Headlines News :
Home » » Gejala Baru, Calon Pemimpin Independent ?

Gejala Baru, Calon Pemimpin Independent ?

Written By Unknown on Minggu, 10 Februari 2013 | 00.48





Assalamualaikum Wr Wb.
Bissmillahirromanirrohim,

Saudaraku, marilah kita senantiasan bersyukur atas nikmat dan anugrah iman, Islam dan iksan diberikan Rabby terus kita pelihara dan pupuk agar subur menjadikan kita semua pilahan Allah, kelak di sisi-Nya, amin.

Selawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW kepada keluarga, sahabat dan umatnya sampai kepada kita telah memberikan penerangan jalan pembeda antara hak dan batil, semoga kita semua tetap istiqomah. Amin...

Saudaraku, pada kesempatan ini ingin sekali  menumpahkan segala unek-unek fenomena/gejala  belakangan ini menjadi tanda tanya besar terkait dengan acara perhelatan akbar berupa pemilihan walikota/bupati (Pilbup/Pilwakot) mulai menggeliat klaim berasal dari independent alias tanpa partai. 

Hal ini menujukkan trend mundur dalam sebuah kepartaian sebagai salah satu syarat utama dalam menggung/mencalonkan diri menjadi walikota/bupati menggunakan perahu bernama partai sesuai standar tertentu. Konon, setiap partai terutama berbasis agama menetapkan miliaran rupiah bagi berminat untuk mencalonkan walikota/bupati dengan dalih sebagai mahar/mas kawin dalam sebuah perkawinan.

Mungkin besaran nilai bernama mahar dalam sebuah perahu sebagai gerbong untuk bisa dalam  pencalonan ini  penyebab dari keberatan sejumlah calon pemimpin kota/ kabupaten berfikir panjang. Ditambah dengan sejumlah partai berbasis nasional/kebangsaan semakin meroket apalagi partai berbasis nasional ini telah memenuhi persyaratan tertentu bisa mencalonkan walikota/bupati tanpa koalisi dengan partai lainnya.

Oleh karena itu, trend pencalonan berasal dari independent mulai mengemuka terutama di wilayah Kota Bogor antara lain, Bambang Gunawan (mantan Sekda Kota Bogor),  Dody Rosadi (Mantan Sekda Kota Bogor) Syaiful Muslihat (mantan Kadis Kota Bogor) Edgar Suratman (masih aktif di Pmkot Bogor), Johan Gaus (masih aktif PNS) dan Asep Firdaus (kini masih aktif di humas Pemkot Bogor) konon sebagian besar pencalonan adalah independent.

Entah ini trik tertentu, atau bagaimana tapi yang jelas keberadaan mereka kini masih dalam pencalonan secara sembunyi-bunyi masih mendeklair independent. Apakah kemudian setelah mereka mempunyai daya pikat kepada rakyat Kota Bogor sejumlah figur "namanya laku dijual kemudian dirilik partai " sudah barang tentu nilai figur laku dijual dimata pemilik partai akan menurunkan tarif maharnya.

Islam sendiri sudah memberikan petunjuk dengan jelas mengenai bagaimana mencari dan memilih pemimpin, baik melalui ayat-ayat  Al Quran maupun hadis-hadis Rasululloh SAW.

 
Pemimpin adalah orang yang akan membawa kita kepada arah yang lebih baik dibanding kondisi saat ini. Kepemimpinan (ke-khalifah-an) dalam Islam sangatlah penting melihat posisi itu lebih dari sekedar tugas dan tanggung jawab, melainkan sebagai amanah yang harus diemban sebaik-baiknya. Itu sebabnya, pemimpin (imam) semacam itu harus “dicari” melalui sebuah proses pemilihan umum yang jujur, adil dan demokratis
disertai hati yang tulus tanpa usur paksaan apalagi politik uang (money politics).


Berkenaan dengan kriteria kepemimpinan itu, alangkah baiknya kita merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber dari segala sumber hukum Ummat Islam. Terdapat beberapa istilah dalam Al-Qur,an yang menunjuk kepada pengertian pemimpin, diantaranya: Khalifah, Imam dan Ra’in. Tiga konsep tersebut merupakan satu kesatuan yang padu tak dapat dipisahkan dan seharusnya ada dan tercermin
pada seriap diri pemimpin mendatang.

 


Kriteria seorang pemimpin menurut (Imam Nur Suharno, Republika 24 April 2009), terdiri dari:
1. Yang pandai menjaga (hafidzun) :
a. Seorang pemimpin harus pandai menjaga hubungan dengan Allah swt.
b. Mampu menghadirkan Allah SWT dalam setiap aktivitas dan perilakuknya
c. Bekerja dengan kerja amanah , jujur, memiliki integritas, komitmen terhadap
bangsa dan negara. Tidak terjatuh dalam perilaku yang negatif : KKN misalnya
( Bila dirangkum ,kurang lebih memiliki SQ dan EQ)

2. Berpengetahuan (IQ).

Seorang pemimpin harus memiliki dan menguasai beragam disiplin ilmu untuk menunjang keberhasilan kepemimpinannya. Diantaranya, ilmu agama, manajerial, leadership, ketatanegaraan, pengetahuan tentang kompleksitas problematika masyarakat , dan ilmu lainnya ygmenunjang untuk kesuksesan dan keberhasilan kepemimpinanya. Dengan dmkn diharapkan seseorang dapat memimpin secara professional, sehingga kebijakan yang dibuatnya akan berorientasi pada kemaslahatan rakyat yang dipimpinnya. Sifat ini hanya terwujud pada diri seorang pemimpin yg mempunyai kecerdasan intelektual.

Ke-Khalifah-an : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat. “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi…” (Q.S Al-Baqarah/2: 30). Ayat ini menjelaskan kriteria utama pemimpin adalah kesadarannya akan peran dan fungsinya sebagai khalifah atau wakil Allah. Ini berarti, ketika sang pemimpin bekerja menjalankan amanahnya melayani dan membenahi masyarakat di disertai visi dan misi ke-Illahiyahan (Ketuhanan) dalam bentuk berbagai macam kegiatan dalam rangka membentuk masyarakat muslim yang cerdas dan intelektual. Dengan demikian, dia akan memiliki legitimasi kepemimpinan yang sangat kuat serta ditambah dengan visi misi yang tajam dan kemampuannya dalam menjelaskan konsep-konsep Islam dan solusi untuk perbaikan di masyarakat yang lebih baik sehingga membuat keunggulan itu semakin mendapatkan pengakuan dari khalayak umum sebagaimana para malaikat memberikan pengakuan kepada Nabi Adam a.s (QS. Al-Baqarah/2: 30-34)

1. Pemimpin harus berperan sebagai Imam, pertama-tama haruslah menjadi panutan masyarakat yang dipimpin. Sebagaimana Nabi Ibrahim a.s telah menjadi tauladan dalam hal keta’atan, kehanifan, ke-tauhid-an dan kemuliaan akhlaknya, mensyukuri nikmat Allah SWT. “Sungguh, Ibrahim adalah Imam (Pemimpin) yang dapat dijadikan teladan, patuh kepada Allah SWT dan hanif . Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik
(mempersekutukan Allah).(Q.S An-Nahl/16: 120)


Peran dan fungsi ke-Imam-an dari seorang pemimpin, secara konkrit dapat dilihat pada imam sholat. Kriteria Imam sholat ialah lebih berilmu atau lebih fasih bacaannya. Begitu selektifnya, mengingat beratnya tanggung jawabnya seorang imam maka harus yang “tafaqquh fid-din”, yaitu orang yang memahami, mamaknai dan mendalami agama. Sehingga tidak menjadikan posisi Imam sebagai ajang perebutan kekuasaan. Menunjuk
Imam dengan tulus dan ma’mum pun menerima posisi mereka dengan rela hati serta ikhlas.


2. Imam harus mau dikoreksi,karena imam tidak sunyi dari koreksi ma’mum bilamana ia lupa atau salah maka bersedia diingatkan. Oleh karena itu jika kita melaksanakan sholat tepat dibelakang posisi imam biasanya didampingi orang yang mempunyai keilmuan yang tinggi pula dibelakangnya agar dapat mengingatkan apabila terjadi kesalahan gerakan dan bacaan. Dan biasanya posisi shaff pertama diisi oleh orang-orang baik yang mempunyai pemahaman Islam karena mereka bertanggung jawab pula untuk mengawal dan mengikuti proses sholat agar berjalan dengan baik. Bahkan ketika imam berada dalam situasi yang menyebabkan wudhunya batal, imam dengan legowo mundur dan digantikan oleh ma’mum yang lain. Ini mengidikasikan bahwa pemimpin harus dekat kepada para ulama dan ustadz disekelilingnya sehingga kelak memiliki integritas, moralitas dan kejujuran yang tinggi.


3. Sebagai penggembala (Ra’in-an) : Ra’in berasal dari kata Ra’a-yara-Ra’yan, yang bermakna pengembala. Rasulullah SAW dalam sebuah hadist menggunakan kata ini untuk menunjukan fungsi pemimpin. “Setiap kamu adalah pengembala dan setiap kamu akan diminta pertanggung jawabannya. Seorang pemimpin adalah pengembala bagi rakyatnya, maka ia akan ditanya tentang apa yang digembalakannya”(HR. Ahmad)
Pada fungsi ke-Ra’in-annya, dituntut dari seorang pemimpin kemampuannya untuk membenahi sistem pemerintahan yang lebih baik dan mengarahkan rakyatnya menuju perbaikan Ummat. 

Seorang leader yang berpengalaman dalam memimpin anak buahnya dan memahami prinsip-prinsip leadership karena kelak akan bertanggung jawab terhadap nasib rakyatnya. Ia juga adalah orang yang mengerti betul kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat yang bersifat kekinian dan berorientasi masa depan yang lebih baik serta selalu ber-empati (peduli) terhadap masyarakat tertindas (termarjinal). Untuk itu, ia harus merakyat berada di tengah-tengah rakyatnya sehingga tahu dan mengerti betul apa yang diinginkan rakyatnya.  

Adapun jika sesuai model kepemimpinan yang dimiliki para Nabi dan Rasul, terdiri dari; siddiq, amanah, tabligh dan fathanah adalah sebuah sifat dan karakter terbaik untuk dijadikan tauladan dalam mengembangkan potensi kepemimpinan individu maupun kelompok.

Siddiq, secara etimologis berarti benar, jujur, apa adanya, dan tidak menyembunyikan sesuatu. Ia merupakan lawan kata dari dusta. Dalam konteks yang berbeda, siddiq juga diartikan sebagai suatu yang haq. Siddiq terbagi dalam tiga kategori; (1) siddiq dalam perkataan, (2) siddiq dalam sikap, dan (3) siddiq dalam perbuatan.

Dalam kehidupannya para Nabi dan Rasul senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kejujuran. Terhindar dari perkataan, sikap dan perbuatan tidak terpuji, seperti berbohong dan berdusta. Sebagai pemimpin spritual, disamping juga kepala negara dan public figure, Nabi Muhammad SAW semenjak kecil sudah memposisikan diri dengan sikap dan prilaku yang siddiq. Disamping atas kehendak Allah, juga karena kepribadiannya yang mulia lagi agung. Sehingga oleh masyarakat Qurasy diberi gelar al-Amin (terpercaya).

Amanah, secara etimologis berarti kejujuran, kepercayaan, titipan dan terkadang diartikan juga dengan keadaan aman. Amanah dibagi dua; amanah dari Allah kepada manusia dan amanah manusia kepada manusia (QS.Al-Ahdzab:72). Amanah yang pertama berupa kemampuan berlaku adil dan tugas-tugas keagamaan, sedangkan amanah bentuk kedua adalah mewakilkan kepada orang lain untuk memelihara hak-haknya.Taba’ taba’iy dalam kitab tafsirnya al-Mizan mengartikan amanah sesuatu yang dipercayakan Allah kepada manusia untuk memeliharanya demi kemaslahatan, kemudian amanat itu dikembalikan pada Allah sebagaimana yang dikehendakinya. Bagi Rasulullah kepemimpinan adalah amanah yang pertanggungjawabannya tidak hanya kepada sesamanya namun juga kepada Allah SWT. Sebagai seorang pemimpin agama, pemimpin negara dan pemimpin umat, Muhammad Rasulallah telah menunjukkan
kapasitas pribadinya yang amanah.
 


Tabligh, menurut bahasa artinya menyampaikan, mengutarakan, memberi atau mengeluarkan sesuatu kepada orang lain. Diperluas lagi juga dapat diartikan sebagai suatu ajakan atau dakwah. Karena tugas Nabi dan Rasul adalah menyampaikan risalah dan firman Allah kepada umat manusia.Risalah yang disampaikan kepada kaumnya dan atau untuk universalitas umat manusia berisi tentang perintah dan larangan. Tak berhak baginya menambah atau mengurangi. Allah memerintahkan padanya untuk menegakkan yang makruf dan
mencegah yang mungkar serta berlaku bijaksana dalam kedua urusan tersebut, (QS. Ali Imran: 110 dan QS. Al-Nahl:90). 


Kepemimpinan erat kaitannya dengan tugas dan tanggungjawab untuk menyampaikan
sesuatu kepada umat yang dipimpinnya. Hukum dan aturan yang dibuat Allah dan diperuntukkan pada umat manusia adalah tugas mulia yang harus disampaikan para Nabi dan Rasul kepada kaumnya agar terwujud suatu tatanan kehidupan yang bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Disamping memang karena kehendak
Allah, para Nabi dan Rasul tersebut telah menjalankan tugas dengan seindah-indahnya dan sebaik-baiknya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam sifat siddiq,amanah, tabligh dan fathanah memiliki kekuatan yang dahsyat dan luar biasa. 

Keempatnya adalah satu kesatuan yang sinergis dan saling melengkapi. Variabel dari sifat-sifat tersebut sudah teruji kesuksesan dan keberhasilannya. Sebagaimana sukses dan berhasilnya para Nabi dan Rasul. Karakter kepemimpinan sebagaimana yang ada pada Nabi dan Rasul sudah terbukti keberhasilannya. Tugas kita sekarang hanya tinggal mengembangkan karakter kepemimpinan tersebut agar lebih adpatif dan up to date dengan perkembangan zaman dan waktu. Oleh karenanya kita sebagai hamba Allah SWT dan sebagai umat Rasulullah SAW seharusnya mempunyai sifat-sifat seperti ini jika menjadi pemimpin. Pemimpin bukan hanya dalam lingkup besar tetapi juga untuk lingkup terkecil, misalnya di dalam sebuah rumah tangga. Karena kita semua adalah sebagai Khalifah atas apapun tugas dan tanggung jawab kita…
Semoga bermanfaat untuk mencari pemimpin  

Wassalam, 

Semoga kita semua menjadi pemimpin minimal kelurga beramanah, amin.













Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Template | Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Dakwah DKM MASJID AT' TAQWA - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Zack Template