuhannya” (QS. Al Kahfi [18]: 110). Ayat ini berkenaan dengan ikhlas, jadi orang yang saat melakukan amal shalih dan dia bertujuan kepada yang lain di samping kepada Allah, maka ia itu tidak ikhlas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsiy: “Bahwa Allah berfirman: “Aku adalah yang paling tidak butuh akan sekutu, siapa yang melakukan amalan dimana dia menyekutukan yang lain bersamaKu dalam amalan itu, maka Aku tinggalkan dia dengan penyekutuannya” (HR. Muslim)
2. Mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Rasul)
Amal ibadah meskipun dilakukan dengan ikhlash akan tetapi jika tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka pasti ditolak. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka itu tertolak” (HR. Muslim)
Wallahu 'alam. Semoga bermanfaat.
“Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedangkan dia mukmin, maka mereka masuk surga seraya mereka diberi rizqi di dalamnya tanpa perhitungan” (QS. Ghafir/Al Mukmin [40]: 40)
Di dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan pahala masuk surga bagi orang yang beramal shalih dengan syarat bahwa dia mukmin dan tidak menyekutukan Allah Yang Maha Agung atas segala sesuatu. Allah Swt berfirman : “Dan siapa yang melakukan amal-amal shalih sedang dia itu mukmin, maka dia tidak takut dizhalimi dan tidak pula takut akan dikurangi” (QS. Thaha [20]: 112). Ini berbeda dengan orang musyrik dan kafir, dia tidak dapat apapun dari amal shalih yang dia kerjakan. Juga firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala : “Dan siapa yang melakukan amal shalih, sedang dia itu mukmin, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya dan sesungguhnya Kami tuliskan bagi dia apa yang dia lakukan” (QS. Al Anbiya [21]: 94). Semua ayat mengisyaratkan iman untuk diterimanya amal shalih. Jadi, kemanakah amalan-amalan yang mereka lakukan? Maka jawabannya ; hilang, sirna lagi sia-sia, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala : “Sungguh, bila kamu berbuat syirik maka hapuslah amalanmu, dan sungguh kamu tergolong orang-orang yang rugi” (QS. Az Zumar [39]: 65)
Amalan-amalan yang banyak itu hilang sia-sia dengan satu kali saja berbuat syirik, maka apa gerangan apabila orang tersebut terus-menerus berjalan di atas kemusyrikan, padahal ayat ini ancaman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak mungkin berbuat syirik. Dan begitu juga para nabi semuanya diancam dengan ancaman yang sama. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Dan bila mereka berbuat syirik, maka lenyaplah dari mereka apa yang pernah mereka amalkan” (QS. Al An’am [6]: 88).
Ya, lenyap bagaikan debu yang disapu angin topan, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta’ala :
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka (orang-orang musyrik/ kafir) adalah bagaikan debu yang diterpa oleh angin kencang di hari yang penuh badai” (QS. Ibrahim [14]: 18)
Dalam ayat ini Allah serupakan amalan orang-orang kafir dengan debu, dan kekafiran/kemusyrikan diserupakan dengan angin topan. Apa jadinya bila debu diterpa angin topan…? tentu lenyaplah debu itu.
Allah juga mengibaratkan amalan orang kafir itu dengan fatamorgana :
“Dan orang-orang kafir amalan mereka itu bagaikan fatamorgana di tanah lapang, yang dikira air oleh orang yang dahaga, sehingga tatkala dia mendatanginya ternyata dia tidak mendapatkan apa-apa, justeru dia mendapatkan (ketetapan) Allah disana kemudian Dia menyempurnakan penghisaban-Nya” (QS. An Nur [24]: 39)
Orang yang musyrik di saat dia melakukan shalat, zakat, shaum, dan sebagainya, mengira bahwa di sisi Allah pahalanya banyak, tapi ternyata saat dibangkitkan dia tidak mendapatkan apa-apa melainkan adzab!. Dalam ayat lain amalan-amalan mereka itu bagaikan debu yang bertaburan : “Dan Kami hadapkan apa yang telah mereka kerjakan berupa amalan, kemudian Kami jadikannya debu yang bertaburan” (QS. Al Furqan [25]: 23). Sungguh… sangatlah dia merugi sebagaimana dalam ayat lain : “Katakanlah, “Apakah kalian mau kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling rugi amalannya, yaitu orang-orang yang sia-sia amalannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka melakukan perbuatan baik?” (QS. Al Kahfi [18]: 103-104)
Ya, memang mereka rugi karena mereka lelah, capek, letih, berusaha keras, serta berjuang untuk amal kebaikan, tapi ternyata tidak mendapat apa-apa karena tidak bertauhid. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : “Dia beramal lagi lelah, dia masuk neraka yang sangat panas” (QS. Al Ghasyyiah [88]: 3-4).
Ini (tauhid) adalah syarat paling mendasar yang jarang diperhatikan oleh banyak orang. Masih ada dua syarat lagi yang berkaitan dengan satuan amalan, yaitu ikhlash dan mutaba’ah. Dan berikut ini adalah penjelasan ringkasnya:
1. Ikhlash
Orang yang melakukan amal shaleh akan tetapi tidak ikhlas, namun justeru dia ingin dilihat orang atau ingin didengar orang, maka amalan-amalan itu tidak diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya : “Siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia beramal shalih dan tidak menyekutukan sesuatupun dalam ibadah kepada Tuhannya” (QS. Al Kahfi [18]: 110). Ayat ini berkenaan dengan ikhlas, jadi orang yang saat melakukan amal shalih dan dia bertujuan kepada yang lain di samping kepada Allah, maka ia itu tidak ikhlas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsiy: “Bahwa Allah berfirman: “Aku adalah yang paling tidak butuh akan sekutu, siapa yang melakukan amalan dimana dia menyekutukan yang lain bersamaKu dalam amalan itu, maka Aku tinggalkan dia dengan penyekutuannya” (HR. Muslim)
2. Mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Rasul)
Amal ibadah meskipun dilakukan dengan ikhlash akan tetapi jika tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka pasti ditolak. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka itu tertolak” (HR. Muslim)
Wallahu 'alam. Semoga bermanfaat.
Semoga diri dan hati kita terpelihara dari syirik/menyekutukan Allah Swt, dalam seluruh amalan ibadah kita. Sehingga diri kita selalu diliputi qalbu yang ikhlas, keimanan dan tauhid yang mantap serta mengharap RidloNya Allah Swt, seraya memohon keselamatan baik di dunia maupun di akhirat kelak.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !