Headlines News :
Home » » Korban Hewan Syi'ar Islam Bentuk Ketaatan Kepada Allah SWT

Korban Hewan Syi'ar Islam Bentuk Ketaatan Kepada Allah SWT

Written By Unknown on Kamis, 26 September 2013 | 01.07




Bismilahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr.Wb.

Saudaraku dimanapun berada, mari syukuri Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Shalawat dan salam teruntuk hamba dan utusan-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Sebentar lagi kita akan memasuki Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Korban, sebagai umat Islam  berkurban merupakan salah satu syi'ar Islam yang agung dan termasuk bentuk ketaatan yang paling utama. Berkorban adalah syi'ar keikhlasan dalam beribadah kepada Allah semata, dan realisasi ketundukan kepada perintah dan larangan-Nya. Karenanya setiap muslim yang memiliki kelapangan rizki hendaknya ia berkurban.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

"Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat musholla kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim, namun hadits ini mauquf)

Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah memberi teladan, beliau senantiasa melaksanakannya. Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'Anhuma, “Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam selama sepuluh tahun tinggal di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, sanadnya hasan)

Diriwayatkan dalam Shahihain, “Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkurban dua ekor domba yang putih dan bertanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan kedua tangannya sambil menyebut nama Allah dan bertakbir serta meletakkan kakinya di samping lehernya.”

Syarat-syarat Kurban

Diantara urusan kurban yang harus diketahui oleh seorang mudhahhi adalah syarat-syaratnya. Apa yang harus dipenuhi oleh pengorban dari ibadah kurbannya:

Pertama, hewan kurban harus dari hewan ternak; yaitu unta, sapi, kambing atau domba. Hal ini berdasarkan sabda firman Allah Ta'ala,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)

Bahimah An'am: unta, sapi, dan kambing. Ini yang dikenal oleh orang Arab sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hasan, Qatadah, dan selainnya.

Kedua, usianya sudah mencapai umur minimal yang ditentukan syari'at. Yakni sudah musinnah, kecuali bagi domba boleh jadza'ahnya. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,

لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ

"Janganlah kalian menyembelih kecuali Musinnah (kambing yg telah berusia dua tahun), kecuali jika kalian kesulitan mendapatkannya, maka sembelihlah domba jadza'ah." (HR. Muslim dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu)

Dari Al-Barra' Radhiyallahu 'Anhu, berkata: "Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan shalat, setelah itu beliau bersabda:

مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا فَلَا يَذْبَحْ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَقَامَ أَبُو بُرْدَةَ بْنُ نِيَارٍ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلْتُ فَقَالَ هُوَ شَيْءٌ عَجَّلْتَهُ قَالَ فَإِنَّ عِنْدِي جَذَعَةً هِيَ خَيْرٌ مِنْ مُسِنَّتَيْنِ آذْبَحُهَا قَالَ نَعَمْ ثُمَّ لَا تَجْزِي عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ

"Barangsiapa mengerjakan shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, hendaknya tidak menyembelih binatang kurban sehingga selesai mengerjakan shalat.” Lalu Abu Burdah bin Niyar berdiri dan berkata; “Wahai Rasulullah, padahal aku telah melakukannya.” Beliau bersabda: “Itu adalah ibadah yang kamu kerjakan dengan tergesa-gesa.” Abu Burdah berkata; “Sesungguhnya aku masih memiki Jadza’ah dan dia lebih baik daripada dua Musinnah, apakah aku juga harus menyembelihnya untuk berkurban? Beliau bersabda: “Ya, namun hal itu tidak sah untuk orang lain setelahmu.” (HR. al-Bukhari)
                               
Musinnah sama dengan istilah Tsaniyyah, yakni hewan dengan usia tertentu yang mencakup unta, sapi dan kambing. An-Nawawi berkata; "Para ulama berkata;  Musinnah adalah Tsaniyyah dari segala sesuatu yakni dari unta, sapi dan kambing atau lebih." (Syarah An-Nawawi ‘Ala Muslim, vol 13 hlm 117)


Dalam Mu’jam Lughati Al-Fuqaha’ (I/188) disebutkan: "Tsaniyy adalah setiap hewan yang tanggal gigi serinya. Jamaknya Tsina’ dan Tsunyan. Bentuk lainya Tsaniyyah yang dijamakkan menjadi Tsaniyyat. Tsaniyy dari unta adalah unta yang genap berusia lima tahun, dari sapi yang genap dua tahun dan dari kambing yang genap satu tahun (Mu’jam Lughoti Al-Fuqoha’, vol 1/hlm 188)

Perician dari usia minimalnya:

-          Unta: sudah genap 5 tahun

-          Sapi: sudah genap 2 tahun

-          Kambing: sudah genap 1 tahun

-          Jadza'ah domba: sudah genap setengah tahun.

Tidak sah kurban yang usianya di bawan ketentuan di atas.

Ketiga, Hewan kurban terbebas dari aib/cacat. Di dalam nash hadits ada ada empat cacat yang disebutkan:

    Aur Bayyin (buta sebelah yang jelas)
    Araj Bayyin (kepincangan yang jelas)
    Maradh Bayyin (sakit yang jelas)
    Huzal (kekurusan yang membuat sungsum hilang).

Jika hewan kurban terkena salah satu atau lebih dari empat macam aib ini, maka hewan tersebut tidak sah dijadikan sebagai hewan kurban.

Dari Al-Bara’ bin ‘Azib berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, ‘Apa yang harus dijauhi untuk hewan kurban?‘ Beliau memberikan isyarat dengan tangannya lantas bersabda: “Ada empat.” Barra’ lalu memberikan isyarat juga dengan tangannya dan berkata; “Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

الْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِى لاَ تُنْقِى

"(empat perkara tersebut adalah) hewan yang jelas-jelas pincang kakinya, hewan yang jelas buta sebelah, hewan yang sakit dan hewan yang kurus tak bersumsum.” (H.R.Malik)

Dari ‘Ubaid bin Fairuz berkata: Aku pernah bertanya kepada Al Bara` bin ‘Azib; sesuatu apakah yang tidak diperbolehkan dalam hewan kurban? Kemudian ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berdiri diantara kami, jari-jariku lebih pendek daripada jari-jarinya dan ruas-ruas jariku lebih pendek dari ruas-ruas jarinya, kemudian beliau berkata:

أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِى الأَضَاحِى الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِى لاَ تَنْقَى

“Empat perkara yang tidak boleh ada di dalam hewan-hewan kurban; yaitu buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya, pincang yang jelas pincangnya, sakit yang jelas sakitnya, dan pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum. ‘Ubaid berkata; aku katakan kepada Al Bara`; Aku tidak suka pada giginya terdapat aib. Ia berkata; apa yang tidak engkau sukai maka tinggalkan dan janganlah engkau mengharamkannya kepada seseorang." (HR. Abu Dawud)

Keempat, Hewan tersebut benar-benar dimiliki oleh orang yang berkurban atau yang diizikan dikurbankan atas  namanya oleh syariat atau oleh orang yang memilikinya. Tidak sah kurban orang yang tidak memilikinya secara sah seperti hewan kurban yang dicuri, dikuasai dengan cara batil, dan semisalnya. Sebabnya tidak sah ibadah taqarrub kepada Allah dengan maksiat kepada-Nya. kurban pengasuh anak yatim yang diambil dari hartanya sah jika berkurban telah menjadi rutinitas dan akan bersedih jika tidak ada hewan kurban. Begitu juga sah kurban orang yang mewakili dari harta orang yang diwakilinya dengan izinnya. (Syaikh Utsaimin dalam Risalah Ahkam Udhiyyah wa Dzakah)

. . . Tidak sah kurban orang yang tidak memilikinya secara sah seperti hewan kurban yang dicuri, dikuasai dengan cara batil, dan semisalnya. . .

Kelima, tidak ada hak orang lain pada harta hewan kurban tersebut, maka tidak sah kurban dari hewan yang digadai.

Keenam, menyembelihnya pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Yaitu setelah shalat Ied sampai terbenamnya matahari dari hari tasyriq terakhir (tanggal 13 Dzulhijjah). Maka waktu menyembelih hewan kurban ada empat hari: hari idul Adha sesudah shalat dan tiga hari sesudahnya yang dikenal dengan ayyam Tasyriq. Maka siapa yang menyembelih sebelum shalat ied selesai atau sesudah matahari di tanggal 13 terbenam, tidak sah kurbannya.

Dari Sahabat al-Barra' bin 'Azib Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami. Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka itu adalah daging yang diberikan untuk keluarganya dan tidak termasuk nusuk (ibadah qurban) sedikitpun." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan lagi dari Jundub bin Sufyan al-Bajali Radhiyallahu 'Anhu, berkata: Aku menyaksikan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada hari nahar (penyembelihan) bersabda:

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ

"Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaknya ia mengganatinya dengan hewan kurban yang lain, dan siapa yang belum berkurban henwaknya ia berkurban." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam Shahih Muslim, dari hadits Nubaisyah al-Hudzaliy Radhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;

 أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ

"Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minuma." (HR. Muslim)

    . . . waktu menyembelih hewan kurban ada empat hari: hari idul Adha sesudah shalat dan tiga hari sesudahnya yang dikenal dengan ayyam Tasyriq. . .

Namun siapa mendapati udzur sehingga harus mengakhirkannya sesudah hari tasyriq seperti hewan kurban lepas dan tidak lekas ditemukan kecuali setelah habisnya waktu penyembelihan atau hewan tersebut dititipkan kepada orang untuk menyembelihnya lalu orang tersebut lupa sehingga habis waktunya, maka tidak apa-apa hewan tersebut disembelih sesudah lewat waktunya karena udzur tadi. Hal ini diqiaskan kepada orang yang tertidur dari shalat atau lupa, maka ia boleh shalat sewaktu terbangun dan di saat sudah ingat. (Disarikan dari Risalah Ahkam Udhiyyah wa Dzakah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)

Dibolehkan juga menyembelih hewan kurban pada siang atau malam hari, sementara menyembelih di siang hari itu lebih utama. Segera menyembelih sesudah khutbah Idul Adha itu paling utama. Setiap hari penyembelihan lebih utama dari hari sesudahnya karena itu bentuk bersegera pada  perbuatan baik.
Pertama, syarat halal sembelihan.

Syarat halalnya sembelihan yang terkait dengan ucapan adalah membaca basmalah.
Allah berfirman,

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

“Janganlah kalian makan hewan yang tidak disebutkan nama Allah ketika menyembelih. Sesungguhnya itu hewan yang tidak halal.” (QS. Al-An’am: 121)

Di ayat yang lain, Allah memerintahkan untuk makan hewan yang dibacakan basamalah ketika menyembelih:

فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

“Makanlah binatang yang disebutkan nama Allah ketika menyembelihnya, jika kalian orang yang beriman kepada ayat-ayat-Nya.” (QS. Al-An’am: 118).

Orang yang menyembelih dengan membaca basmalah sebelum dia melukai leher hewan yang hendak disembelih, maka hewannya halal dimakan. Dan jika diniatkan untuk berqurban maka bernilai sebagai ibadah qurban yang sah.

Karena itu, membaca basmalah merupakan ucapan yang paling penting ketika menyembelih. Sehingga perlu diperhatikan oleh para jagal, agar jangan sampai lupa atau tidak membaca apapun. Ingat, taruhannya, hewan yang disembelih bisa menjadi bangkai.

Kedua, dianjurkan untuk mengikrarkan kepemilikan hewan qurban.

Hal ini dicontoh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dikisahkan oleh Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak berqurban, beliau membeli dua kambing yang gemuk, putih belang hitam. Setelah selesai shalat, dan berkhutbah, beliau mendatangi salah satu kambingnya dan beliau sembelih sendiri dengan pisau, ketika menyembelih beliau mengucapkan:

اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ أُمَّتِي جَمِيعًا مِمَّنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلَاغِ

Ya Allah, ini qurban dariku dan dari semua umatku yang bersaksi mentauhidkan-Mu, dan bersaksi bahwa aku yang menyampaikan risalah.

Selanjutnya, beliau mendatangi kambing kedua. Ketika menyembelih beliau mengucapkan:

هَذَا عَنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

Ini qurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad.

Kemudian beliau sedekah kedua hewan qurban itu kepada orang miskin, dan beliau juga makan dan beliau berikan kepada keluarganya. (HR. Ahmad 27190).

Dalam riwayat lain, dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau mengikuti shalat idul adha bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di lapangan. Setelah selesai berkhutbah, beliau turun dari mimbar dan mendatangi kambing qurban beliau. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengucapkan:

بِسْمِ اللَّهِ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

Bismillah, wallahu akbar, ini qurban dariku dan dari umatku yang tidak berqurban. (HR. Ahmad 14837, Abu Daud 2810 dan dishahihkan Al-Albani).

Berdasarkan riwayat di atas, dianjurkan bagi orang yang hendak menyembelih qurban untuk mengucapkan kalimat ikrar di atas. Jika pemilik hewan menyembelih sendiri, dia bisa ucapkan :

- Bismillah, Allahumma hadza minka wa laka ‘anni wa ahli baitii, atau
- Bismillah, Allahumma hadza ‘anni wa ahli baitii

Tapi jika mewakili qurban orang lain, si jagal mengucapkan:

- Bismillah, Allahumma hadza minka wa laka ‘an fulan (nama orangnya) wa ahli baitihi, atau
- Bismillah, Allahumma hadza ‘an fulan (nama orangnya) wa ahli baitihi

Ketiga, ungkapan di atas statusnya adalah ikrar (menegaskan) apa yang ada dalam hatinya, dan bukan termasuk bentuk melafalkan niat bukan pula doa ketika berqurban.

Keterangan ini sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnu Utsaimin,
“Ini bukan bentuk melafalkan niat. Karena perkataan orang yang menyembelih: ‘Ini qurban dariku dan keluargaku’ sifatnya sebatas memberitakan apa yang ada dalam hatinya. Karena dia sendiri tidak mengatakan: ‘Ya Allah, saya ingin berqurban.’ Sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang melafalkan niat. Akan tetapi yang dilakukan orang ini hanya menampakkan apa yang ada di hatinya saja…” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 22/20)

Keempat, tidak ada doa khusus ketika menyembelih qurban.

Hanya saja, karena ibadah qurban termasuk amal soleh yang benar nilainya maka kita harus berharap agar amal itu diterima Allah. Salah satu bentuk doa untuk mengiringi harapan agar amal kita diterima Allah adalah doa yang dilantunkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam setelah beliau membangun ka’bah:

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Ya Allah, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 127).

Doa semacam ini pernah dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sewaktu beliau berqurban. Aisyah mengisahkan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan kambing bertanduk, berdiri dengan kaki belang hitam, duduk di atas perut belang hitam, melihat dengan mata belang hitam. Kemudian beliau menyuruh Aisyah untuk mengambilkan pisau dan mengasahnya. Setelah kambingnya beliau baringkan, beliau membaca:

بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ

“Bismillah, Ya Allah, terimalah qurban dari Muhammad dan keluarga Muhammad, serta dari umat Muhammad – shallallahu ‘alaihi wa sallam – .” (HR. Muslim no. 1967)

Untuk itu, doa permohonan agar amal anda dikabulkan seperti contoh di atas, bisa anda baca ketika anda berqurban atau setelah anda berqurban

Waalaikum Salam Wr.Wb.

Semoga bermanfaat
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Template | Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Dakwah DKM MASJID AT' TAQWA - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Zack Template