Headlines News :
Home » » Berbagai Materi Kotban Jum'atan

Berbagai Materi Kotban Jum'atan

Written By Unknown on Senin, 10 Maret 2014 | 02.35






Bismilahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.

Saudaraku se Iman dimanapun berada, marilah terus mengucapk syukur Alhamdulillah Hirabbil Alamin, atas berbagai rammat, nikmat berupa orang-oang digolongkan  mendapat hidayah keimanan, ketaqwaan dan ibadah untuk terus istiqomah menjalankan. Semoga semua amal-amalan ibadah yang kita laksnakan diterima oleh Allah SWT, amin.

Selawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda alam Rasullulah SAW, kepada keluarga, sahabat, umatnya dan termasuk kita semua kelak semoga mendapatkan syafaatnya dari-Nya, amin.

Saudaraku rahimakumullah, sengaja pada kesempatan ini kami menyampaikan berbagai kumpulan kotbah dari berbagai referensi  untuk melaksanakan ibadah saat menjadi pengotbah  bagi masjid-masjid yang kita cintai ini.

Namun perlu mengetahui tentang hukum berbicara saat kotban adalah sebagai berikut   

Hukum Berbicara Ketika Khutbah Jum’at
 

Dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela) ” (HR. Muslim no. 857)
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَاراً وَالَّذِى يَقُولُ لَهُ أَنْصِتْ لَيْسَ لَهُ جُمُعَةٌ
“Barangsiapa yang berbicara pada saat imam khutbah Jum’at, maka ia seperti keledai yang memikul lembaran-lembaran (artinya: ibadahnya sia-sia, tidak ada manfaat, pen). Siapa yang diperintahkan untuk diam (lalu tidak diam), maka tidak ada Jum’at baginya (artinya: ibadah Jum’atnya tidak sempurna, pen).” (HR. Ahmad 1: 230. Hadits ini dho’if kata Syaikh Al Albani)
Dari Salman Al Farisi, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ ، فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ، ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى
“Apabila seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak dan harum-haruman dari rumahnya kemudian ia keluar rumah, lantas ia tidak memisahkan di antara dua orang, kemudian ia mengerjakan shalat yang diwajibkan, dan ketika imam berkhutbah, ia pun diam, maka ia akan mendapatkan ampunan antara Jum’at yang satu dan Jum’at lainnya.” (HR. Bukhari no. 883)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ . وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
“Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.”(HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851).

Kalam Ulama
An Nadhr bin Syumail berkata, “Laghowta bermakna luput dari pahala.” Ada pula ulama yang berpendapat, maksudnya adalah tidak mendapatkan keutamaan ibadah jum’at. Ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud adalah ibadah jum’atnya menjadi shalat Zhuhur biasa (Lihat Fathul Bari, 2: 414).
Ibnu Battol berkata, “Para ulama yang biasa memberi fatwa menyatakan wajibnya diam kala khutbah Jum’at.” (Syarh Al Bukhari, 4: 138, Asy Syamilah)
Yang dimaksudkan “tidak ada jum’at baginya” adalah tidak ada pahala sempurna seperti yang didapatkan oleh orang yang diam. Karena para fuqoha bersepakat bahwa shalat Jum’at orang yang berbicara itu sah, dan tidak perlu diganti dengan Zhuhur empat raka’at. (Lihat penjelasan Ibnu Battol dalam Syarh Al Bukhari, 4: 138, Asy Syamilah)
“Ngobrol” Ketika Imam Berkhutbah, Haram ataukah Makruh?
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan larangan berbicara dengan berbagai macam bentuknya ketika imam berkhutbah. Begitu juga dengan perkataan untuk menyuruh orang diam, padahal asalnya ingin melakukan amar ma’ruf (memerintahkan kebaikan), itu pun tetap disebut ‘laghwu’ (perkataan yang sia-sia). Jika seperti itu saja demikian, maka perkataan yang lainnya tentu jelas terlarang. Jika kita ingin beramar ma’ruf kala itu, maka cukuplah sambil diam dengan berisyarat yang membuat orang lain paham. Jika tidak bisa dipahami, cukup dengan sedikit perkataan dan tidak boleh lebih dari itu.
Mengenai hukum berbicara di sini apakah haram ataukah makruh, para ulama berbeda pendapat. Imam Syafi’i memiliki dua pendapat dalam hal ini. Al Qadhi berkata bahwa Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i serta kebanyakan berpendapat wajibnya diam saat khutbah. …
Dalam hadits disebutkan, “Ketika imam berkhutbah”. Ini menunjukkan bahwa wajibnya diam dan larangan berbicara adalah ketika imam berkhutbah saja. Inilah pendapat madzhab Syafi’i, Imam Malik dan mayoritas ulama. Berbeda dengan Abu Hanifah yang menyatakan wajib diam sampai imam keluar.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 138-139)
Memperingatkan Orang Lain Saat Khutbah Cukup dengan Isyarat
Sebagaimana kata Imam Nawawi rahimahullah di atas, “Jika kita ingin beramar ma’ruf kala itu, maka cukuplah sambil diam dengan berisyarat yang membuat orang lain paham. Jika tidak bisa dipahami, cukup dengan sedikit perkataan dan tidak boleh lebih dari itu.”
Pernyataan di atas didukung dengan hadits Anas bin Malik. Ia berkata, “Tatkala Rasulullahh shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar, berdirilah seseorang dan bertanya, “Kapan hari kiamat terjadi, wahai Nabi Allah?”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diam, tidak mau menjawab. Para sahabat lalu berisyarat pada orang tadi untuk duduk, namun ia enggan.” (HR. Bukhari no. 6167, Ibnul Mundzir no. 1807, dan Ibnu Khuzaimah no. 1796).  Hadits ini menunjukkan bahwa para sahabat melakukan amar ma’ruf ketika imam berkhutbah hanya dengan isyarat.
Menjawab Salam Orang Lain Saat Khutbah
Termasuk dalam larangan adalah menjawab salam orang lain ketika imam berkhutbah. Balasannya cukup dengan isyarat (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 589)
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz berkata, “Menjawab salam saat khutbah tidaklah diperintahkan. Bahkan kita hendaknya shalat tahiyyatul masjid, duduk dan tidak mengucapkan salam pada yang lain hingga selesai khutbah. Jika ada yang memberi salam padamu, maka cukuplah balas dengan isyarat sebagaimana halnya jika engkau diberi salam ketika shalat, yaitu membalasnya cukup dengan isyarat. … Jika ada di antara saudaranya yang memberi salam sedangkan saat itu imam sedang berkhutbah, maka balaslah salamnya dengan isyarat, bisa dengan tangan atau kepalanya. Itu sudah cukup, alhamdulillah.” (Jawaban pertanyaan di website resmi Syaikh Ibnu Baz di sini)
Menjawab Salam Khotib
Jika imam mengucapkan salam ketika ia naik mimbar, hukum menjawabnya adalah fardhu kifayah (artinya: jika sebagian sudah mengucapkan, yang lain gugur kewajibannya).
Dalam kitab Al Inshof (4: 56, Asy Syamilah), salah satu kitab fikih madzhab Hambali disebutkan,
رَدُّ هَذَا السَّلَامِ وَكُلِّ سَلَامٍ مَشْرُوعٍ فَرْضُ كِفَايَةٍ عَلَى الْجَمَاعَةِ الْمُسَلَّمِ عَلَيْهِمْ
“Menjawab salam imam (ketika ia masuk dan menghadap jama’ah) dan juga menjawab setiap salam adalah sesuatu yang diperintahkan dan hukumnya fardhu kifayah bagi para jama’ah kaum muslimin.”
Jika menjawab salam kala itu diperintahkan, maka jawabannya pun dengan suara jaher, dengan suara yang didengar oleh imam. Mula ‘Ali Al Qori berkata,
أن رد السلام من غير إسماع لا يقوم مقام الفرض
“Menjawab salam dan tidak terdengar (di telinga orang yang memberi salam), itu belum menggugurkan kewajiban.” (Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobil, 13: 6, Asy Syamilah)
Menjawab Kumandang Adzan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ
“Jika kalian mendengar kumandang adzan dari muadzin, maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan.” (HR. Muslim no. 384).
Dalam Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berkata, “Jika imam telah  memberi salam kepada jama’ah, ia disunnahkan duduk hingga selesai kumandang adzan. Ketika itu, hendaklah menjawab seruan muadzin (dengan mengucapkan yang semisal) karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar seruan muadzin, maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan.” Hadits ini adalah umum. Jika imam berada di mimbar, hendaklah ia menjawab adzan, begitu pula makmum. Hendaklah mereka mengucapkan seperti yang diucapkan muadzin kecuali pada lafazh ‘hayya ‘alash sholaah’ dan ‘hayya ‘alal falaah’, hendaklah mereka ucapkan ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’.”
Adapun menjawab adzan kala itu, cukup dengan suara lirih sebagaimana asal do’a dan dzikir adalah demikian. Allah Ta’ala berfirman,
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْل
“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara.” (QS. Al A’rof: 205)
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’rof: 55)
Menjawab Shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari ‘Ali bin Abi Tholib, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
اَلْبَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
“Orang pelit itu adalah orang yang ketika disebut namaku ia enggan bershalawat” (HR. Tirmidzi no. 3546 dan Ahmad 1: 201. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih).
Dalam Asnal Matholib salah satu fikih Syafi’iyah disebutkan, “Bagi yang mendengar khotib bershalawat, hendaklah ia mengeraskan suaranya ketika membalas shalawat tersebut.” Ulama Syafi’iyah lainnya menyatakan sunnah untuk diam dan tidak wajib menjawab shalawat.
Ulama Hambali menyatakan bolehnya menjawab shalawat ketika diucapkan, namun jawabnya dengan suara sirr (lirih) sebagaimana do’a.
Intinya, ada dua dalil dalam masalah ini yaitu dalil yang memerintahkan untuk menjawab shalawat dan dalil yang memerintahkan untuk diam saat imam berkhutbah. Jika kita kompromikan dua dalil tersebut, yang lebih afdhol adalah menjawab shalawat dengan suara sirr (lirih). (Lihat bahasan islamweb.net)
Menjawab Orang yang Bersin
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin ditanya, “Apa hukum menjawab salam dan menjawab bersin saat khutbah Jum’at? Apa juga hukum menyodorkan tangan pada orang yang ingin bersalaman ketika imam berkhutbah?”
Jawaban beliau rahimahullah, “Menjawab salam orang lain dan menjawab bersin saat imam berkhutbah tidak diperbolehkan, karena hal itu termasuk berbicara yang terlarang dan hukumnya haram. Karena seorang muslim (yaitu jama’ah) tidaklah diperintahkan untuk mengucapkan salam kala itu. Dikarenakan salamnya tidak diperintahkan, maka demikian pula dengan balasannya.
Orang yang bersin pun tidak diperintahkan mengeraskan bacaan ‘alhamdulillah’ tatkala imam berkhutbah. Oleh karenanya, ucapannya tidak perlu dibalas dengan ucapan ‘yarhamukallah’.
Sedangkan menyamput jabatan tangan orang yang ingin bersalaman, sebaiknya tidak dilakukan karena termasuk membuat lalai. Kecuali jika dikhawatirkan terdapat mafsadat, maka ketika itu tidaklah mengapa menyambut sodoran tangannya, akan tetapi tidak boleh ditambah dengan obrolan. Dan jelaskan padanya setelah shalat bahwa pembicaraan saat khutbah itu haram. (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 16: 94, Asy Syamilah)
Berbicara dengan Khotib
Berbicara dengan khotib saat khutbah diperbolehkan jika ada hajat, baik ketika khotib memulai pembicaraan atau memulai bertanya, atau ketika menjawab pembicaraannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, ia berkata,
أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِىٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، هَلَكَتِ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ
“Ada seorang Arab badui mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan saat itu beliau sedang berkhutbah Jum’at. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, hewan ternak pada binasa …” (HR. Bukhari no. 1029). Arab badui mengucapkan demikian karena hujan tidak kunjung berhenti setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  meminta hujan lewat shalat istisqo’ sehingga hewan-hewan ternak pun mati. Ia meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya berdo’a agar hujan dihentikan.
Begitu pula dalam kisah Sulaik. Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata,
جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِىُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَخْطُبُ فَجَلَسَ فَقَالَ لَهُ « يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا – ثُمَّ قَالَ – إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا ».
“Sulaik Al Ghothofani datang pada hari Jum’at dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Ia masuk dan langsung duduk. Beliau pun berkata pada Sulaik, “Wahai Sulaik, berdirilah dan kerjakan shalat dua raka’at (tahiyyatul masjid), persingkat shalatmu (agar bisa mendengar khutbah, pen).” Lantas beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jum’at dan imam berkhutbah, tetaplah kerjakan shalat sunnah dua raka’at dan persingkatlah.” (HR. Bukhari no. 930 dan Muslim no. 875) (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 589).
Demikian bahasan rumaysho.com tentang berbagai masalah seputar obrolan atau pembicaraan saat imam berkhutbah Jum’at. Intinya, asal obrolan saat khutbah adalah haram kecuali jika ada hajat atau maslahat. Semoga bermanfaat.

Berikut ini kotbah dengan berbagai tema antara lain :

Dosa-dosa Besar Yang Dianggap Biasa

Khutbah Pertama:

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ

وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Ta’ala karena dengan ketakwaan Allah memasukkan seorang hamba ke dalam surge-Nya, mengampuni dosa-dosanya, memberinya jalan keluar dari permasalahan yang hamba itu hadapi, dan memberikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Kaum Muslimin, rahimakumullah

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan kepada para hamba-Nya agama yang sempurna. Barangsiapa berpegang teguh dengan agama ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala terangi hatinya dan didekatkan kepada-Nya. Sebaliknya, barangsiapa menelantarkannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan balasan setimpal. Allah mencintai dan memerintahkan ketaatan serta membenci dan melarang kemaksiatan.

Kemaksiatan jiwa seperti racun bagi raga, diantaranya ada yang menyebabkan pelakunya keluar dari martabat islam; ada juga yang menyebabkan keluar dari islam.

Sebagaimana Allah juga memuliakan para hamba-Nya dengan menganugerahkan pahala yang besar sebagai balasan dari perbuatan kecil maupun ringan, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberikan ancaman dosa yang besar akibat perbuatan yang dilakukan dalam waktu singkat.

Lisan diantara anggota tubuh yang mudah digerakkan dan bisa menghasilkan pahala ataupun dosa dalam waktu singkat. Perbuatan paling buruk yang dilakukan manusia dengan lisannya adalah berdoa kepada selain Allah, dan meminta hajat kepada orang-orang yang sudah mati dan patung-patung. Karena berdoa kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala tergolong perbuatan syirik yang bisa menghapuskan pahala semua amal kebaikan dan menyebabkan kekal dalam neraka, sementara yang diminta juga tak kunjung diraih. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لَا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ

Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang berdoa kepada selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka. (QS. Al-Ahqaf: 5)

Diantara dosa besar yang dilakukan dengan lisan adalah mencela Allah, agama-Nya, dan rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang munaifk,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ .لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ ۚ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (QS. at-Taubah: 65-66)

Barangsiapa yang bergegas melakukan kesyirikan, seperti thawaf di sekitar kuburan, menyembelih untuknya, atau bernadzar untuknya, maka dia terancam tidak diampuni dosanya. Karena pengaruh dosa ini sangat buruk pada aqidah seseorang, maka mengancam dengan tidak memberikan ampunan terhadap pelakunya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa: 48)

Kaum Muslimin, rahimakumullah

Ilmu ghaib disembunyikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala meskipun dari para malaikat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Katakanlah, “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui kapankah mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml: 65)

Oleh karena itu, barangsiapa percaya kepada orang yang mengaku tahu hal yang ghaib seperti para dukun atau orang pintar, berarti dia telah berbuat kufur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَقَه بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barangsiapa mendatangi dukun, lalu mempercayai apa yang dikatakannya maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam .” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Kaum Muslimin, rahimakumullah

Itulah diantara kekufuran yang banyak dilakukan orang dalam waktu singkat tapi dampak negatifnya begitu besar dan berbahaya serta akan terasa dalam waktu yang tidak singkat.

Jika seseorang selamat dari kekufuran, maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena semua itu merupakan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun juga dia harus tetap waspada, karena setan akan terus membujuk dan menjebaknya agar melakukan dosa besar. Setan akan membujuknya agar memberikan kebebasan ke lisannya mengucapkan kata-kata yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Perkataan yang paling keji adalah perkataan yang menodai kehormatan muslim. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang ghibah (menggunjing) dan menyamakannya dengan memakan bangkai saudara yang digunjingnya. Dan pada hari kiamat orang yang menghibahi memiliki kuku panjang terbuat dari tembaga dan dia akan mencakar-cakar wajah dan dadanya sendiri sebagai balasan atas perbuatan buruknya.

Seandainya perkataan orang yang menghibahi dicampur dengan air lautan, pasti dia dapat mencermarinya. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Nabi, “Cukuplah dirimu memuji-muji Shafiyah, sesungguhnya dia itu begini dan begitu” yaitu tubuhnya kecil; lalu Nabi bersabda, “Sungguh kamu telah mengatakan suatu perkataan, jika dicampur dengan air laut pasti dapat mengeruhkannya.” (HR. Abu Dawud)

Para Ulama salaf sangat ketat dalam menjaga lisan dari maksiat ini. Imam Bukhari rahimahullah berkata, “Saya berharap menjumpai Allah dan Dia tidak menghisabku karena aku mengghibahi orang lain.”

Kaum Muslimin, rahimakumullah

Orang yang suka memfitnah orang lain merupakan saudara dekat pelaku ghibah. Hukuman dan adzabnya akan dirasakan sejak ada dalam kubur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

لَا يَدْخُلُ الجَنَّةَ قَتَّاتُ

Tidak masuk surga orang yang suka mengadu domba. (Muttafaqun ‘alaih)

Sebagaimana Islam melarang mengghibahi orang Muslim yaitu mencelanya saat dia tidak ada, Islam juga melarang mencelanya di hadapannya, Rasulullah bersabda:

سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوْقٌ

Mencela Muslim adalah kefasikan (Mutafaqun ‘Alaih)

Beliau juga bersabda:

مَنْ قَالَ لِأَخِيْهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ

“Barangsiapa berkata kepada saudaranya, ‘Wahai kafir maka kekafiran itu bisa kembali kepada salah seorang diantara keduanya, jika perkataannya benar, maka diterima, namun jika salah maka dialah yang kafir.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Dan masih banyak lagi dosa yang dilakukan oleh manusia dengan lisannya, misalnya qodzaf (menuduhkan perbuatan zina kepada orang yang menjaga kehormatan), suka melaknat kaum Muslimin, suka melakukan kebohongan, meminta-minta padahal dia sudah berkecukupan dan lain sebagainya.

Kaum Muslimin, rahimakumullah

Dosa tidak hanya dilakukan dengan lisan, tapi juga anggota tubuh lainnya. Oleh karena itu, jika seorang muslim menjaga lisannya, maka dia juga harus menjaga anggota badannya. Karena ada beberapa perbuatan yang bisa dilaksanakan dalam waktu singkat tapi dosanya besar. diantara yang paling besar adalah membunuh seorang Muslim. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا

“Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa: 93)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اِشْتَرَكُوْا فِي دَمِّ مُؤْمِنٍ لَأَكَّبَهُمُ اللهُ فِي النَّارِ

Seandainya penduduk langit dan bumi berserikat untuk menghabisi nyawa seorang Mukmin, pastilah Allah akan menyeret mereka semua ke dalam neraka. (HR. Tirmidzi)

Kaum Muslimin, rahimakumullah

Dosa besar lainnya adalah zina. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (al-Isra: 32)

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Dosa yang paling besar di sisi Allah adalah syirik, kemudian membunuh, kemudian berzina.” Karena buruknya dosa zina, maka hukuman bagi pelaku zina yang sudah pernah menikah adalah dirajam yaitu ditanam separuh badannya lalu dilempari oleh siapa saja yang melewatinya sampai mati. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita dari perbuatan-perbuatan buruk yang bisa mendatangkan dosa-dosa besar ini.

أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ

Khutbah Kedua:

الحَمْدُ لِلَّهِ وَكَفَى وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى النَّبِيِ المُصْطَفَى وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Kaum Muslimin, rahimakumullah

Disamping dosa-dosa yang telah disebutkan pada khutbah pertama, masih ada lagi dosa-dosa yang berkaitan dengan harta, seperti riba. Riba walaupun sedikit bisa mencemari harta yang banyak dan melenyapkan keberkahan harta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al-Baqarah: 276)

Dampak buruk lain dari riba yaitu Allah melaknat pemakan riba, dan menyatakan perang terhadapnya. Barangsiapa diperangi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti dia akan celaka.

Dosa besar lainnya yang berkaitan dengan harta yaitu mencuri. Perbuatan buruk ini diganjar laknat oleh Allah karena dia telah mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak benar.

Dosa lain yang berkaitan dengan harta yaitu merampas tanah orang lain, meminjam harta dengan niat tidak mengembalikan, melakukan sogok, menghambur-hamburkan harta dan masih banyak lagi yang lainnya.

Itulah diantara dosa-dosa yang sering dilakukan oleh manusia dengan anggota badannya. Untuk melakukannya cukup waktu yang singkat tapi akibat dari perbuatan itu akan dirasakan dalam waktu yang tidak terhitung lamanya. Tidakkah ini membuat hati-hati kita menjadi sadar?

Kewajiban kita adalah menjaga seluruh anggota badan kita agar tidak terjebak dalam perbuatan dosa. Jika misalnya, wal’iyadzubillah sudah terjebak dalam perbuatan dosa, maka hendaklah segera bertaubat dan jangan putus asa. Semoga Allah memahami dosa-dosa itu lalu mendorong organ-organ yang lain untuk menjauhinya.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الفَاتِحِيْنَ.

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعَا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلَا

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ




============
Khutbah Juma’at: Hakikat Taqwa Menurut Sayyidina Ali
-------------------------------------
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah bersama-sama kita saling menasehati akan pentingnya meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt. sesungguhnya ketaqwaan merupakan kunci menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Jama’ah Jum’ah yang Dirahmati Allah

Seringkali kita mendengar istilah taqwa’ begitu seringnya sehingga tidak terpikir oleh kita apakah sejatinya makna taqwa. Seolah-olah ketika telinga kita menangkap kata ‘taqwa’ maka sudah menjadi mafhum bahwa yang dimaksudkan adalah menjalankan berbagai amal shaleh. Padahal tidak selamanya demikian.


Memang, sebagain ulama mempermudah pemahaman taqwa dengan menjelaskan bahwa taqwa adalah ’imtitsalul awamiri waj tinabun nawahi’ mengerjakan segala perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. kalimat sederhana yang terkesan sangat global. Sehingga mudah diingat namun susah dicerna dan dijabarkan, mungkin karena terlalu singkat.

Sayyidina Ali Karromallahu wajhah menerangkan bahwa sejatinya taqwa tidaklah sekedar istitsalul awamir waj tinabun nawahi, tetapi taqwa itu adalah:
الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل والإستعداد ليوم الرحيل

takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar al-Qur’an (at-tanzil) dan menerima (qona’ah) terhadap yang sedikit, dan bersiap-siap menghadapi hari perlihan (hari akhir).
Oleh karenanya dalam kesempatan ini khatib ingin sekali menerangkan makna taqwa sebagaimana diterangkan oleh Sayyidina Ali Karromallahu wajhah yang dikutip dalam kitab al-Manhajus Sawi, oleh al-allamah al-Muhaqqiq al-Habib Zain bin Ibrahim bin Smith.  Sayyidina Ali membeberkan kepada kita makna taqwa yang terbentang dalam empat hal yaitu;
 الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل والقناعة بالقليل والإستعداد ليوم الرحيل

 Bahwa taqwa adalah takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar al-Qur’an (at-tanzil) dan menerima (qona’ah) terhadap yang sedikit, dan bersiap-siap menghadapi hari akhir perlihan (hari akhir).
Jama’ah jum’ah yang berbahagia
Pertama; Al-khaufu minal Jalil artinya bahwa taqwa itu akan menjadikan seseorang merasa takut kepada Allah swt yang memiliki sifat Jalal. Takut melanggar berbagai aturan dan ketentuan-Nya. Sehingga apapun yang akan diperbuatnya selalu dipertimbangkan terlebih dahulu. Tangan tidak akan digunakan untuk memungut benda yang bukan miliknya tanpa izin. Kaki tidak digunakan untuk berjalan ke aarah yang salah, demikian juga mata dan telinga tidak akan difungsikan sebagai alat mendurhakai-Nya.
Maka taqwa dalam bingkai Al-khaufu minal Jalil, lebih bernuansa ‘penghindaran dan pencegahan’ dari pada ‘pelaksanaan’. Karena sesungguhnya ‘ketakutan’ itu akan menyebabkan seseorang enggan melakukan tindak kesalahan. Seperti halnya seorang anak kecil yang takut bermain air hujan karena takut kepada orang tuanya.
Kedua; wal ‘amalu bit tanzil, menghindari sesuatu karena takut kesalahan dalam konsep taqwa tidak lantas menjadikan seseorang tidak berbuat apa-apa, karena hal taqwa juga menuntut tindakan baik yang berdasar pada al-Qur’an yang diturunkan (at-tanzil) sebagai pedoman hidup dan dasar bersyariat bagi kaum muslim.
Maka segala ‘amal orang yang bertaqwa berdasar pada al-Qur’an, dan mereka tidak akan melakukan sesuatu secara serampangan tanpa adanya dalil yang mendasarinya baik al-Qur’an, Hadits, Ijam’ maupun qiyas.
Jama’ah jum’ah yang Dimuliakan Allah
Ketiga;  al-Qana’atu bil Qalil, artinya orang yang bertaqwa akan selalu merasa cukup dengan rizki yang sedikit, sesungguhnya orang yang memiliki rizqi yang sedikit dan merasa cukup dengan rizqi tesebut adalah bukti sekaligus tanda bahwa orang itu dicintai oleh Allah swt. Sebagaimana yang disabdakan rasulullah saw.
إن الله إذا أحب عبدا رزقه كفافا
Bahwa jika Allah mencintai seorang hamba ia akan memberikan rizki yang pas-pasan kepadanya.
Artinya pas-pasan adalah tidak memiliki kelebihan selain untuk menutupi kebutuhan pokoknya, inilah tanda orang taqwa yang dicintai Allah swt. Oleh karena itu dalam kenyataannya tidak seorangpun hamba yang hidup pas-pasan bertindak secara berlebihan, berhura-hura dan doyan belanja. Karena berbagai macam keglamouran hidup itu sangat dibenci oleh Allah swt. menyebabkan manusia melupakan Tuhannya. Itulah bukti hamba itu dicintai oleh Allah.
Berbeda sekali dengan seorang yang memiliki limpahan harta yang berlebih. Maka di kala waktu luang setan akan segera menghampirinya dan membujuk untuk berbuat hura-hura, jalan-jalan berekreasi ke tepi pantai atau santai santai di menikmati keremangan malam atau malah mencari kesibukan diluar pengetahuan pasangannya. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang sepertin ini.
Maka menjadi amat penting memeperhatikan sabda Rasulullah saw selanjutnya yang berbunyi:
طوبى لمن هدي الإسلام وكان رزقه كفافا ورضي به
Beruntung sekali orang (yang mendapatkan petunjuk)Islam, yang mempunyai rizqi pas-pasan dan rela dengan rizqi (yang pas-pasan) itu.
Ridhda atau rela dengan kesedikitan itu menjadi satu sarat tersendiri. Sebagai pertandanya orang tersebut tidak pernah berkeluh-kesah akan keadaanya. Banyak sekali hamba yang merasa cukup dengan rizqi yang diterimanya, saying sekali ia sering keluhan-keluhan. Sesungguhnya hal yang demikian itu mengurangi ketaqwaan.
Dan keempat, al-isti’dadu li yaumir rakhil, adalah bersiap-siap menghadapi hari perpindahan. Perpindahan dari alam dunia ke alam kubur lalu  ea lam akhirat. Artinya segala amal orang yang bertaqwa senantiasa dalam ranga menyiapkan diri akan hadirnya hari kematian. yaitu hari keberangkatan dari alam dunia menuju alam akhirat.
Oleh karena itu ketika Rasulullah ditanya “siapakah manusia yang paling cerdas dan paling mulia di hadapan Allah?” beliau menjawab mereka adalah manusia yang
أكثرهم ذكرا للموت وأشدهم إستعدادا له
Manusia yang paling banyak mengingat kematian dan paling semangat mempersiapka diri menghadapinya.
Ini juga merupakan tuntunan praktis bagi umat muslim meningkatkan ketaqwaannya, yaitu selalu mengingat kematian Karena, seorang yang mengingat kematian ia tidak akan mudah terjerumus dalam kubangan dosa.
Demikianlah khotbah jum’ah kali ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًااَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَىوَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَاَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
=================================
Delapan Wasiat Rosululloh SAW
-----------------------------------------------------
ان الحمد لله الذى أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله. أرسله بشيرا ونذيرا وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا.
أشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له. شهادة اعدها للقائه ذخرأ. واشهد ان محمدا عبده و رسوله. ارفع البرية قدرا. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه وسلم تسليما كثيرا. أما بعد. فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون.
Ma’asyiral Musilimin Rahimakumullah Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah Yang Maha Indah yang ke-indahannya tak pernah menyusut walau dibagi kepada seluruh warga jagad raya. Keindahan inilah yang membuat manusia betah berada di dunia dan enggan meninggalkannya. Semoga kita semua senantiasa diberi kesadaran bahwa keindahan di dunia ini hanyalah sementara. Dan tidak menjadikanya sebagai orientasi dan tujuan dalam hidup ini
 اللهم لا تجعل الدنيا أكبر همي ولا مبلغ علمي
Hadirin Jamaa’ah Jum’ah yang dirahmati AllahPotongan do’a di atas nampaknya sangat relevan dalam kehidupan kita sekarang ini. Do’a pengharapan kepada-Nya agar senantiasa memberikan petunjuk kepada kita, supaya tidak menjadikan dunia se-isinya sebagai cita-cita dalam kehidupan dan orientasi dalam ilmu pengetahuan. Karena cita-cita dan ilmu pengetahuan hendaknya digunakan untuk meniti jalan menuju kepada-Nya, bukan mengabdi kepada dunia.
Namun, realita sungguh berbeda. Kehidupan di sekitar kita akhir-akhir ini menunjukkan arah yang berlawanan. Lihatlah telah muncul istilah Orang Kaya Baru di sekitar kita. Manusia-manusia luar biasa yang dengan bersusah payah dan penuh perjuangan, sampai pada taraf hidup yang menakjubkan. Mereka telah meninggalkan garis kemiskinan untuk beranjak pada tingkat kehidupan dengan penuh kemewahan.
Tidak, khutbah ini tidak untuk membincang mereka atau menyirami penyakit hasud dalam hati, sehingga menjadi lebih subur. Namun, hendak mengingatkan bagaimanakah sebaiknya kita menyikapi perubahan itu. Karena dunia dan seisinya adalah cobaan bagi manusia.
Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah Di suatu waktu Rasulullah saw. berbincang dengan hangat bersama Abu Dzar al-Ghifari. Hingga pada suatu saat, al-Ghifari berkata kepada Nabi S.a.w, “Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku.” Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu untuk bertaqwa kepada Allah, karena ia adalah pokok segala urusan.” Memang benar taqwa adalah pangkal segalanya. Seperti firman-Nya: 
إن أكرمكم عند الله اتقاكم
Namun taqwa itu bagaikan konsep teoritis yang harus diterjemahkan biar mudah untuk diraih. Bagi kaum awam, taqwa itu cukup sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan. Bagaimanakah caranya mengikat hati dalam ketaqwaan kepada Allah swt? Sedangkan hati kita sering tersangkut dalam kepentingan-kepentingan duniawi? Bagaimanakah caranya? Rasulullah tidak menerangkan tentang hal ini, dan Abu Dzarpun tidak menanyakannya. Mungkin bagi dia taqwa adalah perkara yang jelas. Namun marilah kita ikuti percakapan beliau selanjutnya.
Lalu Abu Dzar pun kembali bertanya kepada Rasulullah “Ya Rasulallah, tambahkanlah wasiat apalagi yang penting setelah taqwa.”. Rasulullah saw menjawab “Hendaklah engkau senantiasa membaca Al Qur`an dan berdzikir kepada Allah azza wa jalla, karena hal itu merupakan cahaya bagimu dibumi dan simpananmu dilangit.”
Ingatlah kita pada do’a khatmil Qur’an yang sangat masyhur
اللَّهُمَّ ارْحَمْنَا بِالْقُرْآنِ, وَاجْعَلْهُ لَنَا إِمَامًا وَنُوْرًا وَهُدًى وَرَحْمَةً, اللَّهُمَّ ذَكِّرْنَا مِنْهُ مَا نَسِيْنَا, وَعَلِّمْنَا مِنْهُ مَا جَهِلْنَا, وَارْزُقْنَا تِلاَوَتَهُ آنَآءَ اللَّيْلِ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ, وَاجْعَلْهُ لَنَا حُجَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Keduanya bagaikan deposito bagi diri kita, bunganya dapat dipergunakan untuk menerangi perjalanan kita di dunia, sedangkan tabungannya adalah kekayaan yang dapat mengamankan kehidupan di akhirat nanti.
Abu Dzar merasa masih ada hal lain yang hendak disampaikan Nabi Muhammad saw. iapun berkata meminta “Ya Rasulullah, tambahkanlah.”. Rasulullah menjawab “Janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tawa itu akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah.” Tertawa adalah hal yang kelihatan sangat sepele, tetapi Rasulullah saw melihat itu sebagai sesuatu yang memiliki dampak psikologis dalam jiwa manusia. Karena kebanyakan manusia ketika tertawa akan melupakan segala kewajiban sebagai seorang hamba. Hal ini berbeda dengan model tertawa Rasulullah saw seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits Abdullah bin al Harits yang mengatakan, ”Tertawanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya sekedar senyum.” (HR. Tirmidzi) Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah.” (HR. Tirmidzi) Kalau demikian, apa maksud stasiun televise berbondong-bondong menghadirkan acara humor, lawak ataupun dagelan? Bukankah itu sama artinya sebuah usaha pembodohan? Ataukah hanya sekedar relaksasi dari kejenuhan hidup ini? Entahlah, yang Jelas Rasulullah telah berwasiat demikian. Saya rasa kepercayaan kita kepada Nabi Muhammad saw, jauh mengatasi dari pada berbagai produser acara di televise.
Sebagai muslim yang penuh kehati-hatian dan ingin tahu Abu Dzar pun melanjutkan pertanyaanya kembali “lalu apa lagi ya Rasulullah.?” Rasulullah saw pun menjawab “Hendaklah engkau pergi berjihad karena jihad adalah kependetaan ummatku.” Bagaimanakah maksud jihad sebagai kependetaan? Bukankah jihad itu kepahlawanan? Inilah yang perlu pemahaman mendalam. Kalimat ini sangat padu dengan apa yang pernah disabdakan oleh  Rasulullah saw bahwa jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu “Kita baru saja kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para sahabat bertanya, “Apa jihad besar itu?, Nabi SAW menjawab, “Jihaad al-qalbi (jihad hati).’ Di dalam riwayat lain disebutkan jihaad al-nafs”. (lihat Kanz al-’Ummaal, juz 4/616; Hasyiyyah al-Baajuriy, juz 2/265).
Masih ada lagi selain itu, karena Abu Dzar kembali meminta “Lagi ya Rasulullah?” rasulpun menjawab “Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka.” jikalau keempat hal yang telah lalu seolah sangat bersifat pribadi, maka kali ini mencintai dan menggauli orang miskin membuktikan adanya unsure sosialis yang tinggi dalam ajaran Rasulullah saw. mencintai dan bergaul dengan orang miskin merupakan manifestasi dari kemanusiaan seorang manusia. Dari berbagai ayat dalam al-Qur’an, kesemuanya menunjukkan bahwa hubungan itu selalu dihiasi dengan pemberian dan pembagian. Sebagaimana dalam surat An-Nisa’ 36. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh {294}, dan teman sejawat, ibnu sabil {295} dan hamba sahayamu.
Lalu Abu Dzar meminta lagi kepada Rasulullah saw dengan berkata “Tambahilah lagi.” Rasulullah saw menjawab “Katakanlah yang benar walaupun pahit akibatnya.” Qulil haqqa walau kana murran,  قل الحق ولو كان مرا  karena memang kebenaran bagi sebagian keadaan  adalah kepahitan itu sendiri. Inilah yang sedang terjadi di sekitar kita kali ini. Ketika kebohongan sudah mengurat-nadi, seolah kebenaran enggan menunjukkan diri. Bukan karena malu atau terdesak dengan kebohogan, namun karena keduanya tak mungkin ada berdampingan dengan bersamaan.
Abu Dzar masih saja bertanya dan meminta, “tambahlah lagi untukku!.” Rasulullah pun menjawab “Hendaklah engkau sampaikan kepada manusia apa yang telah engkau ketahui dan mereka belum mendapatkan apa yang engkau sampaikan. Cukup sebagai kekurangan bagimu jika engkau tidak mengetahui apa yang telah diketahui manusia dan engkau membawa sesuatu yang telah mereka dapati (ketahui).” Kemudian beliau memukulkan tangannya kedadaku seraya bersabda,”Wahai Abu Dzar, Tidaklah ada orang yang berakal sebagaimana orang yang mau bertadabbur (berfikir), tidak ada wara` sebagaimana orang yang menahan diri (dari meminta), tidaklah disebut menghitung diri sebagaimana orang yang baik akhlaqnya.”
Itulah beberapa wasiat emas yang disampaikan Rasulullah S.a.w kepada salah seorang sahabat terdekatnya. Semoga kita dapat meresapi dan mengamalkan wasiat beliau.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ 
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
=======================
Khutbah Jum’ah: Memantapkan Iman di Bulan Sya’ban
-----------------------------------
اَلْحَمْدُ لله على نعمه فى شهر شعبان, الذى جعلنا من المسلمين الكاملين, وأمرنا باتباع سبيل المؤمنين, وأشْهَدُ أَنْ لَا إله إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الحق المبين وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصادق الوعد الأمين, اللهم صَلَّى عَلَى سيدنا محمد وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ أجمعين, وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أما بعد-
 أوصيكم ونفسى بتقوى الله, وكونوا من المؤمنين الصادقين,
وَقَالَ تَعاَلَى:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيم
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah di bulan Sya’ban ini kita bersama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menghadirkan hati kita kehadirat-Nya, atau berusaha selalu menghadiri berbagai panggilan dan kewajiban dari-Nya. Serta senantiasa berperilaku sebagaimana Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, tentunya dengan penuh hikmat, khusyu’ dan ikhlas menjalaninya.
Diantara balasan bagi orang yang bertaqwa adalah senantiasa mendapatkan petunjuk yang dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk dan dapat pula membedakan antara yang bermanfaat dan mudlarat sebagaimana dijanjikan oleh Allah swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Artinya: Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, kami akan memberikan kepadamu Furqaan. dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Bila manusia senantiasa membekali diri dengan taqwa kepada Allah maka ia akan senantiasa dapat memelihara dirinya dari segala macam perbuatan tercela yang menyimpang dari ketentuan syari’at Allah, yang dapat mencelakakan dirinya dan pada akhirnya dan pada akhirnya akan menjerumuskan ke jurang kesengsaraan dan kehancuran. Ia tidak akan mudah terbujuk dan terjerat rayuan dan godaan setan, serta tidak akan mudah terpengaruh oleh kerusakan zaman dan tidak mudah terlena gemerlap dan kemewahan dunia. Ia akan senantiasa dapat memfilter dan selanjutnya dapat membuang hal-hal yang berakibat buruk, tidak menguntungkan dan sia-sia, dan ia akan memilih segala sesuatu yang bermanfaat.
Orang yang bertaqwa akan senantiasa mengisi lembaran-lembaran hidupnya dengan hal-hal yang bermanfaat. Tipe orang yang bertaqwa adalah tipe orang sederhana dalam hidup, gemar melakukan amal soleh dan senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulya. Mereka sadar, bahwa segala apa yang dianugerahkan oleh Allah dan dimilikinya tidak akan membawa manfaat, bila segala sesuatu yang ia miliki itu, baik itu ilmu, harta, pangkat bahkan ibadah yang dijalankan dan lain-lain tidak dilandasi taqwa kepada Allah swt.
Dalam suatu riwayat disebutkan, bahwa seorang dari kaum Bani Israil telah mengumpulkan buku sebanyak 80 peti yang berisi ilmu, namun tidak bermanfaat baginya, maka Allah memberi wahyu kepada Nabi mereka agar menasehati orang tersebut:
لَوْ جَمَعْتَ كَثِيْرًا مِنَ الْعِلْمِ لَمْ يَنْفَعْكَ اِلاَّ اَنْ تَعْمَل بِثَلاَثةِ اَشْياءٍ: لاَ تُحِبُّ الدُّنْيا فَلَيْسَتْ بِدارِ لمُؤْمِنِيْنَاْ وَلا تُصا حبِ الشَّيْطا نَ فَلَيْس بِرَ فِيْقِ ا ْلمُؤْمِنِيْنَ ولا تؤ ذِى اَحَدًا فَلَيْس بِحِرْفَةِ اْلمُؤْمِنِيْنَ
Artinya: Rasulullah saw pernah berkata walaupun engkau mengumpulkan ilmu lebih banyak, niscaya tidak akan bermanfaat kepadamu selain kamu mengerjakan tiga perkara: 1. janganlah kamu mencintai dunia karena dunia itu bukanlah balasan bagi orang-orang mukmin, 2. janganlah kamu berteman dengan setan karena dia bukan teman-teman mukmin, 3. dan janganlah kamu menyakiti seseorang karena hal itu bukanlah perbuatan orang-orang mukmin.
Oleh karena itu bila kita menginginkan ilmu yang telah kita pelajari bermanfaat, baik bagi diri kita sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, maka hendaknya meninggalkan tiga perkara tadi yaitu tidak terlalu mencintai dunia, tidak berteman dengan setan dan tidak menyakiti hati orang lain
Demikianlah khotbah singkat kali ini, semoga kita semua senantiasa dapat mengamalkan berbagai ilmu kita sehingga menjadi ilmu yang bermanfaat.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
=============================
Khutbah Jum’ah : Amaliah Bulan Sya’ban
--------------------------------------------
اَلْحَمْدُ لله على نعمه فى شهر شعبان, الذى جعلنا من المسلمين الكاملين, وأمرنا باتباع سبيل المؤمنين, وأشْهَدُ أَنْ لَا إله إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الحق المبين وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصادق الوعد الأمين, اللهم صَلَّى عَلَى سيدنا محمد وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ أجمعين. أما بعد- أوصيكم ونفسى بتقوى الله, وكونوا من المؤمنين الصادقين
وَقَالَ تَعاَلَىš وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
 Faya Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama menjaga kwalitas taqwa kita kepada Allah swt. dengan menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya dengan penuh kesadaran dan keinsyafan.
Karena hanya dengan taqwalah jalan kita mendekati Allah swt. mencapai kebahagiaan baik di dunia maupun diakhirat, seperti yang difirmankan Allah dalam yunus 63-64
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa * Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.”
Hadirin Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah yang Maha Kuasa, karena hari ini kita semua masih menikmati indahnya bulan sya’ban. Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriyah. Secara bahasa kata “Sya’ban” mempunyai arti “berkelompok”. Nama ini disesuaikan dengan tradisi bangsa Arab yang berkelompok mencari nafkah pada bulan itu). Sya’ban termasuk bulan yang dimuliakan oleh Rasulullah Saw. selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Salah satu pemuliaan Rasulullah Saw. terhadap bulan Syaban ini adalah beliau banyak berpuasa pada bulan ini.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dan Abu Dawud dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah menyatakan, Usamah berkata pada Rasululllah Saw., ‘Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh manusia dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah kepada Tuhan Seru Sekalian Alam, maka aku suka supaya amal ibadah ku di angkat ketika aku berpuasa”. ( HR. an-Nasa’i).’”
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُورِ
مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ. قَالَ: ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
 (رواه النسائي، وحسنه الألباني(
 “Bulan itu (Sya‘ban) berada di antara Rajab dan Ramadhan adalah bulan yang dilupakan manusia dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah kepada Tuhan Seru Sekalian Alam, maka aku suka supaya amal ibadah ku di angkat ketika aku berpuasa”. ( HR. an-Nasa’i)
Hadirin Kaum Muslimin yang Budiman
Oleh karena itu, marilah di pertengahan bulan Sya’ban ini kita perkokoh keimanan dan ketaqwaan kita. Mumpung masih ada waktu, mumpung ada bulan Sya’ban yang penuh dengan keutamaan dan keistimewaan. Mungkin itulah mengapa bulan ini dikatakan ‘sya’aban’, karena sya’ban yang berasal dari kata syi’ab bisa dimaknai sebagai jalan setapak menuju puncak. Artinya bulan sya’ban adalah bulan persiapan yang disediakan oleh Allah swt kepada hambanya untuk menapaki dan menjelajahi keimanannya sebagai persiapan menghadapi puncak ‘bulan Ramadhan’.
Meniti perjalanan menuju puncak bukanlah hal yang mudah. Minimal memerlukan persiapan-persiapan yang terkadang sangat melelahkan dan menguras energy. Ingatlah pekerjaan mendaki gunung yang mengharuskan berbagai macam pelatihan. Begitu pula meniti puncak di bulan Sya’ban tentunya pendakian itu mengharuskan kesungguhan hati dan niat yang suci karena mendaki adalah usaha menuju yang lebih tinggi yang harus dilalui dengan sedikit susah dan payah. Kepayahan itu akan terasa ketika kita memilih berpuasa di bulan Sya’ban sebagai bentuk pendakian menuju puncak.
Rasulullah saw bersabda bahwa bulan ini dinamakan Sya’ban karena berhamburan kebajikan di dalamnya. Barang siapa berpuasa tiga hari di awal bulan Sya’ban, tiga hari di pertengahannya dan tiga hari di akhirnya. Maka niscaya Allah tulis untuk orang itu pahala tujuh puluh orang nabi, dan seperti ibadah tujuh puluh tahun, dan jiakalau orang itu meninggal pada tahun ini akan diberikan preikat mati syahid.
Ma’asyiral Mu’minin Rahimakumullah
Pendakian menuju puncak di bulan Sya’ban ini juga dapat dilakukan dengan cara banyak beristigfar dan meminta ampun atas segala dosa yang  telah kita lakukan di bulan-bulan sebelumnya. Baik dosa yang kita lakukan dalam bentuk tindakan dan kelakukan yang kasat mata maupun dosa yang adanya di dalam hati dan tidak kasat mata, dan justru dosa terakhir inilah yang terkadang lebih menumpuk di bandingkan dosa kelakukan. Ujub, sum’ah, takabbur dan lain sebagainya;
Coba kita dalami an-Nahl ayat 78:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur
Bukankah ayat tersebut seolah mewajibkan manusia agar selalu insyaf dan sadar bahwasannya berbagai kedudukan kita di dunia ini, jabatan, kekuatan, kekayaan, kegagahan, kepandaian dan semuanya adalah pemberian Allah swt, dan manusia pada akhirnya akan dimintai pertanggung jawabannya.
Demikian khutbah pertama yang dapat saya sampaikan semoga kita ada dalam lindungan dan karunia Alloh swt.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
=============================
Lailatul Qadar dan Kwalitas Do’a Kita
-------------------------------------------

الحمد لله, الحمد لله الذى أنزل القرأن فى ليلة القدر, وأنزل فيها الملائكة وقسم القدرالخير والشر, وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شهادَةَ أدخرها ليوم الزحام, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الداعى بقوله وفعله إلى دار السلام. اللهمّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدِ وعَلى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ وَمَصَابِيْحِ الظُّلاَمِ. أمَّا بعْدُ, فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهِ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ وَتَرْكِ الأَثَامِ تدخلوا جنة ربكم بسلام
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita asah ketaqwaan kita dengan menguras kelakuan keji dan dosa. Dan Marilah kita pertajam keta’atan kita kepada-Nya dengan memenuhi hari-hari Ramadhan yang tersisa dengan berbagai amal dan laku yang mulia. semua itu dalam rangka mengharap rahmah dan berkah malam mulia, malam seribu bulan yaitu laylatul Qadar
Hadirin yang dirahmati Allah
Diantara momentum Ramadhan yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah malam laylatul Qadar, yaitu malam diturunkannya al-Qur’an, seperti disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).

Sungguh malam itu adalah malam mulia, malam penuh berkah yang tidak boleh diragukan lagi. Karena Allah swt sendiri mengungkapkan dalam surat ad-Dukhan ayat 3:
إن أنزلناه فى ليلة مباركة
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.
Malam yang berkah itu tentunya berbeda dengan malam-malam lain. Allah swt mengistimewakan nilai malam ini lebih dari malam seribu bulan. Karena pada malam itu Malaikat turun ke bumi mengatur segala urusan. Sesuai dengan perintah-Nya mereka, para malaikat akan menetapkan berbagai takdir manusia mulai dari rizki, mati, jodoh dan semuanya. Karena itulah di namakan laylatul Qadar , malam penentuan taqdir manusia. Sudah selayaknya kita sebagai hamba yang menginginkan taqdir baik, apabila menekuk lutut bersimpuh di malam-malam itu, karena ini berhubungan dengan nasib kita sebagai hamba. Seperti seorang budak yang memohon kepada majikannya. Allah mengkhususkan keterangn ini dalam satu surat penuh, surat al-Qadar:
إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَة الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْر * تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيَها بِإِذْنِ رَبّـِهم مِّن كُلِّ أَمْر * سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan * Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? * Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan * Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan * Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Jika demikian, lantas apakah perbedaan nuzulul qur’an dengan laylatul qadar?  untuk menjawab hal ini ada baiknya kita merujuk pendapat Ibnu Abbas bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah dari lauhil mahfudz ke baitul izzah pada malam laylatul qadar secara keseluruhan. Dan kemudian Allah menurunkannya secara berangsur-angsur kepada nabi besar Muhammad saw untuk pertama kalinya pada malam 17 Ramadhan di Gua Hira melalui perantara Jibril.
Dengan demikian malam nuzulul qur’an yang diperingati umat muslim di Indonesia pada malam tanggal 17 Ramadhan merujuk pada kali pertama al-Qur’an diturunkan secara berangsur kepada Rasulullah saw . Adapun lailatul qadar  adalah malam diturunkannya al-Qur’an oleh Allah dari lauhil mahfudh ke baitul izzah, secara keseluruhan.
Oleh sebab itu hanya Allah swt lah yang tahu persis waktu-waktu malam laylatul qadar dan pengecualian beberapa orang yang di kehendaki-Nya sendiri. Hal inilah yang kemudian menghadirkan banyak pendapat dan penafsiran mengenai laylatul qadar.
Misalkan sebuah hadits imam bukhari yang menyatakan “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR  Bukhari). Kedua, “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim)
Kapanpun laylatul qadar itu terjadi, yang perlu diperhatikan adalah bahwa Allah akan menilai bukan hanya ibadah kita pada saat itu saja, namun dari kontinuitas ibadah selama Ramadhan, tidak serta merta kita hanya memfokuskan penuh beribadah pada hari-hari ganjilnya saja.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tidak ada ibadah yang lebih mulia di malam-malam ini kecuali dzikir dan berdo’a untuk kebaikan dunia dan akhirat.  Sambil beriktikaf dan memburu Lailatul qadar, segunung doa dipanjatkan. Selaut permohonan ditujukan.  Namun apakah saat itu pula dikabulkan?
Inilah perlunya intropeksi diri. Mengapa seringkali do’a-do’a itu hanya terasa mengawang tanpa balasan dari Yang Berwenang? Apakah ada yang kurang? Mengenai hal ini Ibrahim Adham pernah berkata bahwa  “Doamu tidak dikabulkan Allah lantaran sepuluh perkara: Pertama, Engkau mengenal Allah, tetapi engkau tidak mendatangi kewajiban-kewajiban-Nya. kedua, Engkau membaca al-Qur’an, tetapi engkau mengamalkan ya. Ketiga, Engkau mengatakan menjadi musuh syetan, tetapi engkau malah mengikuti nya. keempat, Engkau mengatakan menjadi Umat Nabi Muhammad saw, tetapi engkau tidak mengikuti jejaknya. Kelima, Engkau berkeinginan masuk surga, tetapi engkau tidak mau beramal yang dapat menghantarkanmu ke surga. Keenam, Engkau menginginkan selamat dari api neraka, tetapi engkau mencampakkan dirimu ke dalamnya. Ketujuh, Engkau mengatakan bahwa mati itu pasti, tetapi engkau tidak mau mempersiapkan bekal untuk mati. Kedelapan, Engkau sibuk meneliti cela kawan-kawanmu, tetapi engkau tidak mau memperhatikan cela dirimu sendiri. Kesembilan, Engkau makan nikmat dari Tuhamu, tetapi engkau tidak pernah bersyukur kepadanya. Sepuluh, Engkau ikut mengubur orang mati, tetapi engkau tidak dapat mengambil i’tibar (pelajaran) dari peristiwa itu.”
Dengan demikian kita sekarang mengerti apa sebenarnya penyebab ditangguhkannya permohonan-permohonan kita oleh Allah swt. Sebaiknya kita mengetahui posisi kita dari sepuluh daftar di atas dan segera memperbaikinya. Mumpung malam-malam ganjil masih tersedia. Sehingga kita dapat bertamu di malam-malam itu dengan lebih bersih dan percaya diri dengan do’a-do’a kita.
Demikian khutbah jum’ah kali ini, semoga kita semua dapat meraih laylatul qadar bersama-sama. Ya Allah kami hamba-Mu ini bukanlah orang yang malas untuk beribadah kepada-Mu, tetapi alangkah bersykurnya kami, jika kau taqdirkan kami menjadi hamba-hamba yang shaleh. Amien…
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ 
==============================
Khutbah Jum’at: Jangan Jadikan Bid’ah sebagai Alasan Perpecahan Ummat
--------------------------------------------
الحمد لله الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نتوب إليه, و نعوذ بالله من شرور أنفسنا و من سيئات أعمالنا, من يهده الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له, و أشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمد عبده و رسوله لا نبي بعده, اللهم صلي و سلم و بارك علي سيدنا و نبينا محمد سيد المرسلين و إمام المتقين و خاتم النبيين و علي أله الطاهرين و أصحابه الطيبين الطاهرين و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين, أما بعد فيا عباد الله أصيكم و اياي بتقوالله و قد فاز المتقون, اتقوا الله حق تقاته و لا تموتن الا و أنتم مسلمون.قال الله تعالي في القرأن الكريم..أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الر حمن الرحيم. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً.
Ma’asyirol muslimin jamaah jumah rahimakumullah…
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kita nikmat Iman dan Islam sehingga berkat hidayah ‘inayah serta taufiq Nya hingga saat ini kita selalu dapat menjalankan syariat-syariat yang telah digariskan olehNya salah satunya dengan menjalankan ibadah wajib berupa sholat jum’at yang sedang kita laksanakan saat ini.

Sholawat ma’as salam sudah seharusnya tak henti-hentinya kita haturkan ke haribaan junjungan kita, Pamungkas para Nabi dan Rasul sekaligus pemberi syafaat kepada ummatnya di hari kiamat nanti, Rasulullah Muhammad SAW. Semoga kita termasuk di dalam golongan orang-orang yang akan mendapat syafaat beliau. Amin yaa robbal alamin.
Selanjutnya untuk mengawali khutbah singkat izinkan khotib berwasiat kepada diri khotib khususnya dan kepada hadirin jamaah sholat jum’ah umumnya untuk selalu bertaqwa dan meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benar taqwa, dengan melaksanakan segala perintah Allah dengan ikhlas sekaligus menjauhi segala yang tidak disukai oleh Allah serta meninggalkan segala seusuatu yang dilarang oleh Allah SWT, seraya berharap kita dapat mengakhiri hidup yang hanya sementara ini dengan husnul khotimah.
Ma’asyirol muslimin jamaah jumah rahimakumullah…
Akhir-akhir ini kaum muslimin dihadapkan dengan sebuah ujian berat berupa ancaman perpecahan mengatasnamakan perbedaan aliran, syariat, bahkan perbedaan aqidah. Sadar atau tidak sadar, hal ini sudah seharusnya kita hindari, karena jika kita terlena terhadap perbedaan-perbedaan tersebut maka umat muslim sendiri lah yang akan menanggung segala akibatnya, dan akan semakin membuat musuh-musuh Islam tertawa dan berpesta serta semakin memojokkan posisi kaum muslimin.Perbedaan-perbedaan tersebut semakin hari kian meruncingkan masalah dengan saling mempersalahkan satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh ada suatu golongan yang mencibir amaliah golongan lain dengan menganggap apa yang tidak sesuai dengan yang mereka kerjakan serta mereka yakini adalah sebuah perbuatan bid’ah yang ganjarannya adalah neraka. Lebih parahnya lagi mereka yang mencibir tidaklah sepenuhnya memahami apa yang mereka pedomani. Mereka bahkan tidak mau menerima argument dari golongan lain serta menganggap paham mereka lah yang paling benar. Oleh karenanya dalam kesempatan yang singkat ini khotib akan sedikit mengulas tentang fasal bid’ah berserta dasar-dasar hokum yang berkaitan dengan bid’ah, khotib berharap dengan pemaparan ini kita semua dapat membuka hati kita untuk lebih dapat menerima pandangan orang lain, membuka cakrawala pemikiran kita bahwa ada pendapat mengenai bid’ah dengan versi lain dari apa yang pernah kita ketahui dan kita yakini, sehingga kedepan kita tidak terjebak dalam perdebatan-perdebatan tidak berujung.
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Dalam kamus Al Munawir kata بِدْعَةٌ yang merupakan jama’ dari kata  بِدَعٌsecara lughowi diartikan sebagai “perkara baru dalam agama”. Sedangkan secara istilahi terdapat bermacam-macam makna diantaranya seperti yang termaktub dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari. Dalam kitab tersebut istilah “bid’ah” ini disandingkan dengan istilah “sunnah”. Seperti dikutip Syeikh Hasyim Asy’ari, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab ‘Uddatul Murid, kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW yang terdapat dalam kitab Riyadlus Sholihin Hal. 62 disebutkan :
عَنْ أُمِّ اْلمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فىِ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (متفق عليه)
Artinya : ”Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”.
Nabi juga bersabda yang termaktub dalam kitab Riyadlus Solihin hal. 62:
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله, وَ خَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ, وَ شَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا, وَ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه مسلم
Yang artinya : ”Amma ba’du, maka sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah hal yang baru dan setiap bid’ah adalah sesat”.
Menurut para ulama’, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah, karena mungkin saja ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai dengan ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’). Al Imam Al Hafiz Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa perbuatan bid’ah yang dimaksud dalam hadist tersebut adalah hal-hal yg tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum.
Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya, sebagaimana firman Allah SWT:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ …الأية
Yang artinya : “Allah yang menciptakan langit dan bumi”. (Al-Baqarah 2: 117).
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Terdapat sebuah hadist Nabi juga yang berbunyi  كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ yang artinya : “Semua bid’ah itu adalah sesat dan semua kesesatan itu di neraka”.
Jika kita memahami redaksi hadist ini secara lafdziah maka sudah pasti dapat diambil kesimpulan bahwa segala sesuatu yang baru dalam agama (dalam hal ini segala sesuatu yang tidak pernah ada pada zaman nabi) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah sudah pasti sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Namun demikian, mari coba kita kaji dari sudut pandang ilmu balaghogh. KH. A.N. Nuril Huda, dalam “Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) Menjawab” menjelaskan kajian terhadap hadist tersebut Menurut ilmu balaghogh. Dalam kajian ilmu balaghogh disebutkan bahwa setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik, mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk. Bid’ah itu merupakan kata benda, yang sudah barang tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas. Hal seperti ini dalam Ilmu Balaghah dikatakan; حدف الصفة على الموصوف yaitu “membuang sifat dari benda yang bersifat”. Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka akan terjadi dua kemungkinan: Kemungkinan pertama; كُلُّ بِدْعَةٍ حَسَنَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ Yang artinya : “Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka”. Hal ini tidak mungkin, bagaimana bisa sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua; كُلُّ بِدْعَةٍ سَيِئَةٍ ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّاِر Yang artinya : “Semua bid’ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.
Hal yang sama dengan kajian ilmu balaghogh diatas terjadi pula dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya pada QS Al-Kahfi : 79 yang berbunyi :
وَكَانَ وَرَاءهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْباً ﴿٧٩﴾
artinya: “Di belakang mereka ada raja yang akan merampas semua kapal dengan paksa”.
Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak menyebutkan kapal baik apakah kapal jelek; karena dalam kondisi normal kapal yang jelek tidak akan diambil oleh raja. Maka lafadh كل سفينة sama dengan كل بد عة tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti punya sifat, ialah kapal yang baik كل سفينة حسنة.
Kemudian kajian lain terhadap hadist tersebut adalah pendapat dari Al-Imam Al-Hafidz Al-Nawawi yang menyatakan dalam kitab Syarh-nya atas kitab Shohih Muslim, bahwa kata كل adalah bermakna sebagian besar bukan bermakna seluruh, sehingga hadist itu oleh beliau dimaknakan “sebagian besar perbuatan bid’ah itu adalah sesat”. Pemaknaan lafadz كل dengan makna sebagian juga terdapat dalam kajian ilmu lughotil arobiyah.
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Bertolak dari paparan terkait dengan pengertian bid’ah sebagaimana telah khotib uraikan diatas, Timbul suatu pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW pasti jeleknya? Jawaban yang bijaksana adalah, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek?. Khotib akan mengutip 2 pendapat ulama’ besar yang mewakili 2 zaman berbeda yaitu Imam Syafi’i dari kalangan ulama salaf dan Prof. Dr. As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani dari kalangan ulama kholaf. Menurut Imam Syafi’i:
اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ
Yang artinya : “Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.
Sedangkan menurut sebuah kutipan yang dinukil dari sebuah kitab yang berjudul : Dzikrayaat wa Munaasabaat karya Prof. Dr. As Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani yang dialih bahasakan oleh KH. Muhammad Bashori Alwi dalam sebuah bukunya disebutkan : bukan semua yang tidak diamalkan oleh ulama’ salaf dan belum terjadi pada masa pertama (zaman nabi) itu adalah bid’ah yang diingkari lagi jelek, yang diharamkan orang melakukannya dan wajib diingkarinya. Tetapi hal-hal baru yang terjadi itu haruslah dihadapkan kepada dalil-dalil syar’i. Lantas apa yang mengandung maslahat hukumnya adalah wajib. Atau yang mengandung keharaman maka hukumnya haram. Atau yang mengandung kemakruhan maka hukumnya makruh. Atau yang mengandung kemubahan maka hukumnya mubah. Atau yang mengadung mandub (sunnah) maka hukumnya adalah mandub (sunnah).
Hal
ini juga diperkuat oleh hadist Nabi yang termaktub dalam kitab Riyadlus Sholihin Halaman 63 yang berbunyi :
مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ, وَمَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَ وِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئٌ. رواه مسلم
Yang artinya : “Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”.
Dan hadist Nabi yang lain yang termaktub dalam kitab Sunan Ibnu Majah Juz I hal. 414 :
إِنَّ أُمَّتِي لَنْ تَجْتَمِعَ عَلَى ضَلاَلَةٍ فَإِذَا رَأَيْتُمُ اخْتِلاَفًا فَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَادِ اْلأَعْظَمِ. رواه ابن ماجة عن انس ابن مالك
Yang artinya : “Bahwa ummatku tidak akan sepakat dalam kesesatan, bila kamu melihat perbedaan pendapat diantara kalian, maka ikutilah pendapat mayoritas”. HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik.
Dalam Kitab Fathul Bari dijelaskan : “Pada mulanya, bid’ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar’i, bid’ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid’ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid’ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid’ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bi’ah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid’ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam”.
Dari semua pembahasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa secara garis besar bid’ah dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Sayyiah. Dan untuk mengkategorikan sebuah perbuatan bid’ah itu tergolong hasanah atau sayyiah maka diperlukan kajian mendalam dengan berdasarkan dalil-dalil syar’i baik qoth’i maupun dzonny dengan tetap mempertimbangkan maqoshid asy syar’iyyah dari perbuatan-perbuatan yang dinilai bid’ah tersebut.
Ma’asyirol muslimin rahimakumullah…
Sebelum khotib mengakhiri khutbah siang hari ini perlu kiranya bagi khotib untuk memberikan beberapa contoh perbuatan bid’ah yang pernah dilakukan sahabat-sahabat terdekat nabi yang termasuk khulafaur rasyidin, perbuatan-perbuatan dimaksud adalah :
1.    Pembukuan Al-Qur’an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.
2.    Pemberian titik-titik dan syakal/baris-baris pada tulisan Al Qur’an yang baru dilakukan pada masa kekholifahan Sayyidan Ustman bin Affan.
3.    Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.
4.    Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-¬nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra’, yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.
Dari keempat contoh diatas, mari kita focus terhadap dua contoh pertama yang tentunya yang tidak pernah diperdebatkan yaitu mengenai kodifikasi (pembukuan) Al Qur’an dan pemberian titik-titik dan syakal pada tulisan Al Qur’an. Kedua hal tersebut merupakan contoh konkrit bid’ah hasanah, karena pada zaman Rasulullah SAW Al Qur’an hanya dihafal atau setidak-tidaknya ditulis di pelepah-pelepah kurma dan juga batu-batu (tanpa titik dan tanda baca) dalam keadaan tercerai berai, tidak tersusun sistematis dalam bentuk surat-surat dan Juz-juz seperti yang kita jumpai pada mushaf Al Qur’an yang ada saat ini. Bagaimana jadinya jika Al Qur’an baik secara tulisan maupun penggandaan kondisinya masih tetap seperti pada zaman Rasulullah SAW. Jika hal itu terjadi khotib rasa akan sulit bagi orang Indonesia khususnya membedakan apakah itu merupakan huruf (ب, ت, atau ي) dan itu akan berakibat fatal dengan berubahnya makna dari ayat yang dibaca. Terhadap kasus kodifikasi Al Qur’an ini apakah masih ada yang menggap ini adalah dlolalah (sesat)?
Akhirnya untuk menutup khutbah pada siang hari ini, khotib mengajak kepada diri khotib pribadi dan para jamaah sekalian untuk selalu berpikir jernih dan tidak mudah memperolok orang atau golongan lain terhadap amaliah yang mereka kerjakan selama amalan itu memiliki dasar hukum. Jangan bersifat sombong dengan beranggapan bahwa amaliah yang kita lakukan adalah yang paling benar dan telah sesuai dengan sunnah Rasul, karena sifat sombong adalah hanya milik Allah SWT. Mari kita berpikir ‘arif menyikapi setiap perbedaan yang terjadi diantara kita. Jangan jadikan perbedaan menjadi pemicu perpecahan. Mari kita ingat sebuah pesan Rasulullah SAW bahwasannya perbedaan yang terjadi pada ummatku adalah sebuah rahmat, tentunya pesan Nabi tersebut hanya berlaku bagi orang-orang yang mau berfikir, sedangkan bagi orang-orang yang malas berfikir sudah barang tentu perbedaan akan menghadirkan perpecahan ummat. Semoga kita selalu diberi petunjuk oleh Allah SWT dan selalu berada dalam naungan rahmat dan rahimNYA, dan mendapat syafaat baginda Rasulullah SAW di hari akhir nanti. Amin. Wallahu a’lam bisshowaab.
بارك الله لي و لكم في القرأن العظيم و نفعني و اياكم بما فيه من الأيات و ذكر الحكيم و تقبل مني و منكم تلاوته انه هو السميع العليم أقول قولي هذا واستغفر الله العظيم لي و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات فاستغفروه انه هو الغفور رحيم
KHUTBAH KEDUA
 الحمد لله…الْحَمْدُ لِلّهِ مُوَفِّقِ اْلعَامِلِيْنَ. و أشهد أن لا اله  الا الله وحده لا شريك له وَلِيُّ اْلمُتَّقِيْنَ و أشهد أن سيدنا محمدا عبده و رسوله صادق الوعد اللأمين. اللهم صل على سيدنا محمد و على اله و أصحابه أجمعين. أما بعد فيا عباد الله اتق الله…اتق الله وَاعْلَمُوْا أَنَّ الله أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِه, وَ ثَنىَّ بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِه, وَ أَيَّدَ اْلمُؤْمِنِيْنَ مِنْ عِبَادِه, فقال و لم يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً.
وقال رسول الله صلي الله عليه و سلم من صلي علي صلاة صلي الله عليه بها عشرا.
اللهم صل علي سيدنا محمد و علي ال سيدنا محمد, كما صليت على سيدنا إبراهيم و على أل سيدنا إبراهيم, و بارك على سيدنا محمد و على أل سيدنا محمد, كما باركت على سيدنا إبراهيم و على أل سيدنا إبراهيم, فى العالمين إنك حميد مجيد. وارض اللهم عن الخلفاء الراشدين, ساداتنا إبي بكر و عمر و عثمات و على و عن بقية أصحاب رسول الله أجمعين, و التابعين و تابعيهم بإحسان إلى يوم الدين و ارض عنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.
اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات انك سميع قريب مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات يا أرحم الراحمين, اللهم اَلِّفْ بين قُلُوْبِهِمْ و أَصْلِحْ ذَاتَ بينِهِم و انْصُرْهم على عَدُوِّكَ وَ عَدُوِّهِمْ. اللهم إنا نسألك رضاك و الجنة و نعوذ بك من سخطك و النار, اللهم إنك عفو كريم تحب الغفو فاعف عنا يا كريم. اللهم ادفع عنا الغلاء و البلاء والوباء و الربي و الزني و الزلازل و المحن و سوء الفتن ما ظهر منها و ما بطن عن بلدنا هذا خاصة و عن سائر بلاد المسلمين عامة يا رب العالمين, رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ و أدخلنا الجنة مع الأبرار يا عزيز يا غفار يا رب العالمين و الحمد لله رب العالمين.
عباد الله إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ, وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ, و لذكر الله اكبر و الله يعلم ما تصنعون.
اقم الصلاة!!!!
=============================
Khutbah Jum’at: Ada Amal, Ada Balasannya
-------------------------------------------
ألحَمْدُ لِلّهِ. ألحَمْدُ لِلّهِ الذِي جَزَى العَامِلِيْنَ. وأحَبَّ الطَّائِعِيْنَ. وَأبْغَضَ العَاصِيْنَ. أشْهَدُ أنْ لاَ اِلهَ اِلااللهُ. وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمّدًا رَسُوْلُ اللهِ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمّدٍ الهَادِي اِلَى صرَاطِكَ المُسْتَقِيْمِ. وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ الْقَوِيْمِ. أمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اتَّقُوْاللهَ الّذِي لا اِلهَ سِوَاهُ وَاعْلَمُوا أنَّ اللهَ أمَرَكُمْ بِالطَّاعَةِ والْعِبَادَةِ. وَنَهَاكُمْ بِالظُّلْمِ وَالْمَعْصِيَةِ. فَلا يَكُوْنُ ذلِكَ اِلاَّ لِخُسْرَانِكُمْ وَهَلالِكُمْ. وَلَكِنِّ اللهَ يَرْحَمُكُمْ وَأنْزَلَ نِعَمَهُ عَلَيْكُمْ. فَأَطِيْعُوْهُ وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا عَنِ السَّيِّئَاتِ. لِأَنَّ اللهَ جَزَى أَعْمَالَكُمْ. أَثَابَكُمْ بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ. وَعَذَّبَكُمْ بِسَيّءِ أَفْعَالِكُمْ
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Umat Islam tentu mengetahui, mengakui dan menyadari dengan sepenuhnya, bahwa dirinya diciptakan oleh Allah SWT dari tidak ada menjadi ada; dari tidak berdaya menjadi berdaya, dan berdaya upaya; dari lemah menjadi dapat berbuat sesuatu; dari menangis menjadi kuat dan perkasa serta menguasai alam ini. Itu semua bertujuan agar manusia selalu mengabdi kepada-Nya. Kita diciptakan bukan supaya bermusuh-musuhan, bukan untuk saling membunuh, bukan untuk berfoya-foya, bukan untuk bersanang-senang yang dapat melupakan Sang Pencipta AllahRabbul ‘Alamin, juga bukan untuk berbuat kerusakan. KIta diciptakan semata-mata untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya.

Pengabdian hamba yang baik dan ihlas pasti tidak akan sia-sia. Karena disamping hal itu merupakan bukti kepatuhan dan ketaatan kepada penciptanya, kita juga akan diberi imbalan, balasan yang berupa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Manusia adalah makhluk sosial, makhluk bermasyarakat yang tida bisa hidup sendiri, tapi membutuhkan orang lain. Manusia yang menginginka keturunan pun membutuhkan manusia yang lain.
Manusia yang baru dilahirkan dari rahim ibunya tidak berdaya dan tidak dapat berbuat sesusatu, kecuali bergerak dan menangis. Nah, pada saat-saat demikian inilah ia membutuhkan pertolongan orang lain, seperti: bidan, dan lain-lain.
Manusia yang meninggal dunia tidak bisa memandikan diri sendiri, membungkus dirinya dengan kain kafan, bersembahyang dan mengubur dirinya sendiri, akan tetapi harus dimandikan dibungkus dan dikafan, disembahyangkan dan dikubur oleh orang lain
Bahkan untuk makan sesuap nasi pun manusia membutuhkan kerja sama dengan berbagai orang. Mereka akan menerima pahala dan siksa dari Allah besok di akhirat, menurut baik dan buruk yang dikerjakannya.
Oleh karena itu, manusia yang akan mengerjakan sesuatu pekerjaan, pasti akan berfikir terlebih dahulu, apakah yang akan dikerjakan itu termasuk kebaikan ataukah keburukan, ketaatan atau kemaksiatan dan kedurhakaan? Apabila yang dikerjakan itu ternyata kebaikan dan ketaatan, pasti ia mendapat pahala. Tapi apabila ternyata keburukan, kemaksiatan dan kedurhakaan, pasti akan mendapat siksa dari Allah SWT.
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Jadi manusia akan mendapat pahala karena amal baiknya, dan mendapat dosa dan siksa karena amal jeleknya. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an surat az-Zalzalah ayat 7-8:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَه. وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia melihat (balasan)nya . Dan barangsiapa yang mengerjakan kejehatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (pula).”
Yang tersebut tadi adalah pahala dan dosa akibat perbuatan sendiri, bukan karena orang lain.
Dalam Islam memang tidak ada dosa warisan. Sehingga anak tidak akan menerima bagian sedikit pun dari dosa dosa orang tuanya. Nabi adam AS dan ibunda Hawa pernah melanggar larangan Allah SWT, sedikit pun kita umat manusia sebagai keturunannya tidak diberi dosa warisa dari beliau.
Siapa yang berbuat kebaikan, akan mendapat balasan pahala dari Allah SWT, dan siapa yang berbuat kejahatan, akan mendapat siksa dari-Nya.
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 286 :
لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakan dan ia mendapat siksa (dari kejahatan ) yang dikerjakannya.”
Islam menegaskan, bahwa setiap bayi yang keluar dari rahim ibunya itu suci, tidak berdosa sampai ia dewasa. Dan apabila ia telah menjadi orang yang dewasa, maka barulah amal perbuatannya itu dicatat sebagaimana lainnya, yang baik diberi pahala dan yang jahat diberi dosa.
Hadis Nabi Muhammad SAW Yang diriwayatkan Abu Ya’la dalam Musnad Tabrani dan Baihaqi menerangkan sebagai berikut :
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Tiap-tiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan suci bersih sehingga menjadi fasih lisannya, lalu ayah ibunya menjadikan orang beragama Yahudi, Kristen atau Majusi.”
Dan hadis lain yang diriwyatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Dawud dan al-Hakim menerangkan sebagai berikut:
رُفِعَ الْقَلَمُ عَلَي ثَلَاثَةٍ عَنِ الْمَجْنُوْنِ الْمَغْلُوْبِ عَلَي عَقْلِهِ حَتَّى يَبْرَأَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظُ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ
“Pena (malaikat) itu diangkat (maksudnya: perbuatan manusia tidak ditulis, tidak dicatat) dari tiga macam orang : 1. Orang gila hingga ia sembuh gilanya. 2. Orang yang tidur hingga ia terjaga (bangun dari tidurnya), dan 3. Anak kecil hingga ia menjadi baligh (dewasa).”
Dalam surat an-Najm ayat 38-41diterangkan sebagai berikut :
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى. وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى. وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى. ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاء الْأَوْفَى
“Bahwasannya seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang diusahakannya.Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan diberi balasan yang paling sempurna.”
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Dengan demikian, kita dituntut untuk berbuat kkebajikan sebanyak-banyaknya. Karena kita sendirilah yang akan menerima balasan pahala darinya disamping kebehagiaan duniawi.
Kita juga dituntut menjauhi kejahatan, kedurhakaan dan kemaksiatan agar menjadi orang yang selamat di dunia dan akhirat.
Apabila kita perhatikan firman-firman allah SWT dan sabda-sabda Nabi Muhammad SAW tadi, kita akan dapat memetik kesimpulan sebagai berikut:
1. Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, tidak mempunyai dosa, baik akibat perbuatannya sendiri maupun akibat perbuatan orang tua atau leluhurnya.
2. Semua pahal atau siksa yang diberikan Allah SWT kepada manusia adalah balasan yang setimpal dari perbuatannya sendiri, baik secara langsung maupun tidak.
مَنْ سَنَّ فِيْ الْاِسْلاِمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أنْ يَنْقُصَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُمَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أنْ يَنْقُصِ مِنْ أوْزَارِهِمْ شَيْئٌ
“Barangsiapa memberikan contoh yang baik dalam Islam maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala mereka, dan barangsiapa yang memberikan contoh jelek dalam Islam maka atasnya dosanya dan dosa orang yang mengerjakan sesudahnya tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa dosa mereka.”
Sehubungan dengan hadis tersebut, Allah SWT berfirman dalam surat Yasin Ayat 12 sebagai berikut :
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Sesungguhnya kami menghidupkan orang orang mati dan kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (lauh-mahfudz).”
Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
1. Kita hendaknya memperbanyak amal shalih demi keselamatan dan kebahagiaan didunia dan akhirat.
2. Kita hendaknya menghindar dari berbuat maksiat agar selamat dari siksa Allah SWT
3. Kita dituntut memberikan contoh-contoh yang baik menurut pandangan Islam, agar mendapatkan pahala perbuatan itu dan pahala orang-orang yang meniru serta mengikutinya sampai hari kiamat
4. Kita dilarang berbuat maksiat atau memberikan contoh-contoh yang jelek menurut pandangan Islam, agar tidak mendapatkan dosanya dan dosa-dosa orang orang yang mengikuti jejaknya sampai hari kiamat.
اِنَّ أَحْسَنَ الْكَلاَمِ كَلامُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلّامِ. وَاللهُ يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُوْنَ. وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. أعُوْذُ باللهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَه. وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي
  =================================

Merenungkan Berbagai Musibah


اَلْحَمْدُ للهِ الّذِىْ اَكْرَمَ مَنِ اتَّقَى بِمَحَبَّتِهِ, وَاَوْعَدَ مَنْ خَالَفَهُ بِغَضَبِهِ وَعَذَابِهِ, اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَنَّ سَيْدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَرْسَلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ وَخَيْرِ خَلْقِهِ, وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِى سَبِيْلِهِ. اما بعد : فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Dunia sudah semakin renta, berbagai gejala alam; fenomena bencana yang silih berganti, cuaca semakin ekstrim, perubahan iklim yang semakin tak menentu dapat kita rasakan saat ini. Hal ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan alam yang sudah akut. Ketidakseimbangan alam tak lain disebabkan  oleh perilaku umat manusia itu sendiri ; ekploitasi alam yang tidak diimbangi oleh antisipasi dan upaya perbaikan, penebangan hutan dan pembalakan hutan yang membabi buta tidak disertai dengan peremajaan hutan kembali, seiring populasi manusia yang semakin padat, tumbuh suburnya berbagai industri yang memproduksi berbagai za-zat karbon yang berbahaya, mengancam lapisan ozon dan menjadikan efek rumah kaca. Betapa nafsu dan keserakahan manusia menundukan alam demi memenuhi segala tuntutan jasmani dan memperkaya diri dengan mengenyampingkan pembagunan moral, mental-spritual manusia yang justru telah diamanatkan Tuhan untuk melanjutkan misi pemeliharaan dan pengaturan alam semesta.



Dan ketika moral dikesampingkan maka akan ada yang salah dalam upaya pemeliharaan alam ini. Dan berbagai bencana mudah saja terjadi ; banjir, longsor, badai, erosi dan polusi, belum lagi dengan ancaman gempa bumi-tsunami, letusan gunung merapi yang baru-baru saja telah menerpa berbagai belahan dunia khususnya Indonesia.
Maka secara ilmiahو al-Qur’an sendiri menegaskan dalam surat ar-Rum ayat 41 bahwa segala kerusakan di muka bumi diakibatkan dari ulah tangan manusia itu sendiri.
 ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. 30:41)

Dan sama sekali Allah tidaklah berbuat dzolim kepada makhluknya

وَمَا اَنَا بِظَلاَّ لِلْعَبِيْد

Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku. (QS. 50:29)


Jamaah sholat jum’at yang berbahagia


Belum lama ini di salah satu harian surat kabar memuat berita tentang adanya fenomena Colony Collaps Disorder (CCD) atau kerusakan terhadap populasi lebah di dunia secara masif ; di Amerika, Eropa, Jepang, dan China. Dan di Indonesia, peneliti lebah dari P2 Biologi LIPI Sih Kahona terkaget-kaget dengan situasi yang terjadi di kebun Raya Bogor. Lebah hutan yang biasanya selalu ramai berdengung pada setiap awal musim kemarau hingga awal musim hujan nyaris sepanjang tahun 2010 tidak lagi terdengar.

Meskipun fenomena ini masih belum jelas benar penyebabnya, namun sejumlah peneliti menduga hal ini disebabkan oleh perubahan iklim, pembalakan hutan, dan peyemprotan peptisida menjadi ancaman yang paling ganas. Lebah kemudian tidak mampu beradaptasi dengan perubahan iklim ini.

LALU APA BAHANYA BAGI LINGKUNGAN??? Tentunya kita mengetahui, lebah disamping menghasilkan madu yang sangat menyehatkan tubuh, lebah sangat vital dalam  proses penyerbukan tumbuhan. Dan ketika populasi lebah berkurang drastis, maka menjadi ancaman bagi dunia tumbuhan, ancaman terhadap dunia tumbuhan juga anacaman bagi dunia hewan, dan ancaman terhadap hewan dan tumbuhan maka ancaman bagi manusia dan kehidupan. Bahkan Albert Einstein ilmuan fisika yang termahsur itu sangat ekstrim meramalkan yang bakal terjadi pada kehidupan ketika lebah musnah.

Jika lebah musnah dari muka bumi ini, manusia hanya sanggup bertahan selama empat tahun, tak ada penyerbukan, tak ada tanaman, tak ada binatang lagi, tiada lagi manusia…”

Dan yang sedang marak saat ini adalah fenomena merebaknya ulat bulu-serangga perusak tanaman. Bermula di probolinggo Jawa timur, kemudian meluas di dareah sekitarnya, sampai ke Bali, Jawa Tengah, bahkan kabar berita fenomena ulat bulu ini sudah sampai ke Jakarta. Para ilmuan tentunya memperkirakan bahwa fenomena maraknya ulat bulu juga disebabkan oleh ketidakseimbangan alam, pertumbuhan hewan predator-pemangsa ulat bulu tidak lagi tumbuh seimbang dengan pertumbuhan ulat bulu itu sendiri. Lagi-lagi akibat dari perubahan iklim, kerusakan ekosistem, cuaca ekstrim, penyemprotan peptisida yang juga malah membasmi komunitas hewan pemangsa ulat, demikian menurut kajian ilmiahnya.

Jamaah sholat Jum’at yang berbahagia
Sebagai umat ber-Tuhan, tentunya kita tidak melihat fenomena alam hanya dari sisi ilmiahnya saja, melainkan juga kita harus melihat dari sudut teologisnya-apa maksud dan rencana Allah terhadap segala musibah ini? Terjadinya bencana atau segala musibah dalam perspektif Islam terbagi menjadi tiga kategori : bencana hanya sebagai ujian, bencana bisa jadi sebagai teguran, dan bencana sebagai adzab Allah. Tentunya sejauh mungkin kita mnghindari bencana sebagai teguran lebih-lebih sebagai adzab Allah, karena yang demikian menggambarkan dosa-dosa dan kedurhakaan kita-manusia terhadap Allah. Paling baik bencana itu datang sebagai ujian keimanan kita dan kita dapat memetik hikamah di balik dari segala musibah tersebut, atau paling tidak bencana itu datang sebagai teguran atas segala kelalaian kita dan kita mampu menyadarinya dan cepat-cepat bertobat dan kembali menjalani segala tuntunan dan ketentuanNya. Jangan seperti Fir’aun dengan para pengikutnya yang mendapat berbagai macam hukuman dari Allah akibat dari pembangkangannya, kesombongannya dan ketidaksyukurannya terhadap karunia Allah, dan akhirnya Fira’un ditenggelamkan Allah di laut merah akibat dari pengingkarannya terus-menerus terhadap kebenaran yang di bawa Musa as. Keterangan ini dapat kita baca dalam Q.S. al-A’raf ayat 130-134:

Dan sesungguhnya kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. (QS. 7:130)

Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata:"Ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. 7:131)

Mereka berkata:"Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu". (QS. 7:132)

Maka kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. (QS. 7:133)

Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan azab itu daripada kami, pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu". (QS. 7:134)

Maka setelah Kami hilangkan azab itu dari mereka hingga batas waktu yang mereka sampai kepadanya, tiba-tiba mereka mengingkarinya. (QS. 7:135)

Kemudian Kami menghukum mereka, maka Kami tenggelamkan mereka di laut disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami itu. (QS. 7:136)

Demikianlah Fir’aun akhirnya mendapt adzab dari Allah berupa angin taufan, kutu, belalang, katak yang mengganggu kehidupan mereka akibat tidak mensukuri ni’mat dan tidak mengindahkan teguran Tuhan.

Fenomena ulat bulu atau berbagai hama lain yang merebak akhir-akhir ini mudah-mudahan hanya sebagai ujian Allah semata, yang dengan  ini kita semakin dapat mengintrospeksi diri, meningkatkan rasa sukur dan selalu melihat hikmah dibalik segala musibah yang kita alami.

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَمَرَنَا بِالاتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَّ ِالهَ ِالاَّ للهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ اِيَّاهُ نَعْبُدُ وَاِيَّاهُ نَسْتَعِيْنَ, وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ. اَلّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ علَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَالله اِتَّقُ اللهَ تَعَالَى رَبَّ الْعَالمَِيْنَ. وَسَارِعُوْ اِلى مَغْفِرَةِ اللهِ الْكَرِيْمِ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَلَى بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ فَقَالَى فِى كِتَابِهِ الْعَزِيْز. اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتِهِ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اَلّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلاْحْيَاءِ مِنْهُمُ اْلاَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعْوَاتِ رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِ حَسَنَهً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَالله, اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَلاِْحْسَانَ وَاِيْتَائِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرْ وَالْبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهَ اَكْبَرَ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا يَصْنَعُوْنَ اَقِيْمُوا الصَّلوةَ.

===================================

Kotbah Menerangkan  Roh Telah Meningal

Hadirin Jamaah Jumah rohiemakumulloh.
Sebagaima kita maklum, bahwa sejak dulu hingga kini, di kalangan masyarakat kita, Masih banyak yang percaya, bahwa ruh orang yang telah meninggal dunia itu, dapat kembali ke dunia. Ia dapat menjadi hantu, dapat merasuk ke tubuh orang yang masih hidup, ketika sedang sakit atau kesurupan, dapat menjadi jalangkung, dapat memberi kabar kepada orang yang masih hidup melalui mimpi, dapat dimintai tolong, dapat marah ketika kuburnya tidak dibersihkan atau tidak diberikan sesaji dan lain – lain.


Kepercayaan itu semakin tebal, dengan adanya berbagai cerita, atau mungkin ada yang pernah mengalami atau melihat berbagai kejadian ghoib, yang berkaitan dengan ruh orang yang telah meninggal tersebut. Berbagai kejadian ghoib itu antara lain dapat kami sebutkan berikut ini:

    Ketika ada orang yang meninggal dunia dengan cara yang tidak wajar, seperti: karena gantung diri atau bunuh diri, atau karena kecelakaan, atau karena di bunuh, maka beberapa hari kemudian terdengarlah suara orang menangis dan merintih atau orang yang membunuh dalam mimpinya selalu di kejar – kejar oleh orang yang dibunuh, atau di masyarakat tersebar adanya hantu pocong yang gentayangan dan lain – lain.
    Ketika baru saja seorang rentenir atau orang yang dalam hidupnya selalu bergelimang dengan perbuatan maksiat dan dosa, maka berkeliaranlah hantu di masyarakat, sehingga timbul suasana yang menyeramkan dan menakutkan di masyarakat itu, ketika malam datang menjelang.
    Ketika ada orang yang sakit kesurupan, maka melalui lisan orang yang sakit itu, ketika ditanya, ia mengaku bahwa ruh yang masuk ke tubuh orang yang sakit itu adalah orang – orang yang telah meninggal dunia beberapa tahun sebelumnya.
    Ketika ada orang yang bermain jalangkung, ketika jalangkung kesurupan dan ditanya ruh siapa yang masuk ke jalangkung tersebut, ia mengaku melalui tulisan, bahwa ia adalah ruh para ulama atau kyai atau para pahlawan yang telah meninggal dunia.
    Ketika ada orang yang meninggal dunia dengan menyimpan bayak harta yang tidak diketahui oleh ahli warisnya, maka beberapa hari kemudian, salah seorang atau beberapa orang ahli warisnya, diberitahu tempat ia menyimpan hartanya tadi oleh ruh orang yang telah meninggal dunia tadi melalui mimpinya. Dan ternyata ketika keesokan harinya dicek, ternyata benar bahwa di tempat yang ia tunjukkan itu terdapat harta yang banyak, yang ia simpan!
    Ketika ada orang yang berbuat gaduh atau main – main di kuburan yang dianggap keramat atau di tempat – tempat angker, maka orang tersebut bisa dilempar batu atau ditampar, oleh seseorang yang tidak nampak ujudnya.
    Ketika ada orang yang belampah atau menyepi di pekuburan, maka setelah beberapa hari kemudian, ia ditemui oleh seseorang yang mengaku sebagai ruh orang yang telah meninggal, setelah itu orang yang belampah/ menyepi itu meminta sesuatu kepadanya, setelah itu ternyata apa yang dimintanya benar – benar terkabul atau menjadi kenyataan.

Dan tentu saja kejadian – kejadian aneh lainnya di dunia ini, yang berhubungan dengan ruh orang yang telah meninggal dunia.


Hadirin Jamaah Jumah rohiemakumulloh.
Pertanyaannya adalah:

    Benarkah keyakinan atau kepercayaan sebagian masyarakat bahwa ruh orang yang telah meninggal dunia itu, dapat kembali ke dunia, dapat menjadi hantu, dapat merasuk ke tubuh orang yang masih hidup atau menyebabkan kesurupan, dapat menjadi jalangkung dan lain – lain. itu dipandang dari sudut pandang Islam atau Al – Quran dan Sunnah Nabi ?
    Jika benar, mungkin tidak ada masalah, namun jika salah, mengapa berbagai kejadian ghoib terkait dengan ruh orang yang telah meninggal dunia sebagaimana disebutkan di atas benar – benar bisa terjadi di masyarakat ?
    Siapakah penyebabbya ? dan Apa Tujuannya?


Hadirin Jamaah Jumah rohiemakumulloh
Untuk menjawab pertanyaan pertama di atas, marilah kita perhatikan Firman Alloh SWT dalam Alquran dan beberapa Hadits Nabi berikut ini:

    Firman Alloh SWT dalam QS. Al – Anfal ayat 50, menyatakan:“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri).
    Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Malik dan Imam Nasa’i, menyatakan:“Ruh orang mukmin itu, tidak lain melainkan (menjadi) burung – burung yang menggantung di pohon syurga, sampai Alloh mengembalikan dia ke badannya di hari kiamat”
    Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majjah dan Imam Thabranie, menyatakan“Sesungguhnya ruh orang mukmin itu berjalan – jalan di syurga ke mana saja ia suka dan ruh orang kafir itu disiksa di neraka”
    Dalam banyak hadits yang menyatakan, bahwa ruh orang yang meninggal itu, di alam kubur akan mengalami dua nasib. Bagi ruh orang - orang mukmin yang baik, maka akan dijembarkan/ diluaskan kuburnya dan akan mengalami tidur panjang dengan mimpi – mimpi indah dan penuh kenikmatan, yang diistilahkan dengan mendapatkan nikmat kubur. Sedangkan bagi orang – orang kafir, munafik dan orang – orang jahat, maka ia akan disempitkan kuburnya dan mengalami berbagai siksaan kubur, hingga datangnya hari kiamat.
    

Hadirin Jamaah Jumah rohiemakumulloh

Dari ayat Alquran dan beberapa Hadits di atas, maka Para Ulama menyimpulkan, bahwa: Tidak mungkin ruh orang yang telah meninggal dunia itu dapat kembali ke dunia, dapat menjadi hantu, dapat merasuk ke tubuh orang yang masih hidup atau menyebabkan kesurupan, dapat menjadi jalangkung, dapat memberi kabar kepada orang yang masih hidup melalui mimpi, dapat dimintai tolong, dapat marah ketika kuburnya tidak dibersihkan atau diberikan sesaji dan lain – lain.

Karena, beberapa alasan sebagai berikut:

    Kalau orang yang meninggal itu orang yang baik, ngapain dia sudah enak – enak mendapat nikmat qubur, kok mau susah – susah gentayangan ke dunia? Sedangkan kalau ia termasuk ruh orang yang jahat, kapan ada kesempatan ke dunia, wong ia selalu disiksa dengan siksa kubur. Dan kalau betul dia bisa kembali ke dunia, tentu tidak mau lagi kembali ke kubur, karena takut disiksa lagi di kubur.
    Di samping itu, antara alam kubur dan alam dunia itu ada sutu dinding pembatas yang tidak bisa ditembus lagi, yakni alam barzah (dinding yang membatasi).


Kalau demikian, mengapa berbagai kejadian ghoib, terkait dengan ruh orang yang telah meninggal, sebagaimana disebutkan di atas benar – benar bisa terjadi? Siapa penyebabnya? Dan Apa Tujuannya?

Hadirin Jamaah Jumah Rohiemakumulloh!
Sebagaimana kita maklum bahwa, adanya makhluk ghoib yang diciptakan Alloh SWT, yang selalu menjadi musuh manusia sejak diusir dari syurga brsama – sama Nabi Adam As beserta istrinya, sampai datangnya hari kiamat nanti, Mereka dan anak keturunannya, akan selalu menggoda manusia dengan dengan berbagai cara, guna mencari teman sebanyak – banyaknya di neraka kelak. Siapakah mereka? Tiada lain adalah Iblis dan anak keturunannya yakni para syaithon.

Dengan demikian dapat dipastikan bahwa: berbagai kejadian ghoib seperti: hantu, genderuwo, thuyul, jalangkung, mayat hidup (hantu pocong) yang katanya sering muncul di tempat – temapt yang dianggap angker, termasuk ruh yang masuk ke tubuh orang yang kesurupan, termasuk keramat dikuburan orang – orang yang dianggap wali Alloh, semua itu bukanlah disebabkan oleh ruh orang – orang yang telah neninggal. Tetapi, semua itu disebabkan oleh sandiwara atau permainan syaitan.

Lantas apa tujuannya? Tujuannya tiada lain, agar manusia menjadi takut ke masjid atau ke langgar, agar tempat – tempat yang dianggap angker atau keramat menjadi semakin ditakuti dan disegani, agar kuburan para wali semakin banyak dikunjungi dan dimintai berkah dan syafaat atau pertolongan. Dengan demikian keimanan manusia menjadi rusak, karena menjadi syirik atau menyekutukan Alloh karenanya. Sehingga pada akhirnya syaithan itu akan memperoleh teman yang banyak di neraka kelak. Na’udzubillahi mindzalika!

Hadirin Jamaah Jumah Rohiemakumulloh!
Demikianlah khutbah siang ini, mudah – mudahan dapat menjadikan kita lebih waspada terhadap sandiwara dan permainan syaitan, dengan berbagai ragam gaya dan bentuknya, terutama yang berkaitan dengan berbagai kejadian ghoib, di mana dalam perkara ghoib ini justru syaithan sangat berhasil dalam menggoda dan menjerumuskan manusia. Dengan kewaspadaan itu, mudah – mudahan, diri kita, keluarga kita, anak – anak kita dan saudara kita kaum muslimin dan muslimat di manapun saja berada, dapat terhindar dari berbagai kepercayaan ghoib yang salah, yang tidak berdasarkan ayat – ayat Alquran dan Hadits- Hadts Nabi, yang dapat merusak keimanan kita dan merusak ibadah kita, yang dapat menjerumuskan ke dalam perbuatani syirik atau menyekutukan Alloh, sehingga kita dapat terhindar dari sikas api neraka di akhirat kelak. Aamien Yaa Robbal ‘Aalaien.

Untuk menutup khutbah kali ini, marilah kita perhatikan Firman Alloh SWT dalam QS. An-Nisa: 48

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka ia  telah berbuat dosa yang besar."
===========

Jihad Palsu, Amalan Yang Menipu
Posted on January 7, 2014 by admin   
Download PDF

Khutbah Pertama:

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Kaum muslimin rahimakumullah

Ingatlah pada saatnya nanti kita akan dihisab berdasarkan amal-amal yang telah kita lakukan selama di dunia ini. Amal yang banyak maupun yang sedikit, amal baik atau buruk; semua pasti akan kita lihat kelak di akhirat. Dalam Alquran surat Al-Zalzalah ayat 7-8 menyebutkan

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al-Zalzalah: 7-8)

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan selalu berusaha meningkatkan amal kebaikan. Kita juga selalu waspada terhadap amalan yang paling merugikan, serta menghindari jalan kesesatan. Yaitu dengan menuju ke jalan yang terang-benderang. Yakni jalan yang ditempuh para ulil albab dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada, dah shalihin. Inilah jalan hidup hamba-hamba Allah yang memahami hakikat agama secara benar dalam kehidupan mereka.

Orang yang benar, akan selalu mencari jalan menuju ridha Allah, berharap pahala di sisi-Nya, dan berharap mendapatkan rahmat-Nya, sehingga di akhirat kelak bisa duduk bersanding dengan para wali-Nya dan orang-orang shalih yang menjadi pilihan-Nya.

Mengapa demikian? Kita memahami dan meyakini bahwa kebahagiaan seseorang hanya dapat diperoleh jika seseorang mendapatkan taufik dan hidayah dari sisi Allah. Sehingga ia bisa berjalan di atas kebenaran, dan senantiasa mendapat petunjuk untuk menempuh jalan yang benar; sehingga bisa selamat dari perbuatan dosa dan kemaksiatan. Akhirnya ia dapat beribadah kepada Allah dengan landasan bashirah (ilmu), bisa menjalankan agama sesuai dengan Alquran dan sunah. Inilah yang bisa menjaga dan menyelamatkan seorang hamba dari golongan orang-orang yang paling merugi amalannya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)

Imam Ibnu Jarir menjelaskan ayat di atas bahwa mereka itu adalah orang-orang yang berbuat suatu amalan dan berharap pahala dari Allah, berusaha untuk taat dan mencari ridha-Nya, namun sebenarnya mereka hanya membuat murka Allah, karena mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.

Imam Ibnu Katsir juga mengatakan, demikian itu adalah perumpamaan orang-orang yang gagal hidup di dunia. Mereka telah menipu diri mereka sendiri dengan tidak bersandar kepada akidah yang benar, dan amalan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan.

Kaum muslimin yang berbahagia

Ketauhilah, jika amal kesesatan manusia dihitung, maka tidak akan bisa dikalkulasi lagi karena begitu banyak dan beragam macamnya. Yang termasuk paling berat kemungkarannya, dan paling besar madharatnya, yaitu tidak menaati dan memberontak kepada pemimpin, tenggelam dalam kesombongan, serta menghalalkan tumpahnya darah kaum muslimin dengan alasan yang tidak dibenarkan syariat. Perbuatan seperti itu dikarenakan mengadopsi pemikiran yang menyimpang karena salah menafsirkan Alquran dan hadis, atau mengambil hadis-hadis dan pendapat-pendapat yang tidak shahih.

Sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini di sebagian negara, yaitu seringnya terjadi aksi kekerasan yang mengakibatkan tumpahnya darah kaum muslimin. Walaupun mereka mengatasnamakan perbuatan mereka tersebut dengan jihad dalam menegakkan syariat Islam, atau dengan alasan meninggikan kalimat Allah. Namun kenyataannya, justru menimbulkan kerusakan yang banyak di semua sisi.

Seorang mukmin yang takut akan kehidupan akhirat dan berharap rahmat Allah, tentu tidak mungkin menerima dan mendukung aksi-aksi seperti ini. Orang-orang yang disebut teroris ini menganggap bahwa pembunuhan dan tindakan menakut-nakuti orang lain dianggap sebagai cara yang dibenarkan syariat. Padahal Allah telah berfirman,

نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS. Al-Maidah: 32)

Oleh karena itu, bagaimana bisa dibenarkan bila menyebarkan permusuhan dengan sesama muslim atau dengan orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan di negeri muslim, sperti para turis dan duta-duta negara asing, dikatakan sebagai jalan menuju keridhaan Allah? Siapa yang dapat mengambil manfaat dari perbuatan tidak terpuji ini; mayoritas masyarakat ataukah hanya segelintir orang yang berada di dalam kelompoknya saja?

Rasulullah, para sahabatnya, dan para ulama yang mengikuti petunjuk mereka tidak pernah melakukan hal demikian. Mereka sangat menghormati darah seorang muslim dan menjaga perjanjian dengan orang-orang yang dijamin keamanannya. Maka prilaku-prilaku penyerangan-penyerangan demikian adalah lahir dari hawa nafsu semata tanpa bimbingan ilmu agama yang lurus. Allah telah mengingatkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu godaan setan ini dengan firman-Nya,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala     .” (QS. Fathir: 6)

Begitu juga dengan firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Kaum muslimin yang berbahagia

Sesungguhnya tindakan semacam itu bisa hanya merugikan umat Islam semata. Perbuatan buruk segelintir orang ini telah merusak citra kaum muslimin dan mendeskreditkan Islam di hadapan agama-agama lain. Kaum muslimin diidentikkan dengan kekerasan, jihad disamakan dengan pembunuhan dan pengrusakan, dan syariat Islam akan dibayangkan sebagai aturan yang menindas. Akibatnya, masyarakat akan merasa phobi dan ngeri bila mendengar kata Islam dan syariat.

Tidakkah orang-orang yang telah berbuat kerusakan itu takut akan menjadi orang yang bangkrut di akhirat? Yaitu membawa pahala yang telah mereka kerjakan di dunia, namun ketika sampai di akhirat semua itu sirna karena mereka juga melakukan kezaliman, seperti pembunuhan, membuat cedera, menghancurkan harta benda dan membuat takut di hati manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ، فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

“Orang yang bangkrut ialah, orang yang pada hari kiamat datang dengan membawa shalat, puasa dan zakat, tetapi ia mencaci ini, menuduh ini, makan harta ini, menumpahkan darah ini dan memukul ini, sehingga kebaikan yang ia lakukan diberikan kepada oran gyang dizhalimi. Kemudian, apabila kebaikannya habis padahal belum cukup, (maka) diambilkan kejelekan mereka yang dizhalimi, lalu diberikan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله لِي وَ لَكُمْ وَلِجَمِيْعِ الْمُسْلِمِيْنَ, فَا سْتَغْفِرُوْهُ أَنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah Kedua:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ

Kaum muslimin yang berbahagia

Kami mengajak marilah kita kembali ke ajaran Islam yang shahih, yaitu praktik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam semua aspek kehidupan; baik dalam masalah akidah, ibadah, adab, muamalah atau lainnya. Begitu pula dalam masalah jihad, penerapan syariat Islam dan muamalah dengan para ulil amri. Kita harus mempelajari sedalam-dalamnya sebelum melangkah lebih lanjut mengenai bagaimana sikap dan pendapa mereka dalam penerapannya.

Oleh karena itu, siapapun pelakunya yang pernah berbuat dengan perbuatan di atas, harus segera menyadari kekeliruannya dan bertaubat di hadapan Allah, sebelum nyawa sampai ke kerongkongan atau matahari terbit dari Barat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ

“Barangsiapa berbuat kezhaliman terhadap saudaranya (orang lain), hendaklah dia meminta maaf atas kezhalimannya. Karena (pada hari Kiamat), di sana tidak ada dinar (dan) tidak pula dirham sebagai penebusnya, sebelum diambil kebaikan dari dirinya untuk saudaranya tersebut. Apabila dia tidak memiliki kebaikan, maka diambillah kejelekan saudaranya tersebut dan dilimpahkan kepadanya.” (HR. Bukhari)

Kita juga harus menolong saudara-saudara kita yang telah berbuat zalim, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingatkan supaya kita mau menolong orang yang berbuat zalim dan orang yang dizalimi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالَ تَأْخُذُ فَوْقَ

يَدَيْهِ

“Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat zhalim atau dizalimi”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, orang yang dizalimi jelas akan kami tolong, akan tetapi bagaimana kami harus menolong orang yang berbuat zalim?” Beliau menjawab, “Pegang tangannya (agar tidak berbuat zhalim)”. (HR. al-Bukhari no. 2444)

Akhirnya, marilah kita sadari kesalahan-kesalahan yang pernah kita lakukan. Kita perbanyak istighfar, dan kita bertaubat kepada Allah; Dia-lah Ghafurur-Rahim. Wallahu a’lam bishawab, mudah-mudahan yang sedikit ini bisa bermanfaat.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
=========
Nikmat dan Adzab Kubur

Oleh: Abu Muhammad Abdul Mu’thi Al Maidani

Khutbah yang pertama

Wahai para hamba Allah, sidang jum’at yang dimuliakan oleh Allah …
Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنّ الْعَبْدَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ، وَتَوَلّىَ عَنْهُ أَصْحَابُهُ، إِنّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ. يَأْتِيهِ مَلَكَانِ فَيُقْعِدَانِهِ فَيَقُولاَنِ لَهُ: مَا كُنْتَ تَقُولُ فِي هَذَا الرّجُلِ ؟ فَأَمّا الْمُؤْمِنُ فَيَقُولُ: أَشْهَدُ أَنّهُ عَبْدُ اللّهِ وَرَسُولُهُ. قَالَ: فَيُقَالُ لَهُ: “انْظُرْ إِلَىَ مَقْعَدِكَ مِنَ النّارِ. قَدْ أَبْدَلَكَ اللّهُ بِهِ مَقْعَداً مِنَ الْجَنّةِ” قَالَ نَبِيّ اللّهِ صلى الله عليه وسلم: “فَيَرَاهُمَا جَمِيعاً”.

“Sesungguhnya seorang hamba bila diletakkan di dalam kuburnya dan para pengantarnya telah kembali pulang, sunggguh dia akan mendengarkan gesekan sandal-sandal mereka. Datang kepadanya dua malaikat, maka keduanya mendudukkannya dan bertanya kepadanya, ‘Apa pendapatmu tentang orang ini (yakni nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam)? Adapun seorang yang mukmin akan menjawab, ’Aku bersaksi bahwasanya dia adalah hamba Allah dan Rasul-Nya’. Maka dinyatakan kepadanya, ‘Lihatlah kepada tempatmu di neraka, sungguh telah digantikan oleh Allah dengan sebuah tempat di surga.” Maka Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kemudian dia melihat kedua tempat tersebut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Ma’asyirol muslimin rohimakumullah…

Hadits ini menceritakan kepada kita bagaimana ‘pertanyaan yang terjadi di alam kubur’. Adapun orang-orang yang beriman akan dikokohkan oleh Allah sewaktu mereka ditanya di dalam kubur masing-masing. Itulah yang dinyatakan oleh Allah di dalam Al-Quran yang mulia:

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

Permulaan dari alam akhirat adalah alam barzakh (alam kubur). Oleh karena itu, seorang yang beriman akan dikokohkan oleh Allah untuk menjawab pertanyaan kubur, sebagaimana di dalam hadits yang telah lalu.

bersabda:r, bahwa Rasulullah tDiriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Muslim dari hadits Al-Bara’ bin ‘Azib


(الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِي الْقَبْرِ: يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ. فَذَلِكَ قَوْلُهُ: يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ)

“Seorang hamba yang muslim bila ditanya di dalam kuburnya, niscaya dia akan bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah. Maka itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala: ‘ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Allah mudahkan baginya untuk menjawab pertanyaan kubur dengan mengucapkan dua kalimat syahadat ’Laa Ilaha Illallah wa Anna Muhammadan Rasulullah.
Perkara yang akan ditanyakan oleh dua malaikat kepada seorang hamba yang baru saja meninggal, bila telah selesai dikuburkan, ada tiga hal:
yang pertama: (مَنْ رَبُّكَ)
“Siapa Rabbmu”
yang kedua: (وَمَا دِيْنُكَ)
“Apa agamamu”
yang ketiga: (وَمَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِيْ بُعِثَ فِيْكُم)
“Siapa orang yang telah diutus di antara kalian ini?”

Maka seorang yang mukmin akan menjawab: “Rabku adalah Allah, agamaku adalah Islam, sedangkan orang ini adalah Muhammad utusan Allah.” Lalu ditanyakan kepadanya: “Apa yang memberitahumu mengenai jawaban ini?” Dia menjawab: “Aku membaca Al-Qur’an, beriman kepadanya, dan membenarkannya.”
Dengan demikian, seorang yang mukmin selamat dari siksa kubur karena bisa menjawab pertanyaan dua malaikat yang datang kepadanya itu. Berbeda dengan seorang yang kafir ketika ditanya: “Siapa Rabmu? Apa agamamu? Siapa orang yang telah diutus di antara kalian ini?” Dia hanya bisa menjawab: “Ha..ha.. aku tidak tahu.” Inilah keadaan seorang yang kafir sewaktu ditanya di dalam kuburnya.

Itulah fitnah kubur, yaitu pertanyaan dua malaikat yang dihadapkan kepada seorang yang baru saja meninggal. Dua malaikat yang menanyai seorang yang baru saja meninggal disebut dengan Munkar dan Nakir. Sebagaimana hal ini terdapat di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Imam At-Turmudzi dengan sanad yang hasan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ، أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ. يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَاْلآخَرُ النَّكِيْرُ

“Apabila seorang hamba telah diletakkan di dalam kuburnya, datanglah kepadanya dua malaikat yang hitam dan biru. Salah satunya disebut Al-Munkar dan yang lain disebut An-Nakir.” (HR. At-Turmudzi dan dihasankan oleh syaikh Al AlBani dalam tahqiqnya atas ”Syarh Aqidah Thahawiyyah” hal. 399)

Maka ini adalah nama dua malaikat yang akan menanyai seorang yang baru saja dikubur. Keduanya akan bertanya tentang “Siapa Rabmu, apa agamamu, dan siapa orang yang telah diutus di antara kalian ini?”
Seorang yang mukmin setelah bisa menjawab pertanyaan dua malaikat itu, maka dia akan memperoleh nikmat kubur. Adapun seorang yang kafir, ketika tidak bisa menjawabnya, maka dia akan dihadapkan kepada adzab kubur.

Ma’asyirol muslimin rohimakumullah…

Di sini para ulama berselisih pendapat: Apakah pertanyaan kubur hanya khusus pada umat ini atau juga umum pada umat-umat yang sebelumnya?
Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini, bahwa pertanyaan kubur berlaku umum pada seluruh umat dari yang pertama sampai yang terakhir. Pendapat ini telah dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah di dalam kitabnya ”Syarh Lum’atil I’tiqod”( hal. 112)

Kemudian terjadi pula perselisihan di kalangan para ulama: Apakah pertanyaan ini bagi orang-orang yang mukallaf saja atau juga bagi orang-orang yang tidak mukallaf seperti anak kecil dan orang gila yang meninggal?

Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini, bahwa pertanyaan kubur mencakup semuanya. Baik yang mukallaf atau tidak mukallaf. Maka pertanyaan kubur itu juga diarahkan bagi anak kecil dan orang gila yang meninggal, karena keumuman dalil-dalil yang berbicara tentang pertanyaan kubur. Demikian pula dikuatkan dengan dalil bahwa anak kecil atau orang gila yang meninggal dari kalangan muslimin, diperintahkan kepada kita untuk menshalatkan dan mendoakannya agar dilindungi oleh Allah dari adzab kubur. Hal ini menunjukkan bahwa mereka juga mendapatkan ‘pertanyaan kubur’.

Oleh sebab itu, Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Ar-Ruh yang dinisbatkan kepada beliau, menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa pertanyaan kubur berlaku secara umum, baik bagi yang mukallaf maupun tidak.
Adapun mengenai pertanyaan kubur: Apakah khusus bagi kaum mukminin saja atau juga umum meliputi orang-orang kafir? Menurut pendapat yang paling kuat dikalangan para ulama, bahwa pertanyaan kubur meliputi kaum mukminin dan orang-orang kafir secara umum. Banyak dalil dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang mengasumsikan kepada kita bahwa orang-orang kafir juga akan ditanya oleh dua malaikat di dalam kubur mereka. Di antaranya adalah hadits yang telah kita bacakan sebelumnya yaitu hadits Al-Bara’ bin ’Azib yang dikeluarkan oleh Al Imam Ahmad, Abu, Dawud, An Nasai, Ibnu Majah dan yang selainnya.
Wallahu a’lam bish shawab

Khutbah yang kedua

Wahai para hamba Allah, sidang jum’at yang dimuliakan oleh Allah . . .
dan bertanya: “Wahai Rasulullah! kenapa seluruh kaum mukminin diuji di dalam kuburnya kecuali orang yang mati syahid?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:r datang kepada beliau rYang mendapatkan pengecualian dari pertanyaan kubur adalah ‘orang yang mati syahid’. Sebagaimana hal ini telah dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam An-Nasai dengan sanad yang shahih. Bahwa salah seorang dari sahabat Rasulullah

كَفَى بِبَارِقَةِ السُّيُوْفِ عَلَى رَأْسِهِ فِتْنُةً
“Cukuplah kilatan pedang yang berada di atas kepalanya sebagai ujian tersendiri”. (HR. An-Nasai dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam kitabnya ”Ahkamul Janaiz” hal. 36)

Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang mati syahid tidak diuji, yakni tidak ditanya oleh dua orang malaikat di dalam kuburnya. Maka ini merupakan pengecualian.
Pengecualian yang lain adalah orang yang meninggal ketika berada di front terdepan untuk berjaga-jaga dalam jihad fi sabilillah. Kondisi ini diistilahkan dengan “Al-Murobith fi sabilillah”. Maka orang yang demikian ini, bila meninggal tidak akan ditanya di dalam kuburnya. Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari sahabat Salman Al-Farisi radhiallahu ’anhu.
Sekeluarnya dari fitnah kubur, seorang yang meninggal akan memasuki fase yang disebut dengan nikmat kubur atau adzab kubur. Seorang mukmin setelah bisa menjawab pertanyaan dua malaikat yang datang kepadanya, maka dia memperoleh nikmat kubur.
Kemudian datang seruan dari langit: “hamba-Ku ini telah benar, Bentangkanlah untuknya permadani dari surga dan bukakanlah sebuah pintu ke surga”.

Harum wangi surga pun menerpanya dan kuburnya diperluas sejauh mata memandang. Lalu datang kepadanya seorang yang bagus wajahnya, pakainnya, dan harum wanginya. Orang itu berkata, bergembiralah dengan segala yang akan menyenangkanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan. Maka si mukmin bertanya kepadanya, siapakah engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang dengan membawa kebaikan. Dia pun menjawab, aku adalah amalmu yang sholih. Lalu si mukmin berkata, wahai Robbku! Segerakanlah hari kiamat agar aku kembali kepada keluarga dan hartaku”.
Adapun seorang yang kafir ketika tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat yang datang kepadanya, maka dia dihadapkan kepada adzab kubur.

Kemudian datang seruan dari langit: “dia telah berdusta, bentangkanlah untuknya permadani dari api neraka dan bukakanlah sebuah pintu ke neraka. Sehingga hawa panas dan racun neraka pun menerpanya dan kuburnya di persempit sampai tulang-tulang rusuknya saling bergeser. Lalu datang kepadanya seorang yang buruk wajahnya, pakainnya, dan busuk baunya. Orang itu berkata, bergembiralah dengan segala yang akan memperburuk keadanmu. Ini adalah hari yang dahulu engkau telah dijanjikan. Maka si kafir bertanya, siapakah engkau? Wajahmu dalah wajah yang datang dengan membawa keburukan. Dia pun menjawab, aku adalah amalmu yang buruk. Lalu si kafir berkata, wahai Robku! Janganlah engkau datangkan hari kiamat”.

Itulah keadaan seorang yang mukmin dan seorang yang kafir setelah ditanya di dalam kuburnya. Seorang yang kafir disiksa karena tidak bisa menjawab pertanyaan kubur. Namun bukan berarti bahwa setiap mukmin pasti akan terlepas dari adzab kubur. Seorang mukmin yang bermaksiat kepada Allah berkemungkinan merasakan adzab kubur, bila Allah tidak berkehendak mengampuni dosanya.
Hal ini diperkuat dengan sebuah hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda:

إِنّهُمَا لَيُعَذّبَانِ، وَمَا يُعَذّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، ، وَأَمّا الاَخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنّمِيمَةِ
”Orang-orang yang berada di dalam dua kubur ini, sungguh sedang disiksa. Dan tidaklah keduanya disiksa karena suatu masalah yang besar. Adapun salah satu dari keduanya, dahulu tidak mau menjaga diri dari air kencing. Sedangkan yang lain, dahulu biasa berjalan untuk mengadu domba”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah dan membelahnya menjadi dua bagian. Beliau meletakkannya di masing-masing dua kubur ini dengan harapan semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingan siksa keduanya, selama pelepah kurma itu masih basah dan belum kering.

Ma’asyirol muslimin rohimakumullah…

Apakah adzab kubur akan berlangsung sampai terjadinya hari kiamat atau disesuaikan dengan kadar dosa orang yang disiksa ?
Jawabnya: di antara adzab kubur ada yang akan berlangsung sampai terjadinya hari kiamat dan ada pula yang disesuaikan dengan kadar dosa orang yang disiksa.

Yang akan berlangsung sampai terjadinya hari kiamat adalah adzab kubur bagi orang-orang yang kafir. Di dalam Al-Qur’an, Allah telah menyatakan tentang Fir’aun dan bala tentaranya:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آَلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, serta pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir`aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras”. (Al-Mukmin (Ghafir): 46)

Dari ayat ini, ulama menyimpulkan bahwa adzab kubur bagi orang-orang yang kafir akan berlangsung sampai terjadinya hari kiamat.

Dalil yang lain adalah hadits Al-Bara` bin ’Azib yang sebelumnya telah kita bacakan, pada sebuah riwayatnya disebutkan: “Bahwasanya tatkala seorang yang kafir tidak bisa menjawab pertanyaan dua malaikat itu, maka kepadanya dinampakkan tempatnya di dalam neraka, dan perkara ini akan berlangsung sampai hari kiamat”.

Adapun adzab kubur yang berlangsung sesuai dengan kadar dosa orang yang disiksa adalah adzab kubur yang ditimpakan kepada para pelaku dosa besar. Allah akan menyiksanya di dalam kubur sesuai dengan kadar dosanya, kemudian akan diperingan dan tidak akan berlangsung sampai terjadi hari kiamat.
============= 
Pendidikan Anak Dimulai dari Rumah

Khutbah Pertama:

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah.

Kami mengajak kepada semua jamaah, marilah kita semua meningkatkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Bekal takwa inilah yang akan menyelamatkan kita dari siksa neraka. Karena tidak ada yang akan selamat dari neraka, kecuali orang-orang yang bertakwa.

ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا

“Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam: 72)

Kaum muslimin yang berbahagia.

Islam agama yang sempurna, sangat memperhatikan pertumbuhan generasi. Untuk itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita agar memilih istri shalihah, penuh kasih sayang dan banyak keturunannya. Dari istri yang shalihah ini, diharapkan terlahir anak-anak yang shalih dan kokoh dalam beragama. Sehingga Islam menjadi kuat, dan orang-orang yang membenci Islam menjadi gentar. Demikianlah, ibu memiliki peranan yang dominan dalam membangun pondasi dan mencetak generasi, karena dialah yang mendidik anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Perhatian lainnya yang Islam tunjukkan terkait dengan pendidikan anak yaitu Rasulullah menganjurkan agar orang tua memberi nama yang baik terhadap anak-anaknya. Suatu nama akan turut memberi pengaruh terhadap anak. Sehingga banyak riwayat yang menjelaskan Rasulullah merubah beberapa nama yang tidak sesuai dengan Islam.

Kedatangan Islam dalam mendidik ini, juga bisa dikaji dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika anak menginjak usia tujuh tahun, hendaklah kedua orang tua mengajarkan dan memerintahkan anak-anaknya untuk melakukan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Perintah mengerjakan shalat berarti juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan shalat. Misalnya, tata cara shalat, tata cara wudhu, dan hukum shalat berjamaah di masjid bagi anak laki-laki, hasilnya pun anak-anak akan mengenal dan dekat dengan sesama kaum muslimin.

Adapun pukulan pada anak, Islam memperbolehkan para orang tua untuk memukul jika anaknya enggan melaksanakan shalat. Tetapi yang harus diperhatikan, pukulan tersebut adalah pukulan dalam batasan-batasan mendidik, bukan pukulan yang membahayakan lagi emosinal, bukan juga pukulan permainan sehingga tidak menimbulkan efek jera pada anak.

Namun kita lihat pada masa ini, pukulan sebagai salah satu metode mendidik, banyak ditinggalkan orang tua. Dalih yang disampaikan, karena rasa sayang kepada anak. Padahal rasa sayang yang sebenernya adalah diwujudkan dengan pendidikan. Dan salah satu metode pendidikan adalah dengan memukul sesuai dengan kadar dan ketentuannya saat anak melakukan pelanggaran syariat yang layak diberi hukuman dengan pukulan.

Rasulullah juga memerintah para orang tua supaya memisahkan tempat tidur anak-anak yang telah memasuki usia sepuluh tahun. Maksud pemisahan ini, menjaga norma-norma hubungan antara saudara laki-laki dan perempuan karena dalam hal tertentu ada kebiasaan-kebiasaan alamiah dan tingkah laku perempuan yang dia enggan apabila dilihat oleh laki-laki, demikian juga sebaliknya.

Oleh karena itu, dalam Islam, orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka saat mereka tidur, apalagi saat mereka terjaga, mereka keluar rumah, bergaul dengan lingkungannya. Orang tua harus memperhatikan anaknya, menjauhkannya dari pergaulan buruk dan tidak benar. Pendidikan tidak hanya terjadi pada saat mereka berada di rumah, namun juga ada perhatian lainnya yang bisa diberikan orang tua tatkala anak-anaknya berada di luar rumah. Hendaknya orang tua mengetahui kemana dan dengan siapa anak-anaknya bergaul. Orang tua adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah orang yang memiliki tanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Kebaikan anak menjadi penyebab kebaikan khususnya bagi orang tua dan keluarganya, dan secara umum untuk kaum muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda,

إِذَا مَاتَ إِبْنُ آدَمَ إِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ, أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِه, أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan seorang anak dengan kebaikan dan ketaatannya, memiliki manfaat dan pengaruh yang besar bagi para orang tua, baik ketika masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Ketika orang tua masih hidup, sang anak akan menjadi hiburan, kebahagiaan dan penyejuk hati. Dan ketika orang tua sudah meninggal dunia, maka anak-anak yang shalih senantiasa akan mendoakan, beristighfar dan bershadaqah untuk orang tua mereka.

Sebaliknya, betapa malang orang tua yang anaknya tidak shalih dan durhaka. Anak yang durhaka tidak bisa memberi manfaat kepada orang tuanya, baik ketika masih hidup maupun saat sudah meninggal. Orang tua tidak akan bisa memetik buahnya, kecuali hanya kerugian dan keburukan. Keadaan seperti ini bisa terjadi jika para orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anak-anaknya.

Salah satu contoh dalam pendidikan yang benar, yaitu hendaklah para orang tua bersikap adil terhadap semua anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita,

فَاتَّقُوْا اللهَ وَاعْدِلُوْا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ

“Maka bertakwalah kalian semua kepada Allah dan berbuat adillah kepada anak-anak kalian.” (HR. Bukhari)

Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat memberi kepada sebagian anak-anaknya, kemudian ia menghadap kepada Rasulullah supaya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedia menjadi saksi. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah semua anakmu engkau beri seperti itu?”

Dia menjawab, “Tidak.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Carilah saksi selain diriku, karena aku tidak mau menjadi saksi dalam keburukan. Bukankah engkau hagiakan, apabila memberikan sesuatu yang sama?”

Dia menjawab, “Iya.” Lalu beliau menanggapi, “Jika demikian, lakukanlah!”

Kaum muslimin yang berbahagia

Anehnya, ada sebagian orang tua manakala dinasehati tentang pendidikan anak, justru mereka malah menyanggah. Orang tua ini mengatakan, bahwa kebaikan adalah di tangan Allah, atau hidayah terletak di tangan Allah. Memang benar hidayah berada di tangan Allah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56)

Namun yang perlu diperhatikan, faktor yang menjadi penyebab adanya kebaikan dan hidayah, ialah karena peran orang tua. Apabila para orang tua telah berperan secara maksimal dan telah menunaikan kewajiban dalam mendidik, maka hidayah berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan jika orang tua lalai dan mengabaikan tarbiyah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan balasan dengan kedurhakaan dan keburukan kepada anak. Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يَهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), lalu kedua orang tuanya menjadikannya sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Di sinilah kita harus memahami secara benar, betapa besar peranan orang tua terhadap anak. Orang tua memiliki tanggung jawab membentuk keimanan dan karakter anak. Dari orang tua itulah akan terwujud kepribadian seorang anak.

Akhirnya, marilah kita menjaga fitrah anak-anak kita. Yaitu fitrah di atas kebenaran dan kebaikan. Karena yang kita lakukan atas diri anak, akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ

Khutbah Kedua:

اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْد

Ma’syiral muslimin, jamaah shalat Jumat rahimakumullah

Perhatian terhadap anak merupakan perkara yang sangat penting dan pertanggungjawaban yang besar di sisi Allah. Oleh karena itu, para manusia terbaik, yaitu para nabi dan rasul senantiasa mendoakan kebaikan untuk anak keturunan mereka.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdoa,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100)

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 128)

Nabi Zakariya ‘alaihissalam berdoa,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (QS. Ali Imran: 38)

Begitu juga dengan orang-orang shalih yang Allah sebutkan dalam Alquran, mereka berdoa,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74)

Demikianlah para nabi dan rasul, meskipun kedudukan mereka dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka tetap saja senantiasa berdoa penuh harap, memohon kepada Allah agar dianugerahi keturunan yang shalih dan shalihah. Jika demikian, bagaimana dengan kita? Tentunya kita harus lebih semangat lagi.

Oleh karena itu, marilah kita berdoa dan selalu berusaha memberikan pendidikan kepada anak-anak kita dengan berlandaskan agama yang lurus.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ وبارك عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَىمُحَمَّدٍ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا وَ آخِرُ دَعْوَانَا الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
============ 
Persiapan Menghadapi Kematian

KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.

“يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً”

أما بعد
Jamaah Jumat rahimakumullah

Mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudia keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman.

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ

“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imraan: 185)

Saudaraku, apa alasan Anda untuk tidak beramal padahal setiap jiwa pasti akan merasakan mati?

Apakah karena melihat bahwa diri Anda dapat meloloskan diri dari maut?

Tidakkah Anda mendengar firman Allah:

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisaa’: 78)

Atau apakah karena Anda merasa yakin bahwa kematian masih jauh???

Tidakkah Anda menyaksikan bahwa maut datang tanpa melihat orang yang dijemput; masih muda atau sudah tua, anak kecil atau orang dewasa, orang yang sakit atau yang sehat!

Apakah termasuk hal yang mustahil jika ternyata besoknya atau lusanya atau pekan depan atau bulan depan maut datang menjemput Anda?

Tentu tidak mustahil. Dan bukankah Allah Ta’ala berfirman:

اْلأَرْحَامِ وَمَاتَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَاتَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ

“Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS. Luqman: 34)

Jika demikian, apa alasan Anda untuk tidak beramal?

Inginkan Anda -ketika maut datang menjemput- disambut oleh malaikat dengan kata-kata:

يَاأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ {27} ارْجِعِي إِلىَ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَةً {28}

“Hai jiwa yang tenang–Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (QS. Al Fajr: 27-28)

Atau Anda lebih memilih disambut oleh malaikat dengan kata-kata:

“Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”

Itu terserah Anda,

قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.” (QS. Al Baqarah: 256)

Jika Anda memilih pilihan yang kedua, maka penyesalan yang harus Anda terima:

حَتَّى إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتَ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ ● لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ

“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)– Agar aku berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al Mu’minuun: 99-100)

Namun,

وَلَن يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا وَاللهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munaafiquun: 11)

Jika Anda tidak ingin memilih yang kedua, dan lebih memilih pilihan pertama, maka persiapkan amalan sebelum maut datang menjemput.

Amalan yang perlu Anda siapkan sebelum maut datang menjemput

    1.  Bertaubat

Saudaraku, betapa pun besar dosa yang Anda lakukan, Allah tetap membuka pintu taubat selama nyawa masih di kandung badan dan matahari belum terbit dari barat. Allah berfirman,

قُلْ يَاعِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لاَتَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)

    2.  Menjaga Tauhid

Jangan nodai tauhid Anda dengan kesyirikan. Jangan sekali-kali Anda beribadah kepada selain Allah, seperti berdoa dan memohon kepada selain Allah, berkurban kepada selain Allah (seperti menyembelih binatang sebagai tumbal atau membuat sesaji). Demikian juga janganlah beribadah agar dipuji manusia (riya), mengerjakan ibadah agar mendapatkan dunia, memakai jimat, penangkal maupun susuk.

Jangan pula percaya dengan ramalan bintang, dukun, paranormal, peramal, dan orang-orang yang mengaku mengetahui yang ghaib. Termasuk syirk pula adalah bersumpah dengan nama selain Allah (baik dengan nama nabi maupun nama lainnya). Jangan Anda ber-tabarruk (ngalap berkah) dengan barang-barang tertentu seperti mencari keberkahan dari pohon, batu, dan benda-benda yang dikeramatkan. Jangan pula mempelajari sihir, apalagi mempraktikkannya. Jangan pula percaya dengan hari-hari sial, bulan sial, dsb. Semua ini adalah syirk.

Saudaraku, jika Anda menjaga diri Anda dari syirk, maka Allah akan memasukkan Anda ke surga. Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَقِىَ اللَّهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ النَّارِ

“Barangsiapa yang menghadap Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu (menjaga tauhid), maka ia akan masuk surga, dan barangsiapa yang menghadap-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu (berbuat syirk), maka ia akan masuk neraka.” (HR. Muslim: 270)

    3.  Menjaga Shalat Lima Waktu

Jagalah shalat yang lima waktu dan kerjakanlah dengan berjamaah. Rasulullah  shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda:

صَلَاةُ أَحَدِكُمْ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ وَبَيْتِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ بِأَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حُطَّتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ…

“Shalat salah seorang di antara kamu dengan berjamaah melebihi shalat (sendiri) di pasar maupun di rumahnya dengan 20 derajat lebih (yakni 27 derajat). Hal itu karena apabila di antara kamu berwudhu, lalu memperbagus wudhunya, kemudian mendatangi masjid untuk shalat, hanya untuk shalat saja ia datang, tidaklah ia melangkah satu langkah kecuali akan ditinggikan satu derajat atau digugurkan satu dosa…dst.” (HR. Bukhari)

    4.  Menunaikan Zakat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّيْ مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كاَنَ يَوْمُ اْلقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِيْنُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ اْلعِبَادِ

“Tidaklah pemilik emas maupun perak yang enggan membayar zakatnya kecuali pada hari kiamat akan dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari api, lalu dipanaskan kemudian dibakar dahi, lambung dan punggungnya dengannya. Setiap kali menjadi dingin, maka diulangi lagi dalam sehari yang lamanya 50.000 tahun sampai diputuskan masalah di kalangan manusia.” (HR. Muslim)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُهُ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA

لحَمْدُ لِلّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الرَحِيْمِ الغَفَّارِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى عَلَى فَضْلِهِ المِدْرَارِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الغِزَارِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ العَزِيْزُ الجَبَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى المُخْتَار، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَيِّبِيْنَ الأَطْهَار، وَإِخْوَنِهِ الأَبْرَارِ، وَأَصْحَابُهُ الأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَا تُعَاقِبُ اللَيْلَ وَالنَّهَار

    5.  Berpuasa di Bulan Ramadhan

Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

    6.  Berhajji Jika Mampu

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فِيهِ ءَايَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ ءَامِنًا وَللهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imraan: 97)

    7.  Mengerjakan Perintah-perintah yang Wajib dan Menjauhi Larangan

Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam:

أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوْبَاتِ, وَصُمْتُ رَمَضَانَ وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ , وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْاً أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ – نَعَمْ

“Bagaimana pendapatmu, jika aku mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal dan menjauhi yang haram dan tidak menambah lebih dari itu (yakni tanpa mengerjakan amalan yang sunat), apakah aku bisa masuk surga?” Beliau menjawab: “Ya.” (HR. Muslim)

Tidak disebutkan dalam hadis di atas kewajiban zakat dan hajji serta ajaran Islam lainnya, karena sudah termasuk ke dalam kata-kata “menjauhi yang haram”.

Saudaraku, kerjakanlah perintah-perintah yang wajib dahulu, kemudian tambahkan dengan perintah yang sunat untuk memperbanyak pahala (seperti mengerjakan shalat sunat dan puasa sunat).

Saudaraku, amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang rutin dikerjakan meskipun sedikit. Misalnya mengerjakan wasiat Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berikut:

أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ

“Kekasihku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) berpesan kepadaku agar berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rak’at Dhuha dan berwitir sebelum tidur.” (HR. Muslim)

Dan hindarilah larangan, dari mulai dosa-dosa besar kemudian dosa-dosa kecil. Ketahuilah bahwa dosa-dosa besar adalah penyebab utama seseorang binasa di akhirat, sedangkan dosa-dosa kecil bila sering dilakukan akan mengarah kepada dosa-dosa besar dan banyaknya dosa-dosa kecil yang dilakukan tanpa diiringi dengan istighfar dan taubat akan menjadikan hati tertutup. Di antara dosa besar adalah seperti yang disebutkan dalam hadis berikut:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan”, Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa sajakah itu?” Beliau menjawab, “Syirk kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan dan menuduh berzina wanita mukminah yang baik-baik yang tidak tahu-menahu.” (HR. Bukhari)

    8.  Berakhlak Mulia

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sebab yang paling banyak memasukkan ke surga, Beliau menjawab:

تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُق

“Yaitu takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al Bani)

Ulama menjelaskan tentang ciri orang berakhlak mulia, yaitu:

Sangat pemalu, sedikit sekali mengganggu, banyak kebaikannya, jujur lisannya, sedikit bicara, banyak bekerja, sedikit tergelincir, tidak berlebihan terhadap sesuatu (selain yang bernilai ibadah), berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahim, sabar, suka berterima kasih, rela, santun (tidak lekas marah), suka menepati janji, tidak suka melaknat, memaki dan mengadu domba, tidak tergesa-gesa, tidak pendendam, tidak bakhil (kikir), tidak hasad (dengki), wajahnya berseri-seri dan senang, cinta karena Allah dan benci pun karena Allah.

    9.  Menjaga Lisan

Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkata-katalah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hindarilah banyak bicara, karena banyak bicara adalah kunci pembuka pintu dusta, ghibah video pengajian celupan(menggunjing), dan namimah (mengadu domba) serta pintu-pintu maksiat lisan lainnya. Pergunakanlah lisan untuk kebaikan, di antaranya adalah dengan menggunakannya untuk membaca Alquran , berdzikr, beramr ma’ruf (menyuruh mengerjakan perintah Allah) dan bernahy munkar (melarang orang mengerjakan maksiat), bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, memberi nasehat, berdoa kepada Allah dsb.

    10.         Menaati Suami bagi Wanita

Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila seorang wanita menjaga shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan menaati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, “Masuklah ke surga dari pintu mana saja yang kamu suka.” (HR. Ibnu Hibban, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

Demikianlah di antara amalan yang perlu kita siapkan, semoga Allah membantu kita semua untuk dapat mengerjakannya serta dapat tetap istiqamah hingga akhir hayat. Aamin yaa Rabbal ‘aalamiin.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا

أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
========== 


Khutbah Jumat berikut ini menjelaskan tentang hakikat dan keutamaan takwa. Sebab, takwa merupakan wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya yang harus dipahami maksudnya dan senantiasa dijaga, serta dijalankan oleh setiap muslim.

KHUTBAH PERTAMA:

الْحَمْدُ لِلهِ حَمْداً كَثِيراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk bertakwa kepada-Nya dan menjanjikan berbagai keutamaan bagi siapa saja yang menjalankannya. Saya bersaksi bahwasanya tidak ada yang diibadahi dengan benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya, serta seluruh kaum muslimin yang senantiasa mengikuti petunjuknya.

Hadirin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benar takwa. Takwa adalah sebab yang akan membuat seseorang memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tidak bertakwa akan mendatangkan kesulitan dan bencana. Oleh karena itu, kita semuanya dan seluruh muslimin sesungguhnya sangat butuh akan takwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan di dalam Alquran, ayat-ayat yang berkaitan dengan takwa dan keutamaannya, begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits-haditsnya. Maka, takwa merupakan wasiat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya yang harus dipahami maksudnya dan senantiasa dijaga, serta dijalankan oleh setiap muslim. Bukan sekadar kalimat yang selalu didengar atau diucapkan, namun tidak diperhatikan dan tidak ada wujudnya.

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah,

Para ulama telah menjelaskan definisi takwa dengan berbagai ungkapan yang berbeda-beda, namun semuanya kembali pada maksud yang sama. Yaitu agar seseorang membuat penghalang yang membentengi dan menjaga dirinya dari terkena kemarahan dan azab Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesuatu yang akan menjadi penghalang, serta menjaga seseorang dari terkena azab Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak lain adalah dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Jama’ah jum’ah rahimakumullah,

Ketahuilah, bahwasanya pondasi dari ketakwaan seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah persaksiannya terhadap dua kalimat syahadat. Persaksian terhadap dua kalimat syahadat ini bukanlah sekadar diucapkan dengan lisan. Namun juga harus dipahami maknanya, serta diamalkan kandungannya. Sehingga, siapa saja yang telah bersaksi dengan dua kalimat syahadat ini, dia harus meninggalkan dan berlepas diri, serta meyakini batilnya segala bentuk peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengarahkan segala bentuk ibadahnya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Begitu pula dia harus mengimani bahwa Muhammad bin ‘Abdillah ibn ‘Abdul Muththalib shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala dan utusan-Nya. Yaitu dia meyakini bahwa beliau adalah seorang hamba yang tidak boleh diibadahi, sekaligus beliau seorang Rasul yang tidak boleh didustai. Di samping itu, dia juga harus meyakini bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi yang diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada satu pun yang hidup setelah diutusnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, kecuali harus membenarkan seluruh ajarannya dan mengikuti agamanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ، يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya –yakni demi Allah– tidaklah satu pun yang telah mendengar tentang aku dari umat ini baik dari kalangan Yahudi dan tidak pula dari kalangan Nasrani, kemudian dia meninggal dalam keadaan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali (dia) termasuk dari penghuni neraka.” (H.R. Muslim)

Hadirin rahimakumullah,

Termasuk konsekuensi dari dua kalimat syahadat adalah harus mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya lebih dari cintanya kepada selain keduanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidaklah sempurna iman salah seseorang di antara kalian hingga aku lebih dia cintai daripada (cintanya kepada) anaknya, orang tuanya dan manusia seluruhnya.” (H.R. Muslim)

Di samping itu, dua kalimat syahadat juga mengharuskan orang yang mengucapkannya untuk mencintai saudaranya sesama muslim yang tidaklah dia mencintainya, kecuali karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

“Tiga perkara, yang apabila seseorang itu memilikinya, maka dia dengan sebab tiga perkara tersebut akan mendapatkan manisnya iman, (yaitu) seorang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya; dan dia mencintai saudaranya yang tidaklah dia mencintainya kecuali karena Allah; serta dia membenci untuk kembali terjatuh kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana dia tidak ingin dirinya dilempar ke api.” (H.R. Muslim)

Seseorang yang masih mendahulukan keinginan dirinya dengan mengikuti hawa nafsunya daripada kecintaannya, serta ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka hal itu menunjukkan kelemahan imannya dan kurang sempurnanya dirinya dalam melaksanakan dua kalimat syahadat.

Hadirin rahimakumullah,

Di samping itu, ketakwaan seseorang juga tidak akan terwujud kecuali dia harus menjalankan kewajiban yang paling besar setelah menjalankan dua kalimat syahadat yaitu menegakkan shalat lima waktu. Amalan ini merupakan tiang Islam, dan merupakan barometer untuk menimbang baik atau tidaknya amalan seseorang, serta sebagai pembeda yang membedakan antara seorang muslim dengan orang kafir.

Hal ini disebutkan di dalam firman-Nya,

فَإِن تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَءَاتَوْا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينَ

“Dan jika mereka mau bertobat dan menegakkan shalat, serta menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara kalian seagama.” (At-Taubah: 11)

Ayat ini menunjukkan, bahwa orang yang tidak mau menjalankan kewajiban shalat lima waktu bukanlah saudara kita seiman.

Hadirin rahimakumullah,

Namun, perlu diketahui pula bahwasanya wajib bagi kaum laki-laki untuk menjalankan kewajiban shalat lima waktu ini secara berjamaah. Yaitu dengan menjalankannya di masjid, bukan di rumah. Adapun apa yang dipahami oleh sebagian kaum muslimin, bahwa apabila di rumahnya ada satu orang laki-laki atau lebih bersamanya berarti dia bisa mengerjakan shalat berjamaah di rumahnya adalah pemahaman yang salah. Kewajiban shalat berjamaah di masjid ini merupakan paling besarnya syiar Islam yang harus nampak. Oleh karena itu, marilah kita senantiasa menjaga kewajiban yang sangat besar ini yaitu shalat berjamaah di masjid sebagai bukti ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Marilah kita senantiasa berhati-hati dari segala hal yang akan menghalangi atau melalaikan kita dari shalat berjamaah, seperti mendatangi acara-acara hiburan yang diwarnai kemaksiatan atau menyaksikannya melalui layar televisi, serta berbicara atau ngobrol yang tidak menentu, dan yang semisalnya.

Jama’ah jum’ah rahimakumullah,

Seseorang yang ingin bertakwa, dia harus mewujudkan persaksiannya terhadap dua kalimat syahadat. Yaitu dengan menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai satu-satunya yang diibadahi dan meninggalkan seluruh jenis perbuatan syirik, serta membencinya sebagaimana bencinya dirinya terkena api. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa disebut sebagai orang yang bertakwa apabila dia masih membenarkan atau membolehkan diarahkannya salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, meskipun dia menjalankan shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Maka untuk mewujudkan takwa, seseorang harus membangun ibadahnya di atas pondasi ini, serta harus menegakkan shalat lima waktu yang akan menjadi tiang dari ketakwaannya. Selanjutnya sebagai bentuk ketakwaan yang sebenar-benarnya, dia pun harus menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala lainnya, serta meninggalkan larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu, marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas diri kita dengan tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di samping itu juga atas keluarga kita dengan menjalankan tanggung jawab kepada mereka dan tidak menyia-nyiakannya. Begitu pula, marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap kerabat kita dengan menjaga silaturahim dan tidak memutusnya, serta terhadap saudara-saudara kita seiman dengan tetap menjaga kehormatan mereka. Yang tidak kalah pentingnya, marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap dakwah kita yaitu dengan senantiasa di atas hikmah dalam menjalankannya.

Hadirin rahimakumullah,

Termasuk bagian yang paling penting dari bentuk ketakwaan seseorang adalah at-tafaqquh fiddin, yaitu bersungguh-sungguh dalam mempelajari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kewajiban menuntut ilmu ini sangat erat kaitannya dengan takwa. Dengan bersemangat dalam menuntut ilmu, seseorang akan mengetahui perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan larangan-larangan-Nya. Sehingga dengan demikian, dia akan benar-benar tepat dalam menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk menuntut ilmu dan bertanya kepada ahli ilmu tentang agama kita, agar kita bisa benar-benar mewujudkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akhirnya, kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui nama-nama-Nya yang husna, agar kita semuanya diberi pertolongan dan kemudahan untuk mewujudkan takwa dan istiqamah di atasnya sampai ajal mendatangi kita. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

KHUTBAH KEDUA:

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى خَاتِمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa mewujudkan takwa di dalam kehidupan kita dan marilah kita senantiasa mengingat, bahwa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sumber segala kebaikan dan kunci untuk memperoleh kebahagiaan, serta bekal yang sangat berguna untuk kehidupan dunia dan akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَاأُوْلِي اْلأَلْبَابِ

“Maka berbekallah kalian dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.” (Al-Baqarah: 197)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan dalam firman-Nya,

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ

“Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa di sisi Rabb mereka (disediakan) surga yang penuh dengan kenikmatan.” (Al-Qalam: 34)

Hadirin rahimakumullah,

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan di dalam ayat-ayat-Nya perihal keutamaan atau buah yang akan dipetik oleh orang yang bertakwa. Di antaranya adalah bahwa orang-orang yang bertakwa akan dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 4)

Di samping itu, orang yang bertakwa juga akan dikaruniai rasa aman dan kebahagiaan di saat sebagian orang ditimpa rasa takut dan kesedihan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَلآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ {62} الَّذِينَ ءَامَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ {63} لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلأَخِرَةِ

“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Mereka adalah) orang-orang yang beriman dan bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat.” (Yunus: 62-64)

Termasuk buah dari bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah bahwa orang-orang yang bertakwa akan dikaruniai furqan, yaitu pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala baik berupa ilmu atau yang lainnya, sehingga dengannya seseorang akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, serta mana yang bermanfaat dan mana yang berbahaya bagi dirinya. Disamping itu juga akan dibersihkan jiwanya dari kesalahan-kesalahan yang dilakukannya dengan diberi kemudahan untuk beramal shalih sehingga akan menghapus kesalahan-kesalahannya. Begitu pula akan diampuni dosa-dosanya dengan diberi taufiq untuk senantiasa beristighfar dan bertobat dari dosa yang dilakukannya.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيِغْفِرْ لَكُمْ وَاللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

“Wahai orang-orang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan kepada kalian furqan dan Allah akan menghilangkan diri-diri kalian dari kesalahan-kesalahan kalian dan mengampuni (dosa-dosa) kalian dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al-Anfal: 29)

Jama’ah jum’ah rahimakumullah,

Orang yang bertakwa juga akan diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari berbagai bahaya dan akan diberi jalan keluar dari setiap kesempitan yang menimpanya. Disamping itu juga akan dimudahkan berbagai urusannya serta diberi rezeki di luar dugaannya dari arah yang dia tidak sangka-sangka.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا {2} وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُوَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar dan akan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”” (Ath-Thalaq: 2-3)

Hadirin rahimakumullah,

Dari ayat-ayat tersebut, kita mengetahui betapa butuhnya kita akan takwa. Karena setiap orang tentu menginginkan jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapinya. Terlebih permasalahannya menyangkut agama atau akhiratnya, karena masalah ini akan berkaitan dengan selamat dan tidaknya seseorang dari siksa kubur serta kejadian berikutnya saat berada di padang mahsyar sampai kemudian berujung pada selamat dan tidaknya dirinya dari terkena pedihnya siksa api neraka. Maka, setiap orang tentu membutuhkan ilmu untuk mengetahui mana yang haq dan mana yang batil, serta mana yang baik akibatnya dan mana yang berbahaya. Begitu pula yang berkaitan dengan urusan dunia, setiap orang tentu membutuhkan rezeki dan kemudahan dalam urusan-urusan yang dihadapinya. Baik yang berkaitan dengan istri, anak, dan keluarga maupun dengan masyarakat di sekitarnya. Semua ini akan bisa diselesaikan dan menjadi baik hasilnya apabila dihadapi dengan takwa. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita semua menjadi orang yang bertakwa dengan sebenar-benarnya.
============

Sekarang ini kita tengah berada di dalam era globalisasi dan modernisasi, maka tak ada jalan keluar untuk lari dan selamat dari fitnah ini, tidak ada petunjuk penyelesaian melainkan di ujungnya kesesatan yang menambah kebinasaan, kecuali petunjuk dan jalan keluar yang ditawarkan oleh Al-Islam, yaitu: Taqwa kepada Allah (Redaksi, www.khotbahjumat.com)

Taqwa Solusi Islam Mengatasi Ekses Modernisasi

Oleh: Taufiqqurrohman

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

Hadirin sidang Jumat rahimakumullah.

Seiring pesatnya perkembangan ilmu dan tekhnologi, cepatnya kemajuan iptek dan derasnya arus informasi yang melanda umat manusia dewasa ini, justru dari satu sisi menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan-kerusakan tata nilai kehidupan, kian meningkatnya kriminalitas dengan tindak kekerasan, judi, penyalahgunaan obat terlarang, sarana dan prasarana kemaksiatan semakin mudah didapatkan, dari panti-panti pijat sampai diskotik dan tempat-tempat hiburan kelas tinggi, dari bioskop-bioskop yang ada di dalam rumah sampai foto-foto porno dari artis-artis tak bermoral sampai bintang-bintang film yang bejat akhlaqnya, membuat orang semakin nekat dan berani melakukan maksiat.

Kasus-kasus pembunuhan, pemerkosaan dan perzinaan, hampir terjadi setiap hari, baik yang memenuhi halaman-halaman surat kabar ataupun yang menjadi berita-berita aktual radio dan televisi.

Maka dalam salah satu pernyataannya Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menyatakan bahwa: “Dalam dua tahun terakhir ini tercatat sebanyak “dua juta” wanita melakukan ABORSI (pengguguran kandung) 750 ribu di antaranya remaja belum menikah. “Dan kalau dibandingkan dengan angka kelahiran pertahunnya maka jumlah “dua juta janin yang mati” karena aborsi tersebut adalah amat sangat luar biasa. Dan jika ini terus diurut, maka jumlah yang akan didapat tentunya akan jauh lebih besar lagi, sungguh penjagalan besar-besaran terhadap cikal bakal umat manusia tengah merajalela, inilah gambaran betapa telah hancurnya moral generasi muda kita, betapa karena mengejar nikmat dunia -yang sekejap mata- kasih sayang seorang bunda berubah menjadi bara api panas yang membakar anak-anaknya.

Inikah modernisasi yang kita idam-idamkan? Inikah globali-sasi yang kita perjuangkan? kerusakannya jauh lebih kita rasakan dari pada kemaslahatan. Jawabnya ialah: modernisasi dengan iptek yang melaju cepat tidak memberikan makna kehi-dupan. Semua menduga modernisasi itu akan membawa kesejahteraan. Mereka lupa dibalik itu ada gejala yang dinamakan The agony of modernisation, yaitu azab sengsara karena modernisasi, seperti kian meningkatnya kriminalitas dengan tindak kekerasan, pemerkosaan, judi, narkotika, kenakalan remaja, prostitusi, bunuh diri, gangguan jiwa, dan berbagai kerusakan lingkungan hidup dan tata nilai kehidupan.

Dan sekarang ini saudara-saudara, kita tengah berada di dalam era globalisasi dan modernisasi tersebut, maka tak ada jalan keluar untuk lari dan selamat dari fitnah ini, tidak ada petunjuk penyelesaian melainkan di ujungnya kesesatan yang menambah kebinasaan, kecuali petunjuk dan jalan keluar yang ditawarkan oleh Al-Islam, yaitu: Taqwa kepada Allah, sebagaimana yang dijanjikan di dalam surat Ath-Thalaq ayat 2 dan 4,

Allah berfirman:

وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah (Maka Allah) akan mengadakan baginya jalan keluar dari setiap kesulitan.”

Juga firman-Nya:

وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan mengadakan baginya kemudahan dalam setiap urusan.”

Kaum Muslimin sidang Jumat yang berbahagia

Takwa adalah barometer keimanan seorang muslim. Dengan takwa mata hati akan terbuka untuk melihat dan menerima kebenaran serta menolak dan menjauhi kemungkaran. Sebagai-mana firmanNya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن تَتَّقُوا اللهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًا

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan pembeda (antara al-haq dengan al-batil) bagimu.” (QS. Al-Anfal: 29).

Ibnu Katsir berkata pada tafsir ayat ini: “Karena barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, dengan mengerjakan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-laranganNya niscaya diberi taufik (bimbingan) untuk mengetahui yang hak dari yang batil.

Namun sayang, tidak semua orang yang mengaku Islam ..itu beriman, sebagaimana tidak semua orang yang beriman…itu bertakwa. Kata takwa atau “takut kepada Allah” sering kita dengar bahkan sering meluncur dari lidah kita, seakan menjadi bahasa yang datar tanpa makna. Takut kepada Allah tidak lagi menjadi rasa, tetapi hanya sekedar menjadi bahasa.

Sebagian besar umat manusia, termasuk umat Islam dewasa ini sudah kehilangan rasa takut kepada Allah, kepada ancaman-ancaman yang dahsyat bagi orang-orang yang maksiat, kepada kemungkinan-kemungkinan bahwa diri kita terjerembab dalam azab dunia lebih-lebih siksa kubur dan azab akhirat. Namun justru sebaliknya, sebagian di antara kita cenderung takut kepada orang-orang yang dikeramatkan, jin, setan dan lain-lain.

Diterangkan di dalam kitab Fathul Majid halaman 301 sampai 303 dan al-Qaulus Sadid halaman 116 sampai 117, diterangkan bahwa: Takut semacam ini adalah termasuk dosa besar, tercela bahkan termasuk syirik akbar yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam.

Adapun seseorang yang melakukan amalan haram atau meninggalkan amalan wajib karena takut kepada manusia, hal ini termasuk syirik ashghar yang meniadakan kesempurnaan tauhid.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah yang dishahihkan oleh al-Albani di dalam shahihul jami’ halaman 1814. Rasulullah shalallaahu alaihi wa salam bersabda:

لاَ يَحْقِرَنَّ أَحَدُكُمْ نَفْسَهُ أَنْ يَرَى أَمْرًا لِلَّهِ عَلَيْهِ فِيْهِ مَقَالاً ثُمَّ لاَ يَقُوْلُهُ فَيَقُوْلُ اللهُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَقُوْلَ فِيْهِ فَيَقُوْلُ رَبِّ خَشِيْتُ النَّاسَ فَيَقُوْلُ وَأَنَا أَحَقُّ أَنْ يُخْشَى.

Yang artinya: “Janganlah salah seorang di antara kalian menghinakan dirinya, yaitu jika ia melihat satu perkara yang menjadi hak Allah dan menjadi kewajibannya untuk dibicarakan, kemudian dia tidak membicarakannya. Maka Allah akan bertanya (padanya di hari Kiamat) ‘Apa yang menghalangimu untuk mengatakannya’ Kemudian dia akan menjawab, ‘Rabbku, aku takut kepada manusia’. Maka Allah berkata, ‘Hanya Akulah yang paling berhak engkau takuti’.”
Ma’asyiral muslimin, rahimakumullah.

Oleh karena itu, di dalam surat Ali Imran ayat 175 Allah berfirman:

إِنَّمَا ذَالِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَآءَهُ فَلاَتَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِن كُنتُمْ مُّؤْمِنِينَ

Yang artinya; “Sesungguhnya itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti kamu dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu jika kamu orang-orang yang beriman.”

Ya… jika kita memang beriman kepada kebesaran Allah, kalau benar kita bertauhid kepada keesaan Allah, mengapa kita perlu ragu bahwa suatu saat nanti Allah akan membangkitkan kita setelah kematian, lalu menghisab amal perbuatan kita sekecil apapun kebaikan dan kejahatan yang pernah kita lakukan di dunia ini. Lalu terhadap orang-orang yang tidak beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan kitab amalannya dari sebelah kiri, maka mereka termasuk orang-orang yang merugi. Na’udzu billah min dzalik.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat .

ثُمَّ فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ

“Kemudian masukkanlah ia ke dalam rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. Al-Haqqah: 32).

Tentang arti (فاسلكوه): Ibnu Katsir mengemukakan perkataan Ibnu Juraij bahwa Ibnu Abbas berkata: Besi rantai itu dimasukkan dari arah duburnya, lalu keluar melalui mulutnya, kemudian para pesakitan ini ditata dalam besi rantai tersebut seperti belalang yang ditusuk berjajar dengan kayu ketika dipanggang dengan api.

Syaikh al-Allamah Abdur Rahman bin Nasir as-Sa’di seorang tokoh ulama dari Saudi yang wafat pada tahun 1376 H, dalam tafsirnya video pengajian celupanTaisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, juz II , tentang ayat tersebut menerangkan bahwa: Mata rantai itu berasal dari Neraka Jahim yang panasnya mencapai puncak panas. Kemudian artinya ialah: susunlah para pesakitan (orang-orang tidak beriman) ini ke rantai tersebut dengan cara: rantai tersebut dimasukkan melalui duburnya hingga keluar dari mulutnya kemudian gantunglah padanya.

Maka orang sengsara ini terus-menerus disiksa dengan siksaan yang sedemikian mengerikan ini, betapa dahsyat siksaan itu terhadap dirinya, betapa menyesalnya dia dengan penghinaan yang sedemikian rupa, sesungguhnya sebab yang menjadikannya sampai pada kedudukan demikian ialah karena:

إِنَّهُ كَانَ لاَيُؤْمِنُ بِاللهِ الْعَظِيمِ

“Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar.” (QS. Al-Haqqah: 33).

Ia tidak menunaikan apa yang menjadi hak Allah, tidak bertaqwa dan tidak beribadah kepadanya (Tafsir Ibnu Katsir, IV/536).

Ia kafir kepada Rabbnya, menentang Rasul-Nya dan menolak kebenaran yang dibawa oleh RasulNya tersebut. (Tafsir al-Karim ar-Rahman, juz II).

يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آَمَنُوا اتَّقُواْ اللهَ وَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيْدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْازًا عَظِيْمَا. أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khotbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛

Sidang Jumat rahimakumullah.

Maka demikianlah, orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah tidak hanya akan mendapatkan kesengsaraan hidup di dunia berupa kegelisahan hati, gangguan jiwa dan lain-lain, walaupun mereka berlimpahkan harta dan kemewahan. Tetapi mereka juga akan diazab dan disiksa dengan siksa akhirat yang teramat dahsyat.

Sedangkan sebaliknya orang-orang yang bertaqwa kepada Allah selain akan diberikan jalan keluar dari setiap kesulitan. Dan dimudahkan dalam segala urusan dunianya, mereka juga dijanjikan Surga sebagai tempat kemenangan. Sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ لِلْمُتَّقِينَ مَفَازًا {31} حَدَآئِقَ وَأَعْنَابًا {32} وَكَوَاعِبَ أَتْرَابًا {33} وَكَأْسًا دِهَاقًا {34} لاَّيَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلاَكِذَّابًا {35} جَزَآءً مِن رَّبِّكَ عَطَآءً حِسَابًا {36}

“Sesungguhnya untuk orang-orang yang bertakwa ada tempat kemenangan (Surga), kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman), di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.” (QS. An-Naba’: 31-36).

Hadirin sidang Jumat rahimakumullah.

Maka hanya kepada Allah-lah kita menghadapkan wajah, menyandarkan segala harapan seraya berdoa semoga Ia mencurah-kan limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita, untuk bertakwa hanya kepada-Nya, melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya, berpegang teguh kepada Kitab-Nya dan sunah-sunah Rasul-Nya dengan pemahaman para sahabat dan pengikut mereka dari kalangan salafus shalih, sehingga kita selamat dari segala fitnah dunia berupa kehancuran moral dan berbagai kesengsaraan dari akibat buruk modernisasi dan globa-lisasi serta tergolong orang-orang yang memperoleh kemenangan di sisi-Nya dan selamat dari azab dan siksa akhirat yang maha dahsyat. Amin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. أَقِيْمُوا الصَّلاَةَ.
========= 
Peringatan Agar Tidak Tertipu dengan Kenikmatan Dunia
Khutbah Jumat ini berisi nasihat agar kita tidak terlena dengan kenikmatan yang kita peroleh di dunia.  “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs.. Hûd/11: 15-16).
Peringatan Agar Tidak Tertipu dengan Kenikmatan Dunia
Khutbah Jumat Pertama

الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَجَعَلَ لِلْوُصُوْلِ إِلَيْهِ طَرَائِقَ وَاضِحَةً وَسُبُلاً , وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ , شَهَادَةً نَرْجُوْبِهَا عَالِيَ الْجَنَّاتِ نُزُلاً , وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ , أَقْوَمُ الْخَلْقِ دِيْنًا وَأَهْدَاهُمْ سُبُلاً , صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ , وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا

Amma ba`du,

Wahai kaum muslimin, sesungguhnya telah datang bagi manusia suatu masa, di mana pada waktu itu dia merupakan sesuatu yang belum bisa disebut. Kemudian Allah Subahanahu wa Ta’ala menciptakan kita, menyempurnakan nikmat-nikmatnya, menghindarkan bencana, dan memberikan kemudahan, serta menjelaskan semua yang bermanfaat dan berbahaya bagi kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa manusia itu memiliki dua negeri, yaitu negeri tempat berjalan dan menyeberang, dan negeri tempat menetap dan hidup abadi. Negeri tempat menyeberang adalah alam dunia ini. Negeri yang segala sesuatunya terdapat kekurangan, kecuali yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Angan-angan dunia adalah suatu penyesalan, kejernihannya adalah suatu kekotoran. Sekiranya orang yang berakal melihat sedikit saja, pasti dia akan mengetahui kadar dan kehinaannya serta tipudayanya. Dunia itu terlihat seperti fatamorgana. Orang yang kehausan mengira itu adalah air, padahal apabila dia mendekatinya, dia tidak akan memperoleh apa-apa. Dunia juga dihiasi dengan berbagai macam kemegahan dan sesuatu yang menggiurkan. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman,

حَتَّى إِذَآ أَخَذَتِ اْلأَرْضُ زُخْرُفُهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَآ أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَآ أَتَاهَآ أَمْرُنَا لَيْلاً أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِاْلأَمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir.” (Q.s. Yûnus/10: 24)

Jadi, akhir dunia ini adalah ketiadaan dan kebinasaan. Keindahannya adalah petaka dan penyesalan. Inilah dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَاالْحَيَاةُ الدُّنْيَآ إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q.s. Al-Hadîd/57: 20).

Wahai kaum muslimin, sedangkan akhirat adalah negeri dan kehidupan yang hakiki. Kehidupan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kehidupan, seperti keabadian, kesenangan dan kedamaian. Dan kesenangan di sana adalah hakiki. Apabila manusia melihat hakikat sebenarnya. Ia akan mengatakan, “Aduhai baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidup ini.” Jadi, kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan akhirat, tempat manusia hidup dan mereka tidak akan mati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَمَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ. وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُوْلَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ

“Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.” (Q.s. al-Mukminûn/23: 102-1032).

Wahai kaum muslimin, marilah kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, melihat dunia ini dengan pandangan orang yang berakal, membandingkan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, agar kita mengetahui perbedaan kedua negeri tersebut. Di negeri akhirat terdapat semua yang diinginkan oleh manusia dan nikmati oleh mata. Surga adalah darus salâm (kampung kedamaian), yang terlepas dari berbagai kekurangan, bala`, penyakit, kematian, kesusahan maupun usia yang tua. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَمَوْضِعُ سَوْطٍ أَحَدِكُمْ فِي الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

“Sesungguhnya tempat cemeti kalian di surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (H.r. Ahmad no. 21732).

Ini adalah ucapan seorang nabi yang jujur lagi dipercaya. Sesungguhnya tempat tongkat di surga itu lebih baik dari dunia ini semuanya, dari awal hingga akhirnya dengan segala kenikmatan dan kemewahan yang ada di dalamnya. Apabila ini saja lebih baik dari dunia semuanya, lantas kiranya kenikmatan apa yang kita dapatkan di dunia ini dengan  waktu yang sangat singkat.video kajian nikmat

Wahai kaum muslimin, sungguh mengherankan sekali ada kaum yang lebih mengutamakan kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat. Padahal akhirat itu lebih baik dan kekal. Mereka lebih mengutamakan dunia dari pada akhirat. Mereka mencari dunia dan meninggalkan amal akhirat. Meraka sangat berambisi untuk mendapatkan dunia dan melewatkan apa yang Allah Subahanahu wa Ta’ala wajibkan kepada mereka. Mereka tenggelam dalam hawa nafsu dan kelalaian. Mereka melupakan rasa syukur kepada zat yang telah memberikan nikmat kepada mereka. Ciri-ciri mereka yaitu bermalas-malasan mengerjakan salat dan merasa berat untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala. Di dunia ini mereka berani bermuamalah riba yang mereka perindah namanya, atau dengan riba yang terang-terangan tanpa peduli sedikitpun dengan dosa di akhirat kelak. Mereka berbohong dalam setiap pembicaraan, tidak menunaikan janji-janji mereka, tidak berbuat baik kepada orang tua dan tidak menyambung silaturahmi.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْانِ الْعَظِيْمِ , وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلأَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ , أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله َلِيْ وَلَكُمْ وَلِكَافَةِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ , فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Jumat Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَاِلنَا  مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَ مَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Wahai kaum muslimin, sesungguhnya orang yang lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, dia akan mendapatkan kenikmatan dunia dan akhirat. Karena amalan akhirat itu mudah bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala dan dia tidak melewatkan dunia ini sedikitpun. Sesungguhnya siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah Ta’ala, pasti Allah Ta’ala akan memberikan ganti yang lebih baik darinya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.s. An-Nahl/16: 97)

Sebaliknya, orang yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, maka dia terkadang diberikan dunia, akan tetapi dia tidak mendapat bagian di akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَيُبْخَسُونَ. أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي اْلأَخِرَةِ إِلاَّ النَّارَ وَحَبِطَ مَاصَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّاكَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs.. Hûd/11: 15-16).

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang lebih mengutamakan akhirat daripada dunai, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan dia akhirat serta jagalah kami dari api neraka.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ, اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِاْلإِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاَّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ
رَبَّنَا لا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْراً كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلا تُحَمِّلْنَا مَا لا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ, وَأَقِمِ الصَّلاَة
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Template | Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Dakwah DKM MASJID AT' TAQWA - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Zack Template